(RIAUPOS.CO) - Pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kemarin (3/9). Presiden Joko Widodo menyebut itu adalah opsi terakhir yang diambil sebagai solusi subsidi BBM dari APBN yang terus membengkak, tapi tidak tepat sasaran. Masyarakat tentu saja kaget dengan kenaikan BBM yang dilakukan mendadak ini.
Pemerintah mulai mengumumkan kenaikan BBM sejak pukul 13.30 WIB dan langsung diberlakukan satu jam kemudian pukul 14.30 WIB. Warga pun banyak yang curi kesempatan untuk antre BBM. Tapi banyak juga yang kecewa karena di tengah antrean panjang, BBM harga baru sudah berlaku.
Kenaikan harga BBM bersubsidi bervariasi. Pertalite yang semula Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Kemudian, pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
Kenaikan harga tersebut diumumkan pukul 13.30 dan berlaku satu jam setelahnya. Itu merupakan kali pertama mekanisme penetapan harga berlaku sejak satu jam setelah diumumkan. Biasanya harga baru BBM berlaku per pukul 00.00 WIB.
Menurut Jokowi, pemerintah telah berupaya untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. ”Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN,” tuturnya.
Dia menjelaskan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM 2022 telah meningkat tiga kali lipat. Semula dianggarkan Rp152,5 triliun, melonjak menjadi Rp502,4 triliun. Jumlah itu diprediksi tetap merangkak naik. Penyebabnya, subsidi tidak tepat sasaran. Justru lebih banyak masyarakat mampu yang menggunakan pertalite.
”Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” ujarnya.
Presiden melanjutkan, subsidi untuk BBM akan dialokasikan sebagai bantuan sosial lain. Cara itu diharapkan akan lebih tepat sasaran. ”Bantuan langsung tunai (BLT) BBM Rp12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150.000 per bulan dan mulai dicairkan pada September selama empat bulan,” ungkapnya. Bantuan lain yang disiapkan adalah untuk pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan. Jumlahnya 16 juta pekerja.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta pemerintah daerah menggunakan 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek online, serta nelayan. Total dana yang ada sebesar Rp2,17 triliun.
”Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.
Kenaikan harga BBM tersebut memicu banyak pertanyaan dari masyarakat karena dilakukan saat harga minyak dunia turun. ”Masyarakat saat ini bertanya karena harga minyak dalam sebulan terakhir agak mengalami penurunan,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Dia memastikan, pihaknya akan terus menghitung sesuai dinamika yang terjadi. Dengan hitungan Indonesian crude price (ICP) yang turun ke USD 90 sekalipun, subsidi masih tetap tinggi. Sebelumnya, rerata harga minyak dunia sejak awal tahun masih ada di level USD 97 per barel. ”Dengan perhitungan ini, angka kenaikan subsidi yang waktu itu disampaikan di media dari Rp502 triliun tetap akan naik. Tidak menjadi Rp698 triliun, tapi Rp653 triliun,’’ jelasnya.
Apabila rata-rata harga minyak USD 85 per barel, tambahan subsidi akan menjadi Rp640 triliun. ”Perkembangan ICP harus dan akan kita monitor karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masih dinamis. Kami akan terus mengalokasikan subsidi bagi masyarakat,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan, di antara 20,65 juta keluarga penerima manfaat, sejauh ini data yang sudah fix dan diserahkan ke PT Pos Indonesia sebanyak 18.486.756 penerima manfaat BLT BBM. Sisanya perlu didata lagi.
”Dalam perjalanan, warga bisa mengusulkan dirinya sendiri,” katanya.
Risma menuturkan, Kemensos memiliki situs Usulsanggah yang merupakan wadah bagi warga yang merasa memerlukan bantuan sosial, tapi tidak terdaftar. Setelah masyarakat usul, tim Kemensos akan memverifikasi.
Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemerintah menaikkan harga BBM dilakukan di waktu yang tidak tepat, terutama untuk pertalite. ”Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga pertalite menjadi Rp10.000 per liter. Dampaknya, Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ujarnya.
Dampak kenaikan harga BBM, kata dia, tidak hanya berkorelasi pada biaya transportasi pribadi yang naik. Tapi juga berdampak pada hampir seluruh sektor. Misalnya, harga pengiriman bahan pangan akan naik, pada saat bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluhkan biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.
Inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada Agustus, yakni 8,55 persen year-on-year. Jumlah itu diyakini bakal makin tinggi. ”Diperkirakan, inflasi pangan kembali menyentuh double digit atau di atas 10 persen per tahun pada September ini,” imbuhnya. Sementara itu, inflasi umum diperkirakan menembus di level 7–7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif.
Di sisi lain, bansos yang hanya melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan tidak akan cukup untuk mengompensasi efek kenaikan harga BBM. Misalnya, ada kelas menengah rentan yang sebelumnya sanggup membeli pertalite. Dengan kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, mereka berpotensi turun kelas ke kategori orang miskin. ”Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak ter-cover dalam BLT BBM karena ada penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik. Pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,’’ tuturnya.
Dari organisasi serikat buruh, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, daya beli yang sudah lemah akan semakin lemah karena inflasi diprediksi naik 6–8 persen. ”Harga kebutuhan pokok akan meroket,” kata Said. Padahal, di sisi lain, upah buruh tidak mengalami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Serikat buruh berencana melakukan aksi penolakan secara besar-besaran pada 6 September 2022. Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Mereka akan meminta pimpinan DPR RI memanggil para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian. ”Pimpinan DPR dan komisi terkait ESDM harus berani membentuk pansus atau panja BBM,’’ tegasnya. Selain di Jakarta, aksi akan digelar serentak di 33 provinsi lainnya.
Masyarakat Pekanbaru Terkejut
Tiba-tiba secara mendadak pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, Sabtu (3/9) siang. Tentunya hal itu membuat masyarakat terkejut. Mereka bahkan kecewa terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut karena akan berdampak kepada masyarakat kecil.
Joko (45) salah satunya. Warga Pekanbaru ini mengaku, sebenarnya sangat keberatan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi (pertalite) karena akan berdampak kepada masyarakat kecil.
“Sangat keberatan karena akan berimbas kepada masyarakat kecil. Kalau bagi masyarakat yang ekonominya menengah ke atas ya wajar-wajar saja. Kalau buat masyarakat kecil ya sangat prihatin,” ujar Joko, Sabtu (3/9).
Joko berharap, meskipun itu sudah menjadi ketetapan pemerintah pusat, mudah-mudahan pemerintah bisa memberikan kebijakan lain yang menguntungkan bagi masyarakat kecil.
“Ada kebijakanlah buat masyarakat kecil. Yang kasihan itu kan masyarakat kecil atau para pekerja yang gajinya sangat kecil,” harapnya.
Ditambahkannya, apalagi saat ini bukan hanya BBM bersubsidi saja yang naik tetapi harga kebutuhan pokok juga naik. Belum lagi tarif parkir juga mengalami kenaikan. Dengan adanya kenaikan BBM ini tentu sangat berdampak terhadap kebutuhan dan ekonomi masyarakat yang semuanya akan mengalami kenaikan juga.
“Mungkin bagi pegawai/karyawan yang gajinya di atas upah minimum provinsi (UMR) atau ASN tidak akan berpengaruh. Sekali lagi yang sangat berdampak itu masyarakat kecil. Apalagi bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah pusat untuk masyarakat kecil tidak merata. Masih banyak masyarakat kecil yang tidak mendapatkan bantuan bahkan rawan dikorupsi. Apalagi bantuan itu diberikan dalam bentuk sembako,” katanya.
Untuk itu, ia mengimbau agar pemerintah bisa memberikan solusi atas kebijakan kenaikan BBM bersubsidi ini yang bisa memberikan sedikit meringankan beban kehidupan masyarakat kecil yang memang betul -betul tepat sasaran.
“Jujur kalau saya tidak masalah dengan naiknya harga BBM subsidi ini. Tetapi bagaimana dengan masyarakat kecil,” pungkasnya.
Sementara itu, pantauan Riau Pos dibeberapa SPBU di Kota Pekanbaru salah satunya di SPBU Jalan Kaharuddin Nasution ujung tampak seperti biasa-biasa saja. Tidak ada pengendara kendaraan roda dua maupun roda empat yang mengantre panjang untuk membeli BBM.
Digagas, Mobil di Atas 1.400 Cc Dilarang Beli Pertalite
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, meski harga BBM sudah dinaikkan, ironisnya subsidi masih akan dinikmati masyarakat yang memiliki mobil. ”Memang, subsidi yang melalui komoditas seperti BBM tak bisa dihindarkan. Pasti dinikmati kelompok yang memiliki kendaraan yang mengonsumsi subsidi tersebut,” jelasnya.
Karena kondisi itu, pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat kurang mampu. Bansos dikucurkan untuk kelompok masyarakat terbawah. ”Seperti yang disampaikan Bu Risma (Mensos, red), sebanyak 20,67 juta, 30 persen masyarakat termiskin. Sedangkan yang disalurkan dari Menaker sebanyak 16 juta masyarakat atau 50 persen masyarakat ekonomi terbawah,” terang dia.
Dengan kenyataan pahit kenaikan harga BBM sekalipun, nyatanya itu bukan solusi dari persoalan yang ada. Konsumsi BBM bersubsidi yang lebih banyak dinikmati masyarakat mampu dengan kendaraan pribadi membuat wacana pembatasan BBM muncul sejak beberapa bulan belakangan. Hingga kini keputusan pembatasan belum final karena masih menunggu revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Jika revisi perpres itu rampung, akan tertuang dengan jelas detail tipe dan spesifikasi kendaraan apa saja yang dilarang mengonsumsi BBM bersubsidi.
Beberapa waktu lalu muncul wacana kendaraan dengan spesifikasi 2.000 cc ke atas akan dilarang mengonsumsi pertalite. Kini wacana pembatasan makin mengerucut pada mobil-mobil di atas kriteria 1.400 cc.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman menjelaskan, kepastian itu akan tertuang dalam perpres yang saat ini masih difinalisasi. ”Ya sebetulnya selama belum keluar perpresnya, kita belum tahu yang di atas 1.400 atau 1.500 (cc) yang tidak boleh isi pertalite,” ujarnya kepada JPG kemarin.(dee/lyn/far/tyo/fal/jpg/dof/muh)
Laporan JPG, Jakarta