SENANGKAH bintang film porno itu mendengar mantan Presiden Donald Trump jadi tersangka?
Awalnya bintang film porno Stormy Daniels berkeinginan langsung turun ke jalan. Lalu joget-joget di tengahnya. Tapi ketika mendengar Trump benar-benar jadi tersangka dia hanya kaget dan tertegun. “Sama sekali tidak jadi merasa senang,” ujar pengacara Daniels seperti disiarkan luas di media Amerika.
Waktu berita penetapan Trump sebagai tersangka itu, Daniels lagi bersama kuda kesayangannya. Dia tahan untuk tidak mencari tahu lebih lanjut. Daniels terus berkuda selama 2 jam berikutnya. Kini kudanya lebih perkasa dari mantan teman selingkuhnya itu.
Upaya Daniels memperkarakan Trump sebenarnya sudah kandas. Tahun 2018, Departemen Kehakiman Federal sudah menyatakan perkara itu tidak bisa dilanjutkan. Sejak awal ada keraguan: apakah secara hukum dimungkinkan seseorang yang sedang menjabat presiden ditetapkan sebagai tersangka perkara kriminal. Debatnya panjang. Lalu perkara itu dianggap sudah kedaluwarsa.
Tapi jaksa di Distrik Manhattan, New York, terus bekerja. Justru merembet ke perkara lain: pajak perusahaan Trump. Soal pengaduan Daniels memang tidak cukup kuat untuk diteruskan tapi soal pajak, Trump harus membayar denda.
Trump begitu jengkel dengan sikap jaksa di New York. Trump memang penduduk New York. Ia begitu bangga dengan kampung halamannya itu. Tapi setelah ia terjun ke politik, Trump merasa seperti dipojok-pojokkan di New York. Maka ia pindah domisili. Ke Florida. Ke sebuah rumah peristirahatan yang besar, luas dan mewah itu: Mar a Lago.
Dari Florida Trump melakukan perlawanan. Dari Florida Trump berhasil menjadi presiden Amerika.
Trump pun merasa aman di tingkat pusat.
Tapi di New York belum sepenuhnya aman. Bubur itu ternyata dimakan dari pinggir. Dan terus ke tengah.
Yang ‘’dimakan’’ dulu adalah Michael Cohen. Ia orang kepercayaan Trump selama lebih 15 tahun. Begitu dekatnya hubungan itu sampai Cohen mendapat gelar khusus: Mr Fixer. Tentu itu jabatan informal. Itu gelar dari lingkungan Trump sendiri. Gelar yang muncul dari saking banyaknya keruwetan Trump yang berhasil diselesaikan Cohen. ‘’Mr Fixer’’ sangat disukai Trump. Cohen-lah orang yang selalu berhasil membereskan urusan ruwet di perusahaan Trump. Juga keruwetan di pribadi Trump.
Pun ketika pemungutan suara Pilpres 2016 kian dekat. Ada keruwetan yang bisa jadi bom menjelang rakyat pergi ke TPS. Apalagi sudah mulai ada selentingan banyak wanita akan membongkar hubungan di luar nikah mereka dengan Trump. Sudah ada yang menghubungi sebuah media cetak.
Cohen-lah yang turun tangan. Ia menghubungi seorang penerbit media. Permainan pun diatur. Media itu diminta membeli hak wawancara khusus dengan bintang Playboy, Karen McDougal. Nilainya USD 150.000. Setelah itu bintang majalah porno ini tidak boleh memberikan keterangan kepada siapa pun. Juga kepada media apa pun. Selain yang sudah dilakukan dengan media tersebut.
Setelah mendapat hak eksklusif tersebut National Enquirer tidak pernah menerbitkan dan menyiarkannya. Media lain tidak bisa menyiarkannya. Maka skandal Trump dengan Karen McDougal berhasil diatasi oleh Cohen dengan teknik take it & kill it. Biasa juga disebut catch & kill.
Tapi masih ada satu bom lagi: si bintang film porno Stormy Daniels. Cohen juga yang diminta turun tangan. Cohen pilih cara yang lain lagi: bayar saja dengan uang tutup mulut. Nilainya hampir Rp2 miliar.
Lalu dibuatkan dokumen perjanjian. Tapi dokumen ‘’perdamaian’’ itu rupanya cacat. Setidaknya menurut pengacara Daniels. Cewek ini pun merasa tidak terikat dengan isi perjanjian tutup mulut tersebut. Pihak Trump, katanya, tidak ada yang membubuhkan tanda tangan di perjanjian itu.
Jaksa New York merasa lebih pasti berhasil bila Cohen yang diusut. Apalagi ada indikasi pidana lain: pajak. Puncak pengusutan pada Cohen ini terjadi tahun 2018: FBI menggeledah kantor Cohen.
Semua bukti yang diperlukan ditemukan. Termasuk dari mana Cohen membayar uang tutup mulut itu. Lalu uang itu diganti oleh Trump. Diambilkan dari perusahaan Trump. Dengan alasan itu untuk pembayaran jasa pengacara. Cohen memang seorang pengacara. Sejak sebelum bergabung dengan Trump.
Di grup usaha Trump, Cohen lantas menjadi orang tepercaya. Sampai menduduki jabatan wakil direktur utama. Tapi tugas pokoknya ya itu tadi, membereskan apa pun urusan ruwet di sekitar Trump. Anda masih ingat: Trump adalah pengusaha yang paling banyak memperkarakan orang. Termasuk kontraktor dan partnernya. Trump gemar beperkara ke pengadilan. Karena itu orang seperti Cohen penting baginya.
Setelah penggeledahan itu Cohen sangat terpojok. Lalu ia mengakui bersalah. Soal pajak. Juga soal pembayaran uang tutup mulut itu. Tapi semua itu atas sepengetahuan dan perintah Trump.
Masih ada satu lagi yang Cohen mengaku bersalah: ia berbohong di depan parlemen. Yakni ketika bersaksi mengenai kegiatan bisnis Trump di Rusia. Cohen, di parlemen, mengatakan Trump berencana membangun Trump Tower di Moskow. “Saya disuruh Trump untuk berbohong begitu,” ujar Cohen.
Cohen punya istri orang Ukraina kelahiran Ukraina. Lalu diajak orang tuanya bermigrasi ke Amerika. Mertua inilah yang memperkenalkan Cohen ke Trump.
Sejak muda Cohen termasuk yang mengidolakan Trump. Ingin dekat Trump. Bahkan ia beli rumah di gedung Trump. Juga beli kantor di gedung itu.
Cohen pun tahu Trump luar dalam. Akhirnya ia harus bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Dengan mengaku bersalah itu Cohen tidak perlu diadili. Ia langsung dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Ia jalani itu di penjara Otisville, sekitar 100 km di barat laut kota New York.
Desember 2018 ia masuk penjara.
Mei 2020 ia sudah boleh tinggal di rumahnya sendiri. Hanya setahun lebih Cohen benar-benar di penjara. Covid-19 membuat penjara punya kebijakan khusus: mengurangi penghuni penjara.
November 2021 Cohen bebas dalam pengertian sebenarnya. Ia datang ke pengadilan untuk menandatangani pembebasannya. “Saya sudah jadi orang bebas,” ujar Cohen sambil melambaikan surat pembebasan itu.
Ia masih kaya. Rumahnya saja di Park Avenue, Manhattan. Sejak muda ia sudah hedon. Sehari-hari ia naik mobil Porsche. Ia masih punya mobil Bentley.
Tepat ketika Trump meninggalkan Gedung Putih setelah kalah Pilpres, seorang jaksa baru mulai masuk kantor di New York, karena terpilih di Pemilu kota itu.
Perkara Trump dengan Daniels sebenarnya sudah –dalam istilah media di Amerika– jadi zombie.
Jaksa baru itu, Ivan Bragg, minta anak buahnya menengok si zombie. Lalu memanggil Cohen. Diskusi. Puluhan kali. Pengakuan seseorang yang sudah menjalani hukumannya adalah bukti kuat untuk mengusut Trump.
Cohen sendiri, seperti yang ia tulis di dalam bukunya, menilai Trump itu seorang penipu, mafia, pembohong, penipu, penindas, rasis, penipu, culas, penipu dan pemangsa. Bacalah sendiri di bukunya yang berjudul Disloyal itu.
Setelah intens diskusi dengan Cohen, dibentuklah grand jury. Beranggotakan 23 orang. Juri memanggil Cohen untuk bersaksi. Juga memanggil banyak pihak. Terakhir, dua pekan lalu, juri juga memanggil Trump untuk memberikan keterangan.
Trump menolak datang. Para analis sudah memahami bahwa juri pada akhirnya memanggil calon tersangka itu pertanda bahwa saat penetapan tersangka sudah dekat.
Karena itu, Trump sendiri langsung membuat pernyataan: Selasa depan saya akan ditangkap. Proteslah. Selamatkan kembali Amerika. Trump menilai semua itu adalah politik. Jaksa Alvin Bragg adalah anggota partai Demokrat. Kulit hitam. Sedang ia sendiri adalah tokoh kulit putih dan calon terkuat presiden dari partai Republik. Ia juga mengaku presiden terbaik dalam sejarah Amerika.
Setelah Trump menyatakan tidak mau datang, Kamis sore, juri membuat putusan: Trump tersangka. Rinciannya belum bisa dibuka. Rincian tuduhan itu harus dibacakan di depan pengadilan. Yakni saat tersangkanya sudah dihadapkan.
Jumat keesokan harinya jaksa menghubungi pengacara Trump. Yakni agar Trump menyerahkan diri pada hari itu juga. Tapi pengacara Trump mengatakan: No! Tidak bisa hari itu. Harus bicara dulu dengan pihak keamanan kepresidenan.
Di Amerika, mantan presiden memang mendapatkan hak penjagaan keamanan kepresidenan. Penyerahan diri Trump seperti itu akan menarik massa untuk ikut melihat ke pengadilan. Bahkan awak media akan ikut membanjir. Harus ada pengaturan keamanan.
Memang, di Amerika, seorang tersangka yang menyerahkan diri ke kantor jaksa akan diperlakukan sebagai tersangka biasa. Pun bila ia mantan presiden. Ia harus mengisi formulir administrasi sebagai tersangka, difoto dan diborgol. Setelah itu ia akan dibawa berjalan kaki ke ruang pengadilan. Dari ruang jaksa ke ruang pengadilan ini melewati apa yang disebut ‘’jalan media’’. Di situlah media akan mengabadikannya. Biasanya media juga melontarkan pertanyaan. Beberapa tersangka justru senang berjalan melewati ‘’panggung’’ itu meski ia/dia dalam posisi diborgol. Di situlah tersangka memanfaatkan waktu untuk memberi keterangan pers sesuai dengan versinya.
Kemungkinan besar Trump akan menyerah Selasa lusa. Ia harus mengisi formulir, harus difoto dan mungkin tidak harus diborgol. Alasan pemborgolan adalah agar jangan melarikan diri. Sedang hari itu nanti Trump tidak mungkin lari. Sekelilingnya penuh dengan pasukan pengawal kepresidenan.
Apakah Trump juga akan berhenti sebentar melayani sergapan media? Rasanya Trump suka itu. Jangan-jangan ia justru akan berorasi panjang di situ nanti. Selebihnya belum tahu akan seperti apa. Belum pernah ada pengalaman seorang presiden Amerika menjadi tersangka perkara kriminal seperti Trump ini.
Kelak kalau ada perkara yang sama sudah tidak sulit lagi. Dan perkara yang lain itu adalah juga Trump lagi. Grand Jury sekarang ini juga lagi diminta mendengarkan kasus Trump dengan bintang majalah Playboy itu.***