Barang Bekas Impor Ilegal Senilai Rp10 M Dimusnahkan

Nasional | Sabtu, 18 Maret 2023 - 10:35 WIB

Barang Bekas Impor Ilegal Senilai Rp10 M Dimusnahkan
Zulkifli Hasan (lima kanan) didampingi Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution (tiga kanan), dan Sekko Pekanbaru Indra Pomi (empat kanan), membakar barang bekas impor di halaman Terminal Bandar Raya Payung Sekaki (BRPS) Payung Sekaki Pekanbaru, Jumat (17/3/2023). (EVAN GUNANZAR/RIAU POS)

BAGIKAN



BACA JUGA


Ditegaskannya, langkah penindakan ini juga perlu bantuan dukungan dari aparatur negara dan semua pihak. Karena, jika terus terjadi akan merugikan masyarakat. Termasuk dalam hal melakukan pengawasan barang bekas yang sudah beredar.

“Jika sudah beredar, akan sulit membedakan antara barang lokal  dan import. Ini menjadi peran Bea Cukai untuk berkolaborasi lebih baik lagi untuk mengantisipsi lebih optimal agar benar-benar bisa dicegah,” ujarnya.


“Soal penegakan hukum tentunya akan lebih dicermati dan tidak berhenti di sini. Kami berharap upaya yang melanggar hukum harus ditegakkan sesuai aturan UU,” tegasnya.

Pemko Pekanbaru Mendukung
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru akan mendorong pedagang untuk tidak lagi menjual pakaian bekas di Kota Pekanbaru, Jumat (17/3). Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution mengatakan, langkah pelarangan ini dilakukan pemerintah kota sebagai upaya untuk mendukung pertumbuhan industri garmen di Indonesia.

“Jadi perimbangan kita itu pertama tentu berkaitan dengan higienis kebersihan. Lalu dengan menjual pakaian bekas yang memang cenderung diminati masyarakat, ini akan mengganggu pertumbuhan industri garmen dan pakaian kita. Ini adalah upaya untuk meningkatkan pemulihan ekonomi nasional. Jadi kita harus mendorong untuk bergairahnya usaha-usaha mikro masyarakat kita,”katanya.

Tak hanya itu saja, belum lama ini Presiden Joko Widodo juga telah memberikan arahan agar masyarakat menggunakan produk dalam negeri dalam dorongan pertumbuhan ekonomi nasional. “Makanya itu kita harus memakai pakaian produk dalam negeri. Dari 270 juta penduduk Indonesia kalau pakai produk Indonesia, artinya bisa dibayangkan betapa banyak industri kita yang akan bangkit dan tumbuh,” tuturnya.

Inilah yang menjadi harapan pemerintah supaya ekonomi pulih dan industri garmen dan industri kecil tumbuh. “Makanya kita dukung upaya untuk menghentikan impor pakaian bekas dari luar negeri,” tegasnya.

Jadi nanti inikan berkaitan dengan tata niaga barang bekas, nanti ini ada di Disperindag untuk leading sektornya. “Mungkin kita secara bertahap akan melakukan sosialisasi dan juga nanti kita mendorong industri dalam negeri kita yang biasanya usaha di bidang pakaian bekas. Kita dorong untuk menjual pakaian produk dalam negeri kita, sehingga perkonomian produk dalam negeri kita ini meningkat dan yang akan diuntungkan juga masyarakat,” tuturnya.

Harusnya Pemerintah Perkuat Daya Saing Produk Lokal
Larangan impor ilegal dan produk baju bekas oleh pemerintah dinilai Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Riau Moris Adidi Yogia sebagai cerminan pemerintah tidak mencari solusi alih-alih membicarakan masalah. Karena peredaran barang bekas itu bukanlah hal baru.

Ditambah pula Kementerian Koperasi dan UKM mengemukakan bahwa produk baju bekas itu menggangu perkembangan usaha kecil menengah bidang tekstil dan konveksi. Alasan itu menurut Moris kurang rasional.

‘’Alasan pelarangan, sebenarnya bisa dibuat dengan berbagai asumsi, walaupun belum dilakukan penelitian tentang alasan yang lebih rasional terhadap hal tersebut.  Harusnya pernyataan yang utama adalah UKM harus mampu bersaing dengan produk impor, sehingga masyarakat lebih percaya dengan menggunakan produk lokal,’’ ujarnya.

‘’Gerakan cinta produk lokal harus menjadi keharusan namun harus pula disertai kualitas yang mumpuni dan mampu bersaing, sehingga masyarakat mau dan meninggalkan budaya membeli barang bekas impor,’’ tambahnya.

Moris meminta pemerintah hendaknya juga melihat bahwa maraknya aktivitas perdagangan baju bekas, menunjukkan bahwa masyarakat  lebih nyaman dengan produk tekstil dari luar negeri dengan anggapan lebih bermerk dan memiliki gengsi tersendiri.

‘’Pemilihan produk bekas ini juga menunjukkan daya beli masyarakat terhadap produk lokal juga rendah mungkin akibat harga yang tinggi atau tidak berkualitasnya produk lokal,’’ ungkapnya.

Timbulan impor ilegal ini menurut Dr Moris juga memperlihatkan ada indikasi praktik kolusi. Apalagi di Riau, pelabuhan tikus yang memungkinkan untuk masuknya produk impor bekas dari luar, sebenarnya bukan hal baru dalam perilaku impor.

‘’Riau hanya salah satu dari banyak daerah yang juga menjadi pusat aktivitas perdagangan barang bekas, selama komitmen aparatur masih lemah, maka aktivitas penertiban ini hanya sekedar jargon. Yang lebih penting pemerintah harus memberikan solusi bukan membicarakan masalah,’’ tegas Moris.(sol/end/ayi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook