JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril bersama tim hukumnya bertemu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly. Pertemuan itu dilakukan untuk membahas permohonan amnesti terkait ditolaknya permohonan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
Yasonna menuturkan, pihaknya telah ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk mengkaji terkait kasus hukum yang menimpa Baiq Nuril. Menurutnya, Kemenkumham akan membahas lebih dalam soal pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.
’’Dari pilihan-pilihan yang ada grasi dan amnesti dan yang paling dimungkinkan adalah amnesti. Karena grasi kalau menurut UU Nomor 22 Tahun 2002 Jo No 5 tahun 2010 grasi itu minimal hukumannya dua tahun,’’ kata Yasonna di kantornya, Senin (8/7/2019).
Yasonna menuturkan, pasca-amandemen UU 1945 Pasal 14 ayat 2 disebut, presiden mempunyai hak prerogatif untuk memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR dalam hal ini khususnya Komisi III DPR. Namun, sebelumnya amnesti, kata Yasonna, merujuk pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
’’Berarti ada dasar hukum yang lebih tinggi secara konstitusional, yakni kewenangan presiden sebagai kepala negara mempunyai hak prerogatif untuk memberikan amnesti,’’ terang Yasonna.
Yasonna menyebut, kasus yang menimpa Baiq Nuril bukan hal sepele. Karena ada banyak perempuan yang mungkin menjadi korban pelecehan seksual tapi enggan untuk bersuara. ’’Kaum perempuan bisa takut dan berpikiran, jangan-jangan kalau saya mengadu, malah yang dikorbani. Biasanya orang-orang berada kekerasan seksual itu kan orang orang yang dimanfaatkan relasi kuasanya,’’ jelas Yasonna.