JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyita uang tunai sebesar Rp173 miliar terkait penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan bahan bakar minyak jenis solar untuk high speed diesel (HSD) PT PLN. Dalam kasus itu, Bareskrim menjerat mantan Direktur Utama PLN Nur Pamudji sebagai tersangka dan menahannya.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Djoko Poerwanto mengungkapkan, kasus itu terjadi saat Pamudji menjabat direktur energi primer di PLN pada 2010. Kala itu PT PLN mengadakan lelang penyediaan solar untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan.
Djoko menjelaskan, Pamudji mengadakan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratmo sebelum proses lelang berjalan. Ada kongkalikong untuk memenangkan Tuban Konsorsium yang dipimpin PT TPPI untuk memenangi lelang proyek solar HSD.
’’Proses pengadaan yang dilakukan oleh panitia pengadaan di PT PLN atas perintah dari tersangka NP (Nur Pamudji, red) untuk memenangkan Tuban Konsorsium. PT TPPI selaku leader dari konsorsium itu,’’ kata Djoko dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Menurutnya, ada upaya memaksakan Tuban Konsorsium sebagai pemenang lelang. Sebab, konsorsium itu sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai pemenang tender kontrak pengadaan solar HSD selama 4 tahun terhitung dari 10 Desember 2010 sampai 10 Desember 2014.
Ternyata Tuban Konsorsium tidak mampu memasok BBM jenis solar untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sesuai dengan perjanjian jual beli setelah sekitar 1 tahun kontrak berjalan. Akibatnya, PT PLN harus membeli solar HSD dari pihak lain yang harganya lebih mahal ketimbang nilai kontrak PLN dengan Tuban Konsorsium.
’’Yang mana mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian,’’ paparnya. Lebih lanjut Djoko mengatakan, pengungkapan kasus itu tergolong lama. Setelah ada laporan polisi (LP) nomor LP/694/VI/2015/Bareskrim tanggal 5 Juni 2015, Bareskrim baru menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Sidik/155.a/VIII2017/Tipidkor pada 9 Agustus 2017.
Menurut Djoko, lamanya pengungkapan kasus itu karena korupsinya berbeda dari kejahatan konvensional. Karena itu dibutuhkan akurasi untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum. Selain itu, Honggo selaku presiden direktur PT TPPI juga melarikan diri ke luar negeri. Namun, sejauh ini tersangka dalam kasus itu baru Nur Pamudji.