Hanya, lanjut Ronnie, Bulog juga harus aktif dalam memberikan saran kebijakan yang harus ditempuh pemerintah untuk sektor pangan. "Selama ini Bulog hanya pasif dalam menerima segala kebijakan dari pemerintah," katanya.
Selama ini bisnis Bulog sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Contohnya, kebijakan HET (harga eceran tertinggi) dari pemerintah yang turut memengaruhi kinerja perseroan. Sebab, Bulog harus membeli gabah berdasar Instruksi Presiden No 5 Tahun 2015.
Ada harga pembelian pemerintah (HPP) dan ada kualitas yang harus dipenuhi. Selain itu, Bulog mesti mengolahnya menjadi beras dan menjual sesuai HET. Jika harga pokok produksi lebih tinggi, Bulog harus menanggung selisihnya. Sekitar 70 persen pendapatan Bulog pun berasal dari penjualan raskin (beras untuk rumah tangga miskin).
Jaringan yang dimiliki Bulog di seluruh Indonesia seharusnya juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki distribusi pangan di Indonesia. Menurut Ronnie, di beberapa wilayah masih ditemukan selisih harga beras yang masih terlampaui tinggi bila dibandingkan dengan Pulau Jawa. Meski, dia juga mengakui bahwa Bulog masih kesulitan dalam mengontrol harga beras di Indonesia lantaran pangsa pasar perseroan masih minim.
Yakni, hanya mencapai 7 persen dari total stok beras nasional sebesar 40 juta ton. "Jika bisa menjadi pemain besar, Bulog bisa menetralisir harga," terangnya. Dengan begitu, menurut dia, selain ketegasan, direktur utama Bulog harus paham mekanisme pasar di Indonesia.(vir/c10/ang)
Sumber: JPG
Editor: Fopin A Sinaga