Kapal FV Viking pun beroperasi di perairan Indonesia tanpa surat izin penangkapan ikan (SIPI). Hal itu, ujar Susi, melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 UU Perikanan.
Setelah berhasil ditangkap TNI AL, FV Viking digeledah oleh Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing bersama Multilateral Investigation Support Team dari Norwegia dan Kanada. Hasil penggeledahan menunjukkan FV Viking merupakan kapal "hantu" tanpa kebangsaan (stateless vessel). Viking melanggar hukum Indonesia dan konvensi internasional. Awak kapalnya dituding terlibat penipuan terkait kejahatan perikanan.
Di atas kapal juga tidak ditemukan laporan penangkapan ikan dan komputer navigasi –dua benda penting untuk menemukan lokasi kegiatan penangkapan ikan FV Viking. Sebaliknya, dalam kapal itu ditemukan jaring ikan jenis gillnet dasar atau liong bun dengan bentang 399 ribu meter dan tali jaring sepanjang 71 ribu meter, sedangkan batas yang diperbolehkan hanya 2.500 meter.
Penyelidikan mengungkap bahwa jejaring bisnis pemilik dan operator FV Viking, serta pasar yang menjadi tujuan hasil tangkapan itu tersebar di berbagai belahan dunia, dari Singapura, Vietnam, Malaysia, Angola, Kongo, Spanyol, hingga Amerika Serikat. Semua temuan itu hingga saat ini terus didalami oleh Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing. Untuk mengungkap modus operandi kapal "hantu" ini, Indonesia mengintensifkan kerja sama dengan berbagai negara.
Sumber: Berbagai Sumber
Editor: Boy Riza Utama