DATANG DARI AMERIKA KE HALMAHERA

Gerhana Matahari Total Menarik Minat Peneliti NASA

Nasional | Sabtu, 05 Maret 2016 - 01:21 WIB

Gerhana Matahari Total Menarik Minat Peneliti NASA

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Gempita menyambut fenomena alam super langka gerhana matahari total (GMT) Rabu (9/3/2016) begitu luar biasa. Bahkan empat orang peneliti dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) datang dari Amerika ke Hamlahera untuk meneliti dicaploknya matahari oleh "raksasa buto ijo".

Empat orang peneliti dari NASA kemarin sudah berada di Jakarta dan memaparkan rencana penelitiannya. Keempat orang itu adalah Madhulika Guhathakurta, Natchimuthukonar Gopalswamy, Nelson Leslie Reginald, dan Seiji  Yashiro. Keempatnya akan berkolaborasi riset dengan tim dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Khusus di Lapan, tim yang akan melakukan penelitian berasal dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa). Kepala Pussainsa Lapan Clara Yono Yatini menuturkan GMT tahun ini bukan fenomena yang tidak pernah terjadi di republik ini. GMT terakhir yang mampir di Indonesia terjadi pada 1983 dan melewati sepanjang Pulau Jawa.

"Tapi saat itu tidak banyak yang menikmati. Karena ada miskomuniasi,’’ jelasnya pada seminar GMT Lapan dan NASA di Jakarta Jumat (4/3/2016). Clara menuturkan saat itu diinformasikan bahwa GMT begitu berbahaya. Sehingga masyarakat dihimbau berada di dalam rumah. Bahkan tidak itu saja, harus bersembunyi di bawah ranjang tempat tidur.

Namun untuk GMT tahun ini, dia berharap masyarakat Indonesia bisa menikmati bersama-sama. Selain terkait ilmu pengetahuan, fenomena langka ini juga bisa digunakan sebagai momentum untuk merenungi kuasa Tuhan. Dia optimis dengan gencarnya pemberitaan media massa jelang GMT 9 Maret nanti, masyarakat sudah tidak mempercayai mitos-mitos gerhana matahari.

Terkait dengan GMT yang bisa merusak mata, menurut Clara itu bukan mitos. Memang benar bahwa gerhana matahari itu bisa mencederai mata. Sehingga dianjurkan masyarakat untuk melihat GMT dengan bantuan kacamata khusus. Tetapi ketika fase gerhana sudah benar-benar penuh alias puncak, aman untuk dilihat dengan mata biasa.

Clara berharap kerja sama Lapan dan NASA tidak putus pada momentum GMT 9 Maret nanti. Tetapi akan dilanjutkan lagi dengan riset-riset antariksa lainnya. Tujuannya untuk perkembangan ilmu pengetahuan baik di Amerika maupun di Indonesia.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook