JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak henti-hentinya menjadi sorotan. Selain polemik Program Organisasi Penggerak (POP), kali ini Komisi X DPR menagih kurikulum darurat pendidikan yang sampai sekarang belum selesai.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, Kemendikbud harus segera menyelesaikan semua tugas dan persoalan yang sekarang di dunia pendidikan. Polemik soal POP harus egera diselesaikan, setelah itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim harus fokus terhadap proses pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Dalam melaksanakan pendidikan, kata Huda, Kemendikbud juga harus menyelesaikan kurikulum pendidikan untuk darurat Covid-19. Menurutnya, Kemendikbud sebelumnya berjanji akan menyelesaikan kurikulum darurat pada 13 Juli.
"Tapi sampai sekarang belum selesai," terang Huda, Jumat (31/7).
Jadi, yang sekarang dipakai adalah kurikulum normal. Padahal, kondisi pendidikan yang ada sekarang tidak normal. Padahal siswa tidak bisa secara normal lagi. Maka, diperlukan kurikulum darurat yang sesuai dengan situasi pandemi Covid-19. Kemendikbud harus betul-betul bekerja keras menyelesaikan kurikulum itu.
Anggota Komisi X Fikri Faqih mengatakan, kurikulum darurat sangat penting di masa pandemi. Menurut dia, Covid-19 mengubah segalanya. Pandemi menuntut pengurangan volume pembelajaran, Sehinhga berakibat ke pengurangan jam mengajar.
"Itu harus diatur dengan baik. Ini bukan kondisi normal," tegasnya.
Politikus PKS itu mengatakan, harus diatur bagaimana fokus pembelajaran per jenis, per jalur dan per jenjang pendidikan. Dengan situasi pandemi, maka sekarang tidak dituntut ketuntasan target kurikulum. Jadi, kurikulum darurat harus mengatur dengan baik, sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik.
Sebenarnya, kata Fikri, pekan lalu pihaknya berencana mengelar rapat kerja dengan Kemendikbud. Namun, komisinya tidak mendapatkan izin dari pimpinan DPR, karena masih dalam masa reses. Maka, pihaknya pun harus menunggu sampai masa reses selesai dan masuk lagi pada pertengahan Agustus.
Sebenarnya, kata dia, banyak sekali yang akan ditanyakan kepada Mendikbud Nadiem. Terutama soal grand design pendidikan nasional di masa pandemi Covid-19. Salah satunya soal kurikulum darurat. "Kami tentu ingin mendapat penjelasan dari Mendikbud," terang dia.
Selain soal kurikulum, pihaknya juga ingin membahas soal banyak persoalan yang terjadi di lapangan terkait proses pembelajaran. Khususnya soal belajar dari rumah. Banyak siswa yang terkendala kuota, bahkan banyak siswa yang tidak mempunyai smartphone untuk belajar.
"Banyak sekali masalahnya," tutur dia.
Sementara itu, Sekretatis Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbdu) Ainun Naim menyampaikan, bahwa saat ini penyusunan kurikulum darurat masih dalam tahap finalisasi. Badan penelitian dan pengembangan dan perbukuan Kemendikbud sedang ngebut menyelesaikannya segera.
"Penyederhanaan kurikulum masih dalam proses penyelesaian," katanya.
Dalam masa tunggu tersebut, kata dia, sebetulnya sekolah telah diberikan fleksibilitas dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satunya, guru tak perlu mengedepankan penuntasan kurikulum dalam mengajar. Cukup disesuaikan dengan kondisi murid dan lingkungan di sekitarnya.
Diakuinya, tak ada guideline secara rinci. Mengingat, kondisi di lapangan pun sangat dinamis.
"Keadaan masing-masing sekolah kan juga berbeda," ungkapnya. Karenanya, pihaknya memilih memberikan definisi belajar yang luas sehingga dapat dikembangkan. Termasuk, belajar taat menjaga kesehatan hingga pengenalan seputar pandemi Covid-19.
Selain kurikulum, Kemendikbud juga menyiapkan modul bagi siswa. Khususnya yang berada di wilayah 3T. Modul akan membantu anak belajar dari rumah, dengan menyertakan apa saja yang dapat dilakukan orangtua bersama anak dalam masa tersebut. Diharapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat terlaksana dengan baik.(lum/mia/jpg)