Perempuan pengendara mengendara skuter memang sudah ada sejak lama. Belakangan, perempuan-perempuan ini membuat “rumahnya” sendiri untuk bisa berbuat lebih banyak dan lebih seru. Seperti apakah cerita seru itu? Sepenggal cerita itu berawal di sini.
(RIAUPOS.CO) - MEREK sepeda motor jenis skuter asal Italia, Vespa merupakan motor antik yang biasanya digemari oleh kaum pria. Sangat jarang ada perempuan yang mengendarainya sebagai kendaraan pribadi, apalagi untuk kegiatan riding dan sosial. Kalaupun ada hanya beberapa. Langkanya pengendara skuter perempuan, membuat perempuan yang berskuter menjadi unik sekaligus menarik untuk dibicarakan.
Meski langka, di beberapa kota besar di Indonesia seperti yang tercatat dalam literatur dunia digital, perempuan pengendara skuter ini mulai eksis dan membentuk komunitas skuter menjadi “rumah” mereka sendiri. Misalnya Ladies Scoot Bali di Kota Denpasar Bali, Perempuan Naik Scooter (PNS) di Tangerang, Femminile di Kota Kediri Jawa Timur, Scooter Bee dengan nama asal Scooter Barbie di Tangerang, dan Vespa Wanita Riau di Kota Pekanbaru Riau, serta beberapa komunitas skuter Vespa di kota lainnya.
Bunda. Begitu ia akrab disapa. Perempuan pemilik nama panjang Ni Nyoman Diera ini sudah berskuter sejak duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Skuter itu warisan dari bapaknya. Sekarang usianya sudah paruh baya. Bahkan skuter sejak SMP itu masih dipakainya sampai sekarang. Cinta pada Vespa luar biasa. Tak heran jika Bunda mahir membongkar-pasang ban skuternya sendiri, memperbaiki busi, dan kerusakan lain ketika lelah dan mogok.
Kesenangannya pada Vespa bukan hanya suka dan suka, tapi karena skuter baginya banyak memberi pelajaran. Skuternya yang sering bermasalah karena sudah berusia tua, membuat dirinya mengerti arti sabar, tulus, dan pengorbanan. Kekuatan filosofi atas cintanya pada Vespa inilah yang membuatnya mendirikan komunitas Vespa Wanita Riau di sekitar tahun 2016. Selain itu karena jarang perempuan bervespa, sementara perlu wadah sendiri untuk berbagai kegiatan yang dilakukan.
Bunda masih energik. Tegas berbicara, apa adanya, bersahabat dengan siapa saja dan sangat terbuka kepada mereka yang berbeda usia. Sekilas, seperti biasa, layaknya ibu-ibu lainnya. Tapi ia biasa bervespa ke jalan-jalan terjal, mendorong di jalan berbelok dan naik turun sambil membawa bantuan untuk masyarakat kurang mampu. Itu dilakukannya sudah sejak bertahun-tahun tahun silam.
Kesetaraan Gender
Vespa juga bisa untuk perempuan. Semangat inilah yang membuat Bunda terus bergerak dan berbuat dengan skuter, setia berkendara dengan Vespa. Sejak mengenal skuter di usia muda, Bunda sangat jarang bertemu dengan perempuan yang mengendarai skuter. Padahal, bukan hal yang tabu. Meski terlihat langka, tapi baginya asyik-asyik saja. Bahkan perempuan harus mampu mengendarai skuter atau kendaraan lain yang lebih digemari kaum lelaki. Baginya, kesetaraan gender ini penting agar perempuan ada di semua suasana dan kalangan.
Terlepas dari itu semua, isu kesetaraan gender memang lagi mencuat di mana-mana. Sebagai perempuan yang sudah lama menggemari Vespa, Bunda ingin meyakinkan kepada sesama kaumnya bahwa perbedaan gender jangan dijadikan masalah bagi perempuan yang memang hobi berkendaraan skuter. Apalagi sampai malu karena ada ejekan dari kaum pria. Justru semua itu dijadikan kekuatan, bahwa perempuan bisa. Sebaliknya, pujian juga jangan membuat lupa, apalagi sampai tidak berbuat untuk sesama.
‘’Jarang sekali perempuan yang mengendarai skuter Vespa. Di Pekanbaru tidak banyak. Di kabupaten/kota di Riau juga hampir tidak ada. Kalau ada dan saya tahu, saya langsung beri semangat. Maklum saja, kadang ada yang bilang, perempuan kok naik skuter. Ini sering didengar, tapi ini tantangan. Meski perempuan, kita bisa kok. Jadi tidak hanya laki-laki yang bisa ber skuter. Skuter ini juga melatih kesabaran dan kesetiaan. Saya setia sama Vespa. Dari kecil sampai sekarang masih ber skuter. Ini bukan sekadar suka dan hobi, tapi ada nilai kesabaran dan kesederhanaan di dalamnya. Apalagi kalau skuter tua, sering mogok, harga jualnya juga dikenal murah. Tapi Vespa itu unik dan beda. Apalagi skuter saya warisan dari bapak,’’ kata Bunda kepada Riau Pos.
Riding untuk Kemanusiaan
Melakukan perjalanan panjang ke berbagai provinsi juga dijalani Bunda dan rekan-rekan yang tergabung di Komunitas Vespa Wanita Riau. Bukan hanya perjalanan santai menyalurkan hobi riding, tapi juga untuk kegiatan sosial seperti mengantar bantuan ke beberapa lokasi di kabupaten lain. Kata Bunda, riding untuk kemanusiaan. Berkumpul untuk bersama membantu masyarakat lain.
Saat bencana alam terjadi di berbagai daerah baik banjir, longsor, gempa, gunung meletus dan lain sebagainya, Bunda dan rekan-rekannya juga melakukan penggalangan dana. Lalu dititipkan kepada mereka yang hadir langsung ke lokasi tersebut atau terkadang diantar sendiri. Di hari-hari besar yang berhubungan dengan perempuan seperti Hari Ibu dan Hari Kartini, Bunda dan rekan-rekan juga selalu menggunakan kesempatan tersebut sebagai momen untuk mengaktualisasikan kemampuan diri sebagai perempuan. Bahkan menghadirkannya secara fisik, misalnya menggunakan kebaya dengan mengendarai skuter saat perayaan Hari Kartini.
Tahun 2015 hingga 2017, saat kabut asap melanda Riau dengan parahnya, Bunda dan rekan-rekan juga menyalurkan bantuan berupa 1.000 masker kepada masyarakat. Tetap membaginya dengan menggunakan skuter. Masker ini selain dibagi di jalan-jalan raya, juga dibagikan ke berbagai tempat pusat keramaian tempat masyarakat sering berkumpul, seperti di pasar, kafe, sekolah dan lain sebagainya. Kata Bunda, sederhana, tapi tetap harus ada yang dilakukan untuk masyarakat banyak.
‘’Jadi bukan hanya berkomunitas. Tapi bagaimana komunitas kita bermanfaat bagi orang lain, riding untuk kemanusiaan,’’ kata Bunda lagi.
Lintas Generasi dan Komunitas
Berbagai usia perempuan yang tergabung dalam komunitas Vespa Wanita Riau ini. Jumlahnya memang tidak banyak karena memang tidak banyak perempuan yang hobi menggunakan skuter sebagai kendaraan. Tapi yang sedikit ini dimulai dari usia muda sampai Bunda yang sudah separuh baya. Lagi-lagi Bunda menyampaikan, keinginannya yang kuat menggandeng perempuan pengendara skuter ini karena di dalamnya banyak pelajaran. Kata Bunda, setiap perjalanan adalah pelajaran, termasuk berjalan dengan skuter dan dengan mereka yang berusia beda, selalu ada pelajaran di dalamnya.
Kehadiran Bunda dan rekan-rekannya tidak membuat mereka asing atau jauh dengan komunitas lain, termasuk komunitas Vespa sendiri yang mayoritas didominasi kaum lelaki. Bahkan selalu ada keakraban dan kebersamaan. Mereka selalu melakukan riding bersama, menyalurkan bantuan dan berkegiatan sosial secara bersama-sama. Layaknya komunitas, kegiatan sosial menjadi basis atas keberadaan mereka.(das)
Menghadiri kegiatan komunitas lain atau lintas komunitas juga tidak dilewatkan Bunda. Perempuan yang sudah makan asam garam sepanjang hidupnya ini, juga menjadi contoh dan panutan bagi generasi di bawahnya. Apalagi melihat sikap Bunda yang selalu terbuka dan selalu ramah kepada banyak orang. Hal ini diakui oleh perempuan-perempuan muda yang bergabung bersama di dalam komunitas Vespa Wanita Riau ini.
Tempat Belajar
Tri Julia Syafri Syaputri Harahap. Perempuan muda yang sebentar lagi berusia 23 tahun ini, sejak 2016 mulai mengenal Vespa. Sejak itu pula ia sering bergabung dan ikut Bunda dalam berbagai kegiatan sosial bersama Vespa. Alumni Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau (UIR) yang akrab disapa Boy ini, mengendarai vespanya setiap hari, saat pulang dan pergi kerja, atau ke mana pun dia melangkahkan perjalanannya. Vespa warna alvocado miliknya, menjadi sahabat setia yang unik dan sederhana.
‘’Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang saya dapat dari Bunda. Gimana bilangnya, ya. Mulai dari belajar arti persahabatan, saling menghargai, membantu sesama, semuanya dari Bunda. Bersama Vespa ini sangat luar biasa,’’ kata Boy.
Dipanggil Boy, padahal Tri Julia adalah perempuan. Ada pengalaman yang tak bisa dilupakan Boy juga terkait ini. Lagi-lagi semuanya karena skuter. Katanya, di kampus UIR tempatnya kuliah ada persatuan Vespa kampus. Dari sekian banyak pengendara Vespa, dia satu-satunya perempuan. Karena itulah ia dipanggil Boy. Baginya, itu hal biasa dan asyik-asyik saja. Bukan beban apalagi bencana.
Boy juga mengikuti banyak kegiatan bersama Bunda dan rekan-rekannya, termasuk turut membagikan masker dan mengumpulkan donasi saat bencana alam terjadi. Bahkan perjalanan panjang seperti ke Sumatra Barat dan kota lainnya, juga ia ikuti dengan gembira. Saat ini Boy bekerja. Vespa kesayangannya juga selalu menemani setiap perjalanannya.(das)
Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru