178 JALUR BEREBUT PIALA BERGILIR MENPAREKRAF

Pengobat Rindu Rantau Kuantan

Liputan Khusus | Minggu, 21 Agustus 2022 - 10:32 WIB

Pengobat Rindu Rantau Kuantan
Jalur asal Kuantan Tengah bersiap menuju pancang start. (MARDIAS CHAN/RIAU POS)

(RIAUPOS.CO) - Bagi orang rantau Kuantan, Idulfitri masih boleh tidak balik kampung. Tapi jika ada iven pacu jalur, maka mereka "wajib" balik kampung. Tapi dua tahun belakangan, baik mudik Idulfitri maupun "mudik" pacu jalur terkendala. Keduanya terhalang akibat wabah Covid-19. Idulfitri masih ada mudik karena hari raya itu tetap dilaksanakan. Tapi pacu jalur ditiadakan sejak sang virus merajalela. Barulah pada 2022 ini, iven tahunan itu kembali digelar. Pacu jalur tahun 2022 pun jadi pengobat rindu bagi tiap orang rantau Kuantan.

Dalam dua tahun belakangan, suasana hening menghiasi Sungai Kuantan di bulan Agustus. Baik pacu jalur ajang uji coba, pacu jalur rayon atau tingkat kecamatan, maupun pacu jalur tradisional iven nasional di Tepian Narosa Teluk Kuantan, semuanya tidak diselenggarakan. Tak ada terlihat ingar-bingar suara perpacuan dan sorak-sorai penonton di sepanjang Sungai Kuantan. Semuanya sepi dan hening. Namun sejak kasus Covid-19 melandai di Tanah Air dan Kuantan Singingi, Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi berhajat kembali melaksanakan tradisi masyarakat ini.


Banyak masyarakat yang menggelar ajang pacu jalur ajang latihan dan ajang uji coba. Karena meski kasus sudah jauh menurun, Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi tetap waspada. Hanya menetapkan dua lokasi sebagai pacu jalur rayon dan kecamatan. Yakni di Tepian Saidina Ali Kecamatan Kuantan Mudik dan Tepian Lubuak Sobae Kecamatan Kuantan Hilir.

Sungguh di luar dugaan, penonton pun membeludak. Mereka memadati tribun-tribun di sepanjang arena perhelatan pacu jalur.

“Ini bentuk kegembiraan dan kerinduan masyarakat akan tradisi ini,” papar Apriyus dan Ison warga masyarakat asal Kuantan Tengah berbincang dengan Riau Pos, Kamis (18/8).

Keduanya memperkirakan, pacu jalur iven nasional di Tepian Narosa Telukkuantan akan dipadati masyarakat Kuansing, baik di kampung halaman maupun dari perantauan.

“Tepian Narosa akan berubah menjadi lautan manusia,” ujar Apriyus.

Pendapat kedua orang masyarakat ini bukan tanpa alasan. Dua tahun tradisi ini tidak bisa dihelat. Tentunya, pacu jalur tahun 2022 ini akan menjadi pengobat rindu.

Menurut Datuk Paduko Rajo dari Kenegerian Teluk Kuantan, Ir Emil Harda MM MBA, festival iven nasional pacu jalur tradisional tahun 2022 ini akan menjadi pengobat rindu. Rindu karena tradisi ini tidak dilaksanakan seantero Kuantan Singingi, dan gembira menyambutnya kembali.

“Meski tidak diundang, mereka akan datang beramai-ramai. Karena di momen pacu jalur inilah mereka bisa mengekspresikan kerinduan dan kegembiraan bersama-sama,” papar Emil Harda.

Ini dilihat dari pelaksanaan pacu-pacu sokek, pacu godok istilahnya, pun penuh seperti pacu besar di Tepian Narosa. Ini pula yang membuat pacu jalur ini bisa bertahan lebih dari satu abad.

Pelaksanaan pacu jalur tahun 2022 berpijak pada pada pelaksanaan tahun 2019. Di mana orang adat dilibatkan. Itu dikarenakan pacu jalur berkaitan adat dan budaya, sehingga ketika itu disepakati berangsur-angsur diserahkan pada orang adat/pemangku adat.

Di tahun 2022, para pemangku adat mendukung pemerintah daerah. Konsep pemerintahan ke depan tali sapilin tigo, tigo tungku sajorangan. Umara (pemimpin), ulama, dan pemangku adat, “togak samo tinggi, duduk samo rondah” dalam membangun Kuantan Singingi ke depan. Sehingga ke depan Kuantan Singingi bisa menjadi daerah tujuan pariwisata nasional.

Pesta Rakyat Kuantan Singingi
Sejarah pacu jalur berawal abad ke-17. Di mana jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak dari Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.

Saat itu, memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya jalur itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang.

Kemudian dalam perkembangannya, muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayungnya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook