Idulfitri tahun ini terasa hambar seperti halnya tahun lalu. Tidak ada lagi keceriaan, senda gurau, berbagi cerita, dan tentu saja perjumpaan dengan keluarga besar di kampung halaman. Jika saja tahun depan kondisinya sama, maka para perantau bisa seperti Bang Toyib, tiga kali puasa tak pulang. Tiga kali lebaran tak mudik.
(RIAUPOS.CO) - KERINDUAN orang di tanah rantau telah memuncak. Yang di kampung pun juga demikian. Mereka begitu sangat menantikan hari-hari di mana perjumpaan dengan sanak saudara dari rantau tiba. Apakah itu anak, kakak, adik, keponakan, atau cucu yang selama ini hanya bisa didengar suaranya lewat sambungan telepon atau terlihat gestur wajahnya melalui video call.
Semua ini terjadi karena pemerintah kembali melarang mudik atau balik kampung seperti halnya tahun lalu. Terhitung sejak 6 Mei lalu hingga 17 Mei mendatang. Siapa yang mencoba-coba tetap nekat mudik, petugas di posko perbatasan sesuai instruksi pemerintah sudah siap mengadang. Mereka bakal memaksa pemudik untuk putar balik. Pelarangan tahun ini sepertinya lebih serius dari tahun lalu. Tidak hanya mudik antarprovinsi yang dilarang, tapi juga mudik lokal, antarkabupaten/kota di Riau. Ini mengingat penambahan kasus Covid-19 menunjukkan tren yang terus meningkat. Apalagi penambahan kasus harian terkonfirmasi positif di Bumi Lancang Kuning ini berada di level atas. Sempat berada di posisi dua nasional dengan tingkat kematian yang juga tinggi. Tak heran bila kemudian, tak hanya posko di perbatasan provinsi yang diperketat, tapi juga di perbatasan antarkabupaten/kota di Riau.
Kondisi ini sangat mengecewakan bagi para perantau yang ada di Riau, khususnya Pekanbaru. Bisa dibayangkan bagaimana kecewanya mereka. Tahun lalu tak bisa mudik, mereka masih bisa berdamai dengan kenyataan. Karena faktanya virus corona memang sedang mewabah saat itu. Dan sanak saudara di kampung halaman juga berharap para perantau untuk tidak pulang dulu atau menunda kepulangan dengan harapan Idulfitri tahun berikutnya pandemi mereda.
Ada harapan, Idulfiri tahun ini para perantau bisa balik karena ada sinyal memperbolehkan dari pemerintah. Mereka pun sudah bersiap-siap untuk menumpahkan kerinduan mereka yang bertumpuk-tumpuk dengan kampung halaman. Namun apa hendak dikata, pandemi tidak juga mereda. Bahkan di Riau berada di puncak tertinggi selama pandemi. Alhasil pemerintah kembali ambil kebijakan, tak ada mudik tahun ini alias mudik itu dilarang.
Keputusan pemerintah itu membuat Ermalita (47) terpukul. Ibu dua anak itu terpaksa harus memendam kerinduannya akan kampung halaman. Padahal sudah terbayang di benaknya perjumpaan dengan orang-orang yang dicintainya.
"Uni, Ita dak bisa pulang rayo tahun ko do. Ndak bulieh pulo baliek dek pamarintah. (Uni, Ita tak bisa pula pulang hari raya tahun ini.Tak boleh lagi pulang oleh pemerintah),"ujar Ermalita dengan suara parau saat menelepon kakaknya yang di Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) pascapemerintah menetapkan larangan mudik tahun ini.
Saat itu guru di SMAN 1 Tapung Kabupaten Kampar itu berada di tempat adik bungsunya di Pekanbaru, Rabu (5/5). Kala itu dia menjemput anak tertuanya yang nginap setelah sepekan selesai mengikuti ujian tulis berbasis komputer (UTBK) seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) di Kota Bertuah. Di ujung telepon, Yanti, kakak tertuanya itu menjawab dengan suara tak kalah lirih.
"Eh, tu bakpo lai, indak dapek aka dek kito. Itu pulo nan katuju dek pamarintah dih. Duo rayo ko lah kah basunyi-sunyi sajo kami nampaknyo. Indak ado sanak nan pulang dari rantau de. (Eh, macam mana lagi. Tak dapat pula akal sama kita. Itu pula yang diinginkan pemerintah. Dua hari raya ini sepi-sepi saja kami. Tidak ada saudara dari rantau yang pulang),"ujar wanita 60 tahun itu.
Yanti memahami dua adiknya beserta keluarga mereka kembali tak bisa merayakan Idulfitri bersama keluarga besar seperti halnya tahun kemarin. Agar kerinduan adik-adiknya bisa sedikit terobati akan kampung halaman, dia berencana mengirimkan beras dan rendang melalui bus/travel tujuan Pekanbaru dan Duri seperti yang dilakukannya juga tahun lalu. Kebetulan sebelum bulan puasa tiba, dia sudah selesai ke sawah, padinya sudah dipanen. Yanti ingin adiknya juga bisa merasakan beras baru hasil panen dari sawah mereka.
"Bisuak, cubo Uni tanyo ka travel kok lai bisa bakirim. Kok lai bisa, Uni kirimkan bareh jo randang untuak kalian. (Besok coba Uni tanya ke travel apakah masih bisa berkirim. Kalau bisa, Uni akan kirimkan beras dan rendang untuk kalian),"ujar Yanti.
Meski dua adiknya tak bisa pulang di hari raya, Yanti berharap mereka bisa pulang pada hari lain tatkala pemerintah sudah mencabut larangan mudik. Sebab, ibu mereka yang sudah berusia 77 tahun sangat merindukan anak dan cucu-cucunya yang ada di Riau. Sang ibu memang sudah sejak lama sakit. Bergelut dengan stroke dalam 18 tahun terakhir ini. Dia hanya bisa terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda kalau dia meminta. Bicaranya pun sudah sulit dimengerti, meski begitu pandangan dan pendengarannya masih tajam.
"Semoga adiak-adiak Uni nan di Riau sehaik-sehaik selalu, rukun-rukun sajo handaknyo. Kini ndak bisa basuo, semoga tahun muko kok lai. Tapi, kalau ndak ado larangan lai, usahokan juo pulang agak sabanta, Ibuk keceknyo tarogak. Ta, iko Ibuk nak mangecek. (Semoga adik-adik Uni nan di Riau sehak-sehat selalu, rukun-rukun saja hendaknya. Kini tidak bisa bejumpa, semoga tahun depan bisa. Tapi, kalau tidak ada larangan lagi, usahakan juga pulang meski sebentar, Ibu katanya rindu. Ta, ini Ibu mau bicara),"ujar Yanti sambil mendekatkan telepon kepada orangtuanya.
"Ta, baliek rayo yo. Kecekan ka adiak kau bagai. (Ta, pulang hari raya ya, bilang juga kepada adikmu),"ujar sang ibu dengan sangat mengharap.
Kepada sang ibu, Ermalita kembali menjelaskan tidak bisa pulang, karena pemerintah melarang. Tak ada lagi yang bisa dibuatnya, kecuali pasrah dengan keputusan pemerintah.
"Ndak bisa pulang do Buk. Nanti kalau ndak ado larangan, in sya Allah, Ita pulang di hari lain. Pas hari rayo, kito video call sajolah rami-rami sakaluarga, paubek tarogak,"ujar Ita dengan mata berkaca-kaca.
Kepada kakaknya, Ermalita juga mengatakan dia tak bisa berkirim lewat bus atau travel seperti yang pernah dia lakukan. Pasalnya terhitung 6 Mei hingga 17 Mei, pemerintah sudah memberlakukan tidak ada aktivitas untuk semua moda transportasi. Apakah itu darat, laut, dan udara. Posko-posko di perbatasan pun sudah diaktifkan.
"Ita pun indak bisa bakirim. Soalnyo, tadi (Rabu, 5/5), Ita tanyoan ka travel, nio mangirim gorden untuk Uni, katonyo ndak bisa. Mulai 6 Mei sampai 17 Mei indak beroperasi do,"ujar Ita sebelum mengakhiri pembicaraan telepon dengan kakak tertuanya itu.
Lain lagi dengan Brilianti Polem (42), tidak boleh mudik tahun ini berarti sudah enam tahun dia tidak pulang ke kampung halamannya di Pulau Tello, Nias Selatan, Sumatera Utara. Terakhir kali dia balik kampung pada Idulfitri 2014. Kebetulan saat itu satu-satunya saudari perempuannya menikah selepas hari raya. Seluruh keluarganya yang dari rantau pulang. Betapa senang hatinya kala itu. Jadi, wajarlah betapa besar rindunya dia dengan kampung halaman dan sanak saudaranya saat ini.
Sejatinya tahun ini dia wajib pulang. Demikian juga dengan saudara-saudaranya yang ada di Sumbar, Jakarta, dan Jawa Barat. Sebab adik dia yang paling bungsu akan mengakhiri masa lajangnya. Namun karena sesuatu dan lain hal, termasuk di antaranya karena Covid-19, pernikahan sang adik yang harusnya selepas Idulfitri diundur setelah Iduladha. "Sudah enam tahun tak pulang. Kalau pun mudik, itu ke tempat mertua di Sumbar. Tapi, tahun lalu juga tak bisa pulang ke Sumbar karena larangan pemerintah,"ujar Brilianti.
Meski tak pulang, Brilianti selalu mengirimkan paket keperluan lebaran untuk ibu dan saudara-saudaranya di kampung. Dia selalu menitipkan paketnya kepada orang kampungnya di Pekanbaru yang berencana mudik. Tahun lalu, mudik juga dilarang. Nyaris dia tidak dapat berkirim paket, untung saja dia bisa menemukan jasa pengiriman barang ke sana, sehingga tradisi dia mengirimkan paket lebaran setiap tahun tetap bisa terjaga.
Brilianti bercerita kampungnya memang jauh, di salah satu pulau terluar Indonesia di pantai barat Sumatera yang membuat dia tidak bisa mudik setiap tahun. Pasalnya diperlukan ongkos yang cukup besar. Harus mengumpulkan uang terlebih dulu. Untuk menuju kampungnya di Pulau Tello sana, dia harus menaiki dua atau tiga moda transportasi. Transportasi darat dari Pekanbaru ke Padang, udara dari Padang ke Bandara Lasondre, kemudian naik kapal penyeberangan ke Pulau Tello sekitar 30 menit.
Untuk pesawat hanya dua kali dalam sepekan, sementara kalau kapal biasanya sekali dalam dua pekan yang menempuh perjalanan 18 jam untuk sampai ke tujuan. Kabar terbaru memang ada kapal cepat yang hanya sembilan jam sudah sampai tujuan, tapi ongkosnya mahal seperti halnya pesawat.
"Meski mudik saya tertunda, setidaknya saya bisa senang karena kiriman paket lebaran saya sudah diterima sanak saudara,"ujarnya.
Ketat di Hari Pertama
Hari pertama pemberlakuan larangan mudik, Rabu (6/5) dua bus NPM dari Medan tujuan Bukittinggi diberhentikan petugas penyekatan Simpang Garuda Sakti-Kubang karena masih melakukan perjalanan. Para penumpang bus protes mengapa mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan.
”Bus kami rusak pak di perbatasan Medan-Riau, sehingga kami terlambat masuk ke Pekanbaru,"jelas salah seorang penumpang NPM kepada Kapolsek Tampan Hotmartua Ambarita.
"Kiranya Bapak memberikan pertimbangan agar kami bisa pulang ke Bukittinggi, atau memberikan solusi untuk bisa kami pulang kampung,"jelasnya.
Sempat terjadi dialog antara penumpang bus NPM dengan Kapolsek Tampan. Tetapi Kapolsek Tampan meminta para penumpang bus kembali ke pool bus atau mereka akan dibawa ke tempat karantina yang sudah disediakan pemerintah.
"Terhitung tanggal 6 Mei sesuai dengan aturan dari pemerintah bahwa tidak ada yang melakukan perjalanan. Saya hanya menegakkan aturan dan meminta para penumpang bus untuk kembali ke pool bus atau dibawa ke tempat karantina,"jelas Kapolsek.
Beberapa penumpang bus minta solusi dari petugas mengingat di pos penyekatan pos perbatasan Sumut-Riau dan mereka masih bisa juga lewat di pos penyekatan Duri, tetapi di pos penyekatan Garuda Sakti Pekanbaru mereka tak bisa lewat.
"Kami mohon pak petugas bisa memberikan solusi,"jelas mereka.
Kapolsek Tampan mengatakan, kepada mereka untuk tidak bisa memberikan solusi karena sesuai aturan, bahwa mulai tanggal 6 Mei tidak ada perjalanan. Akhirnya para penumpang dua bus NPM memilih ke pool bus daripada dibawa ke tempat karantina.
Hari pertama di pos penyekatan perbatasan Pekanbaru Kampar dekat kampus UIN Suska, juga sangat ketat. Kendaraan dari arah Bangkinang tak bisa lewat Pekanbaru. Hanya truk dan mobil dinas pemerintah dan berapa pengendara yang menunjukkan surat yang bisa lewat.
"Kami mau bekerja di daerah Jalan Soekarno-Hatta. Tidak bisa lewat, disuruh lewat Jalan Eka Tunggal. Jadi terpaksa kami kami putar balik lagi. Padahal kami hanya ingin bekerja," ujar Hakim.
Kendati ketat di hari pertama, perjalanan pemudik ke kampung halaman di hari berikutnya tidak seketat di awal. Riau Pos mendapatkan beberapa laporan bahwa di waktu-waktu tertentu petugas membiarkan saja kendaraan yang lewat. Pengetatan mudik dalam provinsi seperti dilonggarkan kembali. Beberapa pemudik juga terlihat bisa membaca situasi. Ada saatnya ketika petugas tidak ada di posko. Atau mereka ada, tapi membiarkan semua kendaraan lewat.
Seorang pengantar air galon dari Bukit Sikumbang, Kampar menyebutkan bahwa ia bisa lewat tanpa melewati penyekatan di perbatasan Pekanbaru-Kampar. Tak hanya ia yang membawa pikap dengan air galon, tapi semua mobil pribadi di depan dan belakangnya juga bebas melenggang memasuki batas Pekanbaru-Kampar.
"Hari pertama saja yang ketat. Berikutnya lewat saja kelihatannya,"ujarnya.
321 Personel Dishub Disiagakan
Untuk membantu penjagaan pos penyekatan mudik lebaran tahun 1442 Hijriyah, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Riau bersama dengan dishub kabupaten/kota menyiagakan sebanyak 321 personel.
Kepala Dishub Riau, Andi Yanto mengatakan, ratusan personel Dishub tersebut melakukan penjagaan di pos penyekatan bersama dengan unsur lainnya seperti dari pihak kepolisian, TNI, Satpol PP, Dinas Kesehatan, BPBD dan beberapa instansi terkait lainnya.
"Personel tersebut ada yang ikut menjaga di pos perbatasan Provinsi Riau dengan provinsi tetangga, dan ada pula yang di pos perbatasan antarkabupaten/kota. Totalnya 321 orang,"katanya, beberapa waktu lalu.
Jumlah pos penyekatan antar kabupaten/kota terdapat sebanyak 49 titik. Sementara pos antarprovinsi sebanyak sembilan titik.
"Tahun ini karena tidak ada kegiatan mudik, maka pos penyekatan bergabung dari beberapa unsur tersebut,"ujarnya.
Jenis kendaraan yang dilarang melintas selama peniadaan mudik adalah kendaraan bermotor umum dengan jenis mobil bus dan mobil penumpang. Kendaraan bermotor perseorangan dan jenis mobil penumpang, mobil bus serta kendaraan bermotor serta kapal angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun ada juga pengecualian seperti kendaraan pengangkut sembako, kendaraan yang membawa orang sakit, kendaraan dinas operasional TNI polri, dan kendaraan pemadam kebakaran.
Saat ditanyakan terkait sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang nekat melaksanakan mudik, sesuai dengan pernyataan Kapolda Riau, maka mereka yang nekat mudik akan dikarantina di bekas SPN di Rumbai.
"Karena itu kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi larangan mudik tersebut. Hal tersebut demi kepentingan bersama untuk dapat memutuskan rantai penyebaran Covid-19,"imbaunya.
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru Sunarko menjelaskan, pos penyekatan perbatasan di Pekanbaru yang menjadi leading sector-nya pihak kepolisian. Pihak Dinas Perhubungan sifatnya hanya membantu saja.
"Kami hanya mendampinginya saja. Pihak Dishub mengikuti tupoksinya saja. Kami tidak di depan sekarang ini. Pihak kepolisian yang memimpin sekarang," jelasnya.
Salat Id di Rumah
Dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Pekanbaru, maka Pemko Pekanbaru membuat keputusan ekstrem. Tempat usaha, mal, pusat perbelanjaan, dan tempat wisata ditutup selama tiga hari. Selain itu, Salat Idulfitri (Id) juga hanya boleh dilaksanakan di rumah. Keputusan itu dituangkan dalam Surat Edaran 10/SE/2021. Dalam surat edaran tersebut, kumandang takbir pada malam Idulfitri 1442 H/ 2021 M hanya di masjid/musala dengan jumlah terbatas. "Tidak diberikan izin takbir keliling atau kegiatan lainnya dalam bentuk apapun yang menyebabkan kerumunan massa,"ujar Wali Kota Pekanbaru, Firdaus.
Pelaksanaan salat id tidak diizinkan dilaksanakan pada lapangan terbuka atau di masjid dan musala. Salat id hendaknya dilakukan di rumah saja. Keputusan ini mempedomani fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idulfitri di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, silaturahmi dan tradisi saling mengunjungi ke rumah hanya sebatas keluarga inti dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatan individu guna menghindari potensi penularan Covid-19 kepada keluarga.
"Tidak mengadakan open house atau halalbihalal hari raya Idulfitri,"tambahnya.
Yang juga penting, harus jadi perhatian adalah seluruh pelaku usaha pusat rekreasi/hiburan umum/kafe/pub/KTV/pusat perbelanjaan dan mal pada libur Idulfitri diwajibkan menutup usaha terhitung tanggal 11-13 Mei. Kecuali usaha esensial bahan keperluan pokok dan usaha kesehatan. Khusus kepada pelaku usaha rumah makan dan restoran tidak melayani makan di tempat hanya layanan bawa pulang (take away).
Masyarakat tetap diimbau untuk mematuhi, saling mengingatkan, mengedukasi dan memberikan kesadaran baik kepada keluarga maupun masyarakat untuk memutus penyebaran Covid-19. Dengan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) yaitu menerapkan 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas interaksi), menjaga daya tahan tubuh, serta tetap melakukan ikhtiar dan berdoa.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru per 5 Mei 2021, total kasus positif Covid-19 tercatat sebesar 21.652 kasus dengan 402 kasus di antaranya meninggal dunia. Saat ini, ada 2.472 kasus aktif yang masih dalam penanganan. Di Pekanbaru juga saat ini 44 dari 83 kelurahan sudah dinyatakan sebagai zona merah penyebaran Covid-19. Yaitu kelurahan yang memiliki angka kasus positif Covid-19 aktif di atas 10 kasus.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pekanbaru Dr H Edwar S Umar mengimbau agar daerah yang masuk di wilayah zona merah dan oranye untuk melakukan salat di rumah saja. Baik itu salat tarawih maupun Salat Id. Salat Id hanya boleh dilakukan di zona hijau dan kuning. Itu pun dengan protokol kesehatan dengan pembatasan 50 persen, menggunakan masker, menjaga jarak, tidak bersalam-salaman, pengecekan suhu tubuh.
Hal senada diungkapkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, Prof Dr H Ilyas Husti MA. Ia mengatakan, untuk pelaksanaan salat Idulfitri 1442 Hijrah pada wilayah zona merah dan oranye hendaknya di rumah masing-masing. Sementara, terhadap wilayah yang aman Covid-19 (zona hijau dan zona kuning) pelaksanaan salat id dilaksanakan di lapangan atau di masjid/musala dengan tetap menerapkan prokes.
Tak Ada Silaturahmi Keliling
Akibat Covid-19 pula tidak ada lagi silaturahmi keliling yang jadi kebiasaan jamaah masjid. Salah satunya Masjid Ar-Ridho Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai. Ketua Pengurus Masjid Ar-Ridho, Ustaz H Bukhari SAg menyebutkan, tahun lalu juga tidak diadakan silaturahmi keliling dari rumah ke rumah ini.
"Ada larangan pemerintah tahun lalu. Tahun ini pun sudah turun larangan. Jadi kami tiadakan lagi,"ujar Bukhari.
Tradisi silaturahmi jamaah Masjid Ar-Ridho tergolong unik untuk ukuran perkotaan. Usai salat id, jamaah berkumpul di masjid. Mereka lalu datang ke rumah jamaah satu per satu. Mulai dari rumah ketua masjid, lalu pengurus lainnya. Beranjak pula ke rumah jamaah yang tua hingga ke jamaah lainnya. Tidak ada yang disisakan. Selagi jamaah, yang ditandai sering datang ke masjid saat salat wajib, maka rumahnya akan didatangi. Tak peduli kaya atau miskin, rumah besar atau kecil. Bahkan rumah petak. Orang lama atau pendatang, kerja kantoran atau serabutan.
"Syaratnya jamaah yang rutin datang ke masjid,"ujar Bukhari.
Jamaah akan saling mengingatkan tentang rumah mana lagi yang akan didatangi berikutnya. Kadang ada debat kecil ketika satu rumah tidak disinggahi sementara tetangganya didatangi. Biasanya, akan ada takbir dan membaca doa di satu rumah. Setelah itu berbincang ringan. Kadang makan kue hingga lontong. Makin siang, ketika makin banyak rumah yang disinggahi, kadang hanya takbir dan doa saja.
Satu rombongan silaturahmi ini bisa berjumlah hingga 50 orang. Makin siang biasanya makin banyak. Sebab, ada yang tidak ikut dari awal, tapi ketika rumahnya didatangi, mau tak mau harus ikut silaturahmi berikutnya ke rumah tetangga. Sebab, mumpung ikut rombongan, maka dapat sekaligus bertandang ke rumah tetangga, yang kadang tak terjangkau semua.
Tapi semua itu kisah lama. Tahun lalu tidak ada akibat pandemi. Tahun ini pun demikian. Ada beberapa suara dari jamaah untuk melakukan lagi karena salat tarawih dan nantinya Idulfitri diadakan. Kenapa silaturahmi tidak?
"Kita tak mau berurusan. Sebab sudah dilarang. Nanti diperiksa-periksa polisi pula,"ujarnya.
Tradisi ini sudah lama diikuti jamaah. Setidaknya sudah 20 tahun terakhir. Baru dua tahun terakhir absen. Ketua pengurus masjid pertama yang mengadakan bernama H Bakhtiar Atan. Itu sudah dilakukan jamaah masjid ini di awal tahun 1990-an. Tradisi ini mengadopsi beberapa tradisi kampung, terutama di pesisir. Misalnya di Kubu, Rokan Hilir dan Bengkalis. Bakhtiar Atan sendiri berasal dari Kubu. Ada juga pengurus dari Bengkalis. Di Kota Terubuk ini, biasanya tradisi saling kunjung dilakukan pada malam hari. Setelah Bakhtiar Atan wafat, pengurus masjid berikutnya tetap meneruskan tradisi ini.
"Baru dua tahun terakhir tak berjalan,"ujarnya.
Alam Mayang Tetap Buka
Kendati sudah ada larangan, sejumlah tempat wisata di Pekanbaru berencana tetap buka saat liburan Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriyah. Seperti yang dilakukan Taman Rekreasi Alam Mayang. Sehingga masyarakat Pekanbaru tidak usah bingung untuk mencari tempat hiburan.
Menurut Owner Taman Rekreasi Alam Mayang Drs Riyono Gede Trisiko MM, pihaknya telah melakukan berbagai perawatan, sehingga pengunjung yang tidak mudik bisa merasa senang dan nyaman berwisata. Kemudian persiapan lainnya seperti menambah prokes, memberi imbauan-imbauan, seperti misalnya sebelum dan sesudah berenang harus berkumur air garam. "Ini salah satu edukasi kita. Kemudian juga isap-isap antibiotik. Karena berkumur pun kalau kita gunakan hanya dilakukan dua kali sehari, kalau lebih akan merusak,"ujarnya.
Selain itu, kata Riyono, pihaknya juga menyiapkan pos kesehatan. Di mana pengunjung bisa cepat melakukan cek kesehatan.
"Kita juga membagikan vitamin, air jahe dan air garam gratis,"jelasnya.
Disinggung soal jumlah pendapatan selama pandemi Covid-19, diakuinya sebelum PPKM, jumlah pengunjung sudah berjalan 50 persen, tapi karena adanya PPKM ini, apalagi saat Ramadan tinggal 10-15 persen untuk jumlah kunjungan.
"Kami berharap, pada Idulfitri ini dan pengalaman pada tahun baru, peningkatannya bisa 50-60 persen dari iven standar yang kita buat,"ujarnya.
Apalagi sebutnya kalau Taman Rekreasi Alam Mayang ini, titik tertinggi pengunjung 15 ribu. Itu ketika iven jumlah. Sekarang, dapat 6 ribu dan 7 ribu sudah bagus.
"Itu sudah 50 persen, karena kita tak bisa melebihi 50 persen. Pada tahun baru lalu kita dapat 6 ribuan pengunjung. Apalagi saat Idulfitri nanti kita batasi. Ada zona batasannya dan tidak boleh rapat,"jelasnya.
Dengan areal 24 hektare, kalau dibagi satu meter jumlahnya, tapi kan tak bisa dilakukan karena pengunjung melakukan aktivitas mobile di dalam areal rekreasi.
"Harapan saya, yang pertama, karena masih PPKM, kepada masyarakat mari kita patuhi imbauan pemerintah, sehingga kita berekreasi menjadi aman. Kemudian dalam perjalanan kita jangan lupa patuhi prokes. Sebab sejauh ini di alam mayang belum ditemukan pengunjung yang positif. Kita berharap mereka yang berkunjung ke Alam Mayang sehat. Kalau kita tidak sehat jangan berwisata,"ujarnya.
Riyono yang juga menjabat sebagai Dewan Pimpinan Daerah Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (DPD PUTRI) Provinsi Riau mengakui merasa cemas akibat pemberitaan di media pada tahun lalu. Namun, kekhawatiran itu sirna karena ternyata minat masyarakat untuk berpariwisata sangat tinggi.
"Kita melihat daripada animo atau semangat berbelanja. Ini ukuran kita. Yang kedua, minat saat berbuka puasa. Ketika belanjanya tinggi, kita berharap konsumsi juga tinggi saat Idulfitri. Apalagi saat Idulfitri, masyarakat tidak bisa ke luar kota,"ujarnya.
Selain itu, Riyono merasa optimis pada tahun ini kunjungan wisata masih tinggi, mengingat dengan jumlah penduduk Pekanbaru 1,3 juta jiwa, tingkat pariwisatanya masih tinggi. Pihaknya mengimbau masyarakat yang hendak melakukan wisata, yang pertama harus berbadan sehat. Kedua, dalam perjalanan harus mempersiapkan obat-obat pribadi. Seperti yang punya alergi dan macam-macam harus diantisipasi. Ketiga, masyarakat harus bisa memilih tempat tempat wisata yang memenuhi standar yang menjadi ketentuan pemerintah.
Hal ini katanya karena berjamurnya tempat wisata, kemudian banyaknya tempat komunitas yang baru. Itu perlu diperhatikan dengan kelengkapan sarana kesehatannya. Karena euforia masyarakat berhari raya, kemudian berkumpul di mana saja, sehingga mengabaikan prokes. Tentu ini menjadi masalah baru.
"Oleh karenanya, masyarakat bisa memilih tempat wisata yang menjamin rasa sehatnya,"ujarnya.
Yang kempat, ketika orang melakukan traveling, orang ada di dalam kendaraan sangat lama. Karenanya mungkin tidak ada salahnya, pengemudi bus, ataupun usaha bus yang akan melakukan perjalanan, bukan hanya mempersiapkan handsanitizer, tapi air sanitizer. Disemprot di udara sebagai disinfektan, sehingga udara di dalam mobil itu dijamin bersih.
"Di samping kita tetap menggunakan masker dan prokes lainnya,"pungkasnya.
Sementara itu, Ima, salah seorang warga Pekanbaru mengatakan, dirinya bersama keluarga hanya bisa pasrah saja pada Idulfitri tahun ini. Biasanya, setiap tahun saat Hari Raya Idulfitri dirinya sering ke luar daerah, seperti ke Sumatera Barat. Namun, akibat mudik dilarang dengan penyekatan jalan, dirinya belum punya rencana. Soalnya, dirinya dan keluarga sebisa mungkin menghindari tempat keramaian. "Mau ke taman rekreasi, mal dan waterboom mempunyai risiko tinggi untuk datangnya virus kalau kita melanggar prokes. Jadi kalau mau aman ya kita harus menahan diri di rumah saja,"ujarnya.
Hal senada juga diucapkan Omy. Pada tahun lalu bisa jalan-jalan keluar daerah. Namun, untuk tahun ini masih mencari tempat yang aman dan nyaman untuk bersantai dengan keluarga.
"Semoga saja masalah Covid-19 ini cepat berlalu, sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan bebas, seperti belum ada virus corona,"ujarnya.(ted/kom/muh/sol/ali/eca)
Laporan : TIM RIAU POS (Pekanbaru)