Para Pejuang demi Merdeka dari Covid-19

Liputan Khusus | Selasa, 17 Agustus 2021 - 10:13 WIB

Para Pejuang demi Merdeka dari Covid-19
Ilustrasi (GRAFIS: AIDIL ADRI)

BAGIKAN



BACA JUGA


Beberapa terapi yang dilakukan saat isoman adalah berlatih pernapasan. Hal ini dilakukan saat selesai melakukan salat. Lalu pada 5 Mei 2021, dirinya kembali melakukan tes swab. Di mana setelah menunggu dua hari, hasilnya negatif. Tapi, karena efek dari terpaan virus, tubuh masih belum normal dan masih sering terasa capek, pergerakan terasa lemah, jalan sedikit saja sudah capek.

"Dokter bilang, badan harus dilatih," katanya.


Makanya pada pukul 10.00 WIB dirinya berjemur dan jalan. Banyak minum, minum susu dan makanan original seperti sayur capek, brokoli, sawi, dan tak dikasih garam. Lama-kelamaan kondisi tubuh berangsur membaik dan untuk jalan sudah bisa agak jauh dan berkurang rasa capeknya.

Jadi diakuinya, dirinya beristirahat memerlukan waktu yang lama. Di rumah sakit dua pekan dan saat isoman di rumah satu bulan. Kondisi saat dirawat di rumah sakit yang juga berdampingan dengan beberapa pasien terpapar lainnya menjadikan psikis menjadi tidak baik. Belum lagi dirinya tidak pernah mengenal siapa perawat yang masuk.

"Saat itu, saya berpikir seperti halusinasi. Anakku bagaimana? Istriku bagaimana? Saat itu pikiran seperti anak-anak. Pikiran macam-macam. Hal ini mungkin juga dikarenakan kurang asupan oksigen. Mana bergerak tak kuat, sementara keringat banyak. Yang membuat tambah stres kita tak boleh dikunjungi. Namun karena disemangati istri dan adik akhirnya semangat hidup itu muncul. Apalagi saya diingatkan untuk mengisi perut. Intinya perut tidak boleh kosong," ujarnya.

Saat ini dirinya sudah bekerja kembali. Ada beberapa kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan sehingga lebih peduli lagi dengan tubuh. Asupan apa yang harus dimakan serta membuat saya semakin dekat dengan Sang Pencipta. "Juga saya harus sampaikan bahwa mematuhi prokes adalah harus dilakukan demi menjaga kesehatan kita dan juga orang-orang di sekitar kita," ujarnya.

Berjuang dalam Visi Kemanusiaan
Pandemi Covid-19 di Riau telah berjalan hampir satu setengah tahun. Tidak juga terlihat tanda-tanda kapan akan berakhir. Namun hal itu tidak menyurutkan perjuangan komunitas Relawan Peduli Covid-19 Riau. Adanya visi kemanusiaan yang tertanam  dalam diri membuat mereka bekerja tanpa pamrih untuk melakukan apa yang bisa diperbuat agar Bumi Lancang Kuning ini merdeka dari Covid-19.

Penasihat Relawan Peduli Covid-19 Riau Toni Lim menyebut, perjuangan melawan Covid-19 ini merupakan wujud dari sebuah kebersamaan. Ada perhatian yang cukup besar dari semua pihak. Baik dari donatur yang tidak kenal lelah dalam memberikan sumbangsih kepada pihaknya dan panitia luar biasa yang tergabung dalam Relawan Peduli Covid-19 Riau. Dikatakan Toni, semuanya bergandengan tangan untuk berbagai aksi sosial.

Dari awal pandemi saat kesusahan mendapatkan alat pelindung diri (APD), mereka pun turut membantu. Ketika masyarakat kesulitan ekonomi akibat penerapaan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), relawan pun ikut membantu menyalurkan sembako. Begitu pula halnya dengan donor darah. Saat kesulitan mendapatkan darah di masa pandemi, relawan pun ikut menggerakkan hal itu.

Demikian juga dengan kegiatan vaksinasi, mereka ambil bagian untuk menyukseskan program pemerintah tersebut dengan menggelar vaksinasi massal bekerja sama dengan berbagai pihak.

"Ini bisa berjalan berkat kerja sama semua pihak. Tidak bisa kita berjalan sendiri. Bersyukur semuanya (relawan, red) menilai kegiatan kemanusiaan ini sangat positif. Teman-teman semua sangat mendukung. Sehingga kegiatan bisa berjalan baik dan lancar sampai saat ini. Dan apa yang kami lakukan mendapatkan perhatian dari pemerintah dan forkopimda," ujar Toni menjawab Riau Pos, Kamis (12/8).

Ditambahkan Toni, saat rumah sakit di Indragiri Hulu (Inhu) kesulitan dalam mendapatkan oksigen, mereka pun juga hadir di sini. Bekerja sama dengan Polda Riau, relawan pun mengirimkan 17 tabung oksigen ke RSUD Indrasari, Rengat.

Toni menjelaskan, di komunitas Relawan Peduli Covid-19 Riau semua bekerja dengan sukarela. Siapa pun bisa menjadi relawan. Termasuk para wartawan yang punya peranan penting dalam memberikan dukungan kepada Relawan Peduli Covid-19 Riau untuk memberikan informasi kepada masyarakat.

"Kita semua sama. Kami tidak membedakan. Siapa saja mau bergabung, siapa saja yang punya visi kemanusiaan, semua kita jadi satu. Makanya nama Relawan Peduli Covid-19," ujar Toni.

Toni sadar apa yang dilakukan relawan ini tentu sangat berisiko terpapar Covid-19. Untuk itu dia menekankan pentingnya menerapkan protokol kesehatan (prokes).

"Kami berharap sama-sama menjaga prokes. Kepada panitia dan relawan semuanya juga hati-hati dalam menjalankan tugasnya. Termasuk juga memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya prokes. Kami berharap semua bisa bersatu menjaga prokes sehingga pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa berkegiatan seperti biasa," ujarnya.

Berjuang Melawan Rasa Takut
Sebagai tenaga kesehatan, para perawat tahu persis risiko bekerja di sektor ini. Mereka harus bertaruh nyawa karena pasien yang diurus sudah pasti positif Covid-19. Ketakutan mereka berdasar. Beberapa rekan perawat telah meninggal akibat terpapar Covid-19. Perawat di Pekanbaru yang meninggal karena Covid-19 ada empat orang. Dua perawat dari RSI Ibnusina, satu dari Puskesmas Simpang Tiga dan satu perawat dari RS Petala Bumi. "Yang terbaru dari RS Petala Bumi. Baru dua pekan lalu. Sedang hamil tujuh bulan," ujar Ketua Persatuan Perawat Nasional  Indonesia (PPNI) Pekanbaru, Dipa Handra Ns SKep.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook