LIPUTAN KHUSUS

Gowes di Pekanbaru Tak Lagi Aman?

Liputan Khusus | Sabtu, 10 Juli 2021 - 10:05 WIB

Gowes di Pekanbaru Tak Lagi Aman?
Ilustrasi koran Riau Pos (TIM RIAU POS)

BAGIKAN



BACA JUGA


Kota “Kaget”

Pekanbaru memang belum begitu ramah bagi pesepeda atau olahraga lainnya. Sekali sepekan memang ada hari bebas kendaraan atau car free day (CFD). Tapi itu dulu, sebelum Covid-19 melanda dunia. Sekarang, ketika CFD ditiadakan, maka jalur sepeda pun sulit. Bahkan di hari Ahad pun harus “berebut” tempat dengan pengguna kendaraan bermotor.


Pengamat perkotaan, Dr Muhammad Ikhsan punya istilah menarik untuk menggambarkan penataan kota yang tidak memadai ini. Selain masih kurangnya trotoar, pedestrian, jalur sepeda juga masih minim. Pekanbaru disebutnya sebagai “kota kaget” karena tidak siap dengan fasilitas umum, termasuk jalur sepeda ini.

“Jadi memang tidak dipersiapkan sejak awal untuk jalur sepeda. Ini yang harus diperbaiki ke depan,” ujar Ikhsan.

Sebagai kendaraan yang tidak bisa kencang, sepeda hampir dianggap sebagai “pengganggu” saja di jalan raya. Padahal menurutnya penting sekali mengakomodir sepeda, baik sebagai sarana olahraga maupun moda transportasi. Makanya jalur sepeda memang harus disiapkan, biasanya di paling kiri jalan, bahkan bisa di trotoar pada ruas jalan tertentu. Tentu ada waktunya juga berbagi dengan pejalan kaki, yang bisa ditandai dengan marka jalan khusus. Diberi cat khusus.

“Pada beberapa titik perlu dilakukan pelebaran jalan, atau bisa juga pada pedestrian yang ditandai khusus,” ujar Ikhsan.

Sekarang ini, kendati beberapa ruas sudah ditandai bagi pesepeda, praktiknya tak berjalan. Pesepeda seperti mencari jalan sendiri. Ini yang menurutnya perlu diperbaiki.

Moda Transportasi

Menurut Ikhsan, Pemko Pekanbaru harus sudah mempersiapkan sepeda sebagai sarana transportasi. Jadi sepeda tidak hanya sebagai sarana olahraga dan rekreasi saja. Kendati mungkin masyarakat Pekanbaru belum begitu familiar dengan penggunaan sepeda sebagai transportasi, tapi harus sudah mulai dipersiapkan sarana dan prasarananya. Di kota-kota di luar negeri, sebutnya, bersepeda dengan jarak sekitar 5 km bisa lebih cepat dibandingkan menggunakan mobil. Penyebabnya adalah mobil banyak mendapatkan halangan, mulai dari jalan macet, jalan searah, jauhnya tempat berputar (u-turn), hingga susahnya mencari tempat parkir.

“Sepeda tidak seperti itu. Banyak previlege-nya,” ujar Ikhsan.

Di antara previlege atau kekhususan yang dimiliki sepeda adalah, bisa menyeberang parit, bisa jalan di trotoar untuk jalur tertentu, bahkan untuk sepeda lipat bisa dibawa ke lift, elevator, jembatan penyeberangan, bahkan di kota besar bisa masuk kereta atau KRL/MRT. Sebagai sebuah kota besar, Pekanbaru sebaiknya dirancang ke arah itu.

“Alat ukur keberhasilan transportasi perkotaan itu adalah berkurangnya kendaraan bermotor dan beralih ke transportasi massal. Jika transportasi massal sudah marak, pejalan kaki dan pesepeda akan marak juga,” ujarnya.

Untuk itu, dia mendorong sarana dan prasarana untuk pejalan kaki dan pesepeda ini ditingkatkan. Dia bahkan mendorong bersepeda tak hanya untuk olahraga dan rekreasi, tapi benar-benar menjadi salah satu moda transportasi. Bahkan program  bekerja menggunakan sepeda patut didukung.

“Harus dimulai dan terus diperbanyak,” ujarnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook