BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Musim kemarau yang melanda selama dua bulan ini, selain menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, warga sejumlah desa di Kecamatan Bantan kesulitan mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari.
Desa-desa yang kini mengalami kesulitan air akibat kemarau berkepanjangan, di antaranya, Desa Teluk Papal, Mentayan, Bantan Tengah, Ulupulau, Bantan Air, Bantan Sari, Bantan Timur, Muntai, Muntai Timur, Pambang Baru, Pambang Pesisir, Teluk Pambang, Sukajadi, Kembung Luar, Kembung Baru dan Teluk Lancar.
Seperti halnya di Desa Teluk Papal dan Mentayan, akibat kemarau hampir dua bulan ini, menyebabkan kolam dan sumur yang menjadi sumber pasokan air warga untuk mandi dan mencuci, juga kering. Bahkan parit-parit aliran air di depan rumah warga kering kerontang, bahkan tanahnya merekah.
Tidak hanya itu, kemarau yang berkepanjangan juga berdampak pada tumbuhan perkebunan yang penopang perekonomian warga. Seperti karet, kelapa dan pinang, berkurang hasilnya.
Bahkan rumput yang menjadi sumber utama makanan pokok hewan ternak juga mulai mengering. Akibatnya warga mencari bahan alternatif, seperti daun karet muda, daun ubi dan lainnya. Kalau pun ada rumput yang bisa di-ramban, terpaksa harus mencari ke lokasi yang jauh dari perkampungan.
“Sekarang ini, kami kesulitan mendapatkan air. Untuk mandi, mencuci dan kebutuhan lainnya, memang benar-benar sulit,” ungkap Kurniawan, Rabu (13/3) siang.
Untuk keperluan memasak, sebagian warga mengandalkan air simpanan dalam tangki penampungan dalam ukuran besar milik warga. Namun saat ini, pasokannya sudah menipis, karena sejak dua bulan ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Itu pun kata Kurniawan, untuk kebutuhan minum, membeli air isi ulang.
“Bagi warga yang tidak punya tangki penampungan air hujan, terpaksa meminta air kepada yang punya tangki. Tapi kalau yang tidak punya, terpaksa harus mengandalkan membeli di air isi ulang, untuk memasak dan minum,” ungkap Iwan.
Kepala Desa Teluk Papal, Lakuning Ratno mengatakan, kemarau yang sudah berlangsung selama dua bulan terakhir ini, menyebabkan warga kesulitan air. Karena bahan baku air milik warga sudah tidak ada. Sumur-sumur mulai mengering, kalau pun masih ada airnya, rasanya asin layaknya air laut.
Memang, kata Lakuning Ratno, sebagian warga yang memiliki sumur bor, bisa berbagi air dengan warga lain. Namun, kondisi air sumur bor, tidak layak dikonsumsi, karena warna kecoklatan dan higienisnya belum teruji.(mng)
(Laporan EVI SURYATI, Bengkalis)