PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Radang tenggorokan adalah penyakit umum yang terjadi di kalangan masyarakat. Sakit yang mudah datang dan pergi ini menggerogoti bagian tenggorokan. Istilah lain dari penyakit radang tenggorokan juga dikenal dengan faringitis.
Ladies mungkin pernah mengalami rasa sakit karena radang tenggorokan. Yuk, simak ulasan ini agar bisa mengetahui lebih detail tentang sakit yang sering diabaikan ini.
Menurut dr Monica Dwi Jalma, radang tenggorokan atau istilah medisnya dikenal dengan faringitis merupakan penyakit yang mengenai saluran pernapasan bagian atas akibat dari infeksi virus, bakteri, jamur, ataupun akibat iritasi dari makanan yang merangsang peradangan.
Dari segi makanan, pemicunya bisa seperti makanan terlalu pedas, yang terlalu manis yang mengandung mecin, berbahan pengawet yang tajam, ataupun akibat asap rokok maupun polusi udara.
‘’Penyakit radang ini juga bisa disebabkan oleh penyakit lambung yang kronis akibat iritasi dari asam lambung yang tinggi,” ujar pemilik akun instagram @monica_djalma ini.
Dikatakan oleh dokter berhijab ini, selain dari faktor di atas, peradangan juga bisa terjadi akibat daya tahan tubuh yang lemah. Sehingga gampang terserang penyakit radang tenggorokan seperti ini. Terutama pada musim pancaroba (perubahan cuaca) yang ekstrem yang membuat daya tahan tubuh melemah ditambah lagi banyaknya kuman yang merajalela. Terutama di daerah tropis.
Secara spesifik, radang tenggorokan dijelaskannya tidak ada hubungannya dengan faktor genetik. Sedangkan gaya hidup atau lifestyle yang buruk bisa menjadi pemicu radang. “Misalnya akibat terpapar asap rokok baik perokok aktif ataupun perokok pasif. Dari kebiasaan pola makan yang kurang sehat seperti yang sudah disebutkan tadi di atas,” sambungnya.
Gejala awalnya yang paling umum dikeluhkan dari penderita radang tenggorokan adalah nyeri menelan (odinofagi). Sehingga penderitanya sulit menelan (disfagi). Kebanyakan faringitis ini berawal dari infeksi virus dengan gejala nyeri menelan yang bisa disertai dengan, konjungtivitis (mata merah), batuk, rinorea (hidung berair atau flu) dan sakit kepala.
Penyebabnya juga bisa dari bakteri dengan temuan demam, eritema tonsiolofaringeal atau berwarna kemerahan pada dinding tenggorokan dan daerah amandel, bahkan bernanah, bintik kemerahan dan pembesaran kelenjar limfe.
“Untuk konfirmasi diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan kultur atau deteksi antigen sebelum menggunakan antibiotik,” terangnya lagi.
Dokter Monica tidak menampik bahwa radang tenggorokan sering dipandang sebagai penyakit sebelah mata oleh masyarakat awam. Terlebih radang tenggorokan ini biasanya sembuh dengan sendirinya dalam waktu kurang dari seminggu tergantung daya tahan tubuh penderitanya.
‘’Ya karena dianggap remeh, sering kali masyarakat membeli obat bebas di warung. Paling sering dengan obat yang mengandung antibiotik,’’ jelas dr Monica.
Berdasarkan studi dan meta-analisis oleh California Medical Association (CMA) Foundation merekomendasikan agar antibiotik tidak diberikan kepada penyakit radang tenggorokan yang belum pasti penyebabnya. Berdasarkan beberapa panduan pengobatan seperti yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society of America, Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI) menyatakan bahwa pemberian antibiotik itu diberikan jika sudah terbukti penyebabnya adalah infeksi bakteri, seperti bakteri streptococcus pyogenes (Group A Strp) dan infeksi C difficile. ‘’Bahayanya, akibat pemberian antibiotik secara bebas tanpa anjuran dokter dapat menyebabkan resistensi antibiotik di masa mendatang pada penderitanya,” papar dr Monica.
Nah siapa di antara Ladies yang sering mengandalkan obat warung untuk menyembuhkan radang tenggorokan? Mulai sekarang, hal tersebut harus dihindari ya Ladies. Karena penggunaan antibiotik tanpa resep dokter memang tidak dianjurkan.
Lalu, bagaimana pula jika radang tenggorokan ini terus menerus dibiarkan tanpa penanganan medis? Menjawab hal tersebut, dr Monica menguraikan nantinya jika dibiarkan, faringitis akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasinya bisa abses peritonsiler atau quinsy. Yaitu pembengkakan yang berisi bernanah antara langit-langit tenggorokan dan bagian belakang tonsil (amandel). Bisa juga epiglottitis, yaitu peradangan yang meluas pada lipatan jaringan di belakang tenggorokan, di bawah lidah (epiglotis, red) yang bisa menghambat pernapasan.
“Jika tidak ditangani dengan baik, infeksi virus Epstein Barr yang ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening, demam, dan sakit tenggorokan yang dapat berkomplikasi menjadi penyakit keganasan. Penyakit radang kronis yang disebabkan oleh bakteri juga bisa menyebabkan penyakit jantung (myocarditis) maupun penyakit ginjal,” sambungnya.
Wah, seram ya Ladies. Makanya, radang tenggorokan jangan dicuekin begitu saja. Lama kelamaan, radang yang kronis bisa menjadi penyebab penyakit mematikan seperti jantung dan ginjal lho.
Oleh karena itu, baiknya mencari tahu dulu ada penyebab dari radang tenggorokan. Apakah karena bakteri atau lainnya. Penyakit radang tenggorokan ini biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 7 hari tanpa pengobatan tergantung imunitas penderitanya. Apabila penyebabnya bakteri, maka antibiotik diberikan berdasarkan pemeriksaan dokter.
Menurut American Academy of Otolaryngology menyarankan untuk segera menemui dokter apabila dalam waktu tersebut penyakit radang tenggorokannya tidak kunjung sembuh. Atau apabila penyakit radang tenggorokannya disertai dengan gejala kesulitan bernafas, kesulitan membuka mulut, nyeri sendi, sakit telinga, demam lebih tinggi dari 38 derajat celsius, darah dalam air liur, sakit tenggorokan yang terus berulang, disertai benjolan di leher, dan bisa juga disertai suara serak yang berlangsung lebih dari dua pekan.
Agar terhindar, tentunya Ladies perlu melakukan pencegahan agar tidak terjadi peradangan berulang. Sehingga memperberat penyakitnya.
Menurut rekomendasi oleh California Medical Association (CMA) Foundation, pemberian vaksin influenza untuk infeksi saluran napas untuk semua orang berumur lebih dari 6 bulan. Terutama pasien yang masih muda dan lanjut usia dan mereka dengan penyakit lain yang menyertai.
“Vaksinasi pneumococcal untuk mereka dengan penyakit lain yang menyertai dan semua berumur lebih dari 65 tahun yang belum divaksin selama lima tahun terakhir. Vaksinasi pertusis direkomendasikan pada pasien dewasa semua umur yang sedang tidak mengandung yang belum divaksin. Terutama jika mereka sedang atau akan banyak berkontak dengan bayi berumur kurang dari 12 bula. Misalnya orang tua, kakek nenek, perawat anak, tenaga medis dan lainnya,” paparnya lagi.
Dilanjutkannya, pemberian booster tetanus rutin sekali dalam 10 tahun juga tetap harus dilakukan. Dan yang paling penting, meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bervitamin tinggi, istirahat yang cukup, olahraga dan tidak merokok.