TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, Hendra AP MSi telah menyurati Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Perihal permohonan perlindungan hukum kepada orang nomor satu di Indonesia. Karena penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan korupsi SPPD fiktif dinilai banyak kejanggalan.
“Surat ini ditulis oleh klien kami sendiri yang kemudian kami kirimkan ke Pak Presiden dengan tembusan ke Jaksa Agung, Kemenkopolhukam, Wakil Jaksa Agung, Jam Pidsus Kejagung, Ombudsman RI hingga Komnas HAM,” ujar Kuasa Hukum Hendra AP, Riski Poliang SH MH dalam konferensi pers di Telukkuantan, kemarin.
Dalam surat yang dikirim Hendra AP kepada Bapak Presiden RI Ir Jokowi perihal perlindungan hukum terkait penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Perjalanan Dinas Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuantan Singingi tahun anggaran 2019 terhadap dirinya.
Terkait dengan kasus dugaan perjalanan dinas tersebut yang sedang disidik oleh Kejaksaan Negeri Kuansing dilihat ada beberapa kejanggalan mulai dari proses awal penyelidikan sampai dengan Penetapan Hendra AP sebagai tersangka.
Salah satunya terkait dengan surat pemanggilan yang selalu berubah-ubah, dimana surat panggilan pertama berbunyi “fiktif” dan pada panggilan berikutnya berbunyi Dugaan “Penyimpangan” Perjalanan Dinas BPKAD TA 2019. “Di sini bisa kita cermati, ada apa sebenarnya dengan Kejaksaan Negeri Kuansing?,” kata pria disapa Keken dalam suratnya.
Terkait dugaan tersebut dapat dijelaskan, kata Hendra, bahwa dugaan penyimpangan ataupun dugaan fiktif dinilainya sangatlah mengada-ada dan sangat dipaksakan untuk dijadikan sebuah tindak pidana. Karena terkait uang transportasi yang dipermasalahkan ini juga berlaku di seluruh OPD.
“Jadi, bisa kita lihat oknum pihak Kejaksaan Negeri Kuansing menjalankan prosedur dan tata caranya sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak pula didukung dengan bukti yang sebagaimana mestinya,” sebagaimana dalam surat permohonannya.
Hal ini menurutnya sangat jelas ada upaya-upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, H dan oknum pejabat Pemkab Kuantan Singingi DM yang berkali-kali menyampaikan bahwa kasus ini merupakan tukar guling dari kasus jelajah alam kota jalur yang sebelumnya juga berupaya mengarahkan kepadanya dan juga disampaikan, untuk staf BPKAD akan diamankan sementara. Sedangkan untuk dirinya selaku kepala badan tetap akan dijadikan tersangka.
“Hal ini juga terlihat jelas pada saat pemeriksaan karena penyidik beberapa kali mengarahkan dan memvonis apa yang telah dilaksanakan suatu kesalahan dan tindak pidana sehingga mengesampingkan asas praduga tak bersalah. Jika memang hal yang selama ini disangkakan kepada seluruh pegawai BPKAD benar, seharusnya pihak Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi juga harus memeriksa Seluruh Pejabat Daerah dan seluruh Organisasi Perangkat Daerah yang ada, karena dasar yang dipakai dalam melaksanakan perjalanan dinas adalah peraturan Bupati Kuantan Singingi nomor 59 tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan perjalanan dinas pemerintah daerah,” jelasnya lagi.
Sesuai pasal 31 ayat (7) di PP RI Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang berbunyi dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern, Pemerintah berupa kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara paling lama 10 hari kerja sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah disampaikan.
Ia menilai, adanya dugaan konspirasi kriminalisasi dan penzoliman terhadap Dinas BPKAD Kabupaten Kuansing, karena sejak munculnya kasus tersebut dan mulai dilakukan pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Kuansing, pegawai BPKAD mengalami penurunan semangat kerja karena apa yang selama ini mereka lakukan tidak berimbang dengan yang dihadapi saat ini.
Dalam suratnya kepada presiden, Kepala BPKAD Kuansing memaparkan mulai dari peraturan Bupati Kuansing Nomor 59/2018 tentang pedoman perjalanan dinas. Hingga peraturan menteri terkait, sampai imbauan Presiden Joko Widodo. Termasuk aturan keuangan dari pemerintah melalui pengawasan BPKP, BPK dan KPK serta lainnya yang dikirim sebanyak enam lembar kertas.
Tidak Ada Konspirasi
Kejari Kuansing Hadiman SH MH yang dikonfirmasi Riau Pos, Senin (29/3) mengatakan, kalau itu hak tersangka mau menyampaikan permohonan perlindungan hukum.
Menurut Hadiman, penanganan kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif di BPKAD Kuansing tahun 2019 sedari awal hingga penetapan HA sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, sudah prosedural, sesuai SOP UU Tipikor.
Sebagai Ketua Tim Penyidik terhadap kasus SPPD Fiktif di BPKAD Kuansing itu, mereka tidak pernah melakukan konspirasi, intervensi maupun kriminalisasi terhadap yang bersangkutan atau pemerintah daerah. Termasuk kasus-kasus korupsi yang sudah diputus di persidangan.
“Kalau merasa dizolimi dan dikriminalisasi diajukan bukti-bukti di persidangan Tipikor. Tapi kalau saya dan tim saya tidak pernah melakukan itu. Tidak ada tebang pilih dalam penanganan korupsi bagi kami. Ini murni penegakan hukum,” tegas Kejari Kuansing Hadiman SH MH.(jps/dac)