KASUS KORUPSI PENGADAAN ALAT KESEHATAN

Tiga Dokter RSUD AA Dijebloskan ke Rutan

Kriminal | Selasa, 27 November 2018 - 09:30 WIB

Tiga Dokter RSUD AA Dijebloskan ke Rutan
DIGIRING: Tiga dari lima tersangka dugaan korupsi alkes RSUD Arifin Achmad tampak mengenakan rompi warna orange ketika hendak menuju mobil tahanan Kejari Pekanbaru, Senin (26/11/2018). (Riri Radam/Riau Pos).

Sambung pria yang akrab disapa Fuad, penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan. Kelima tersangka ditambahkan dia, dititipkan di Rumah Tahanan Negera (Rutan) Klas II B Sialang Bungkuk dan penahanan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. “Tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Sialang Bungkuk,” jelasnya.

Sembari itu kata mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Batan itu, pihaknya akan menyusun surat dakwaan terhadap para tersangka.  Hal ini dilakukan agar berkas perkara segera dilimpahkan ke pengadilan. “Setelah ini, kita menyusun surat dakwan sebelum dilimpahkan ke pengadilan,” pungkas Fuad.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sementara itu, berdasarkan pantauan Riau Pos di Kantor Kejari Pekanbaru terlihat tiap-tiap tersangka menjalani proses pengecekan kesehatan dari Tim Medis Rumah Sakit Daerah (RSD) Madani. Sekitar pukul 16.30 WIB, kelima keluar dari Kantor Korps Adhiyaksa Pekanbaru dengan mengenakan rompi berwarna orange dan digiring ke mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk.

Untuk diketahui, pagu anggaran pengadaan alkes di RSUD AA Pekanbaru tahun anggaran 2012/2013 mencapai Rp5 miliar. Sementara yang diusut penyidik Polresta Pekanbaru adalah kerja sama yang dijalin pihak rumah sakit dengan rekanan CV PMR.

Penyidik mendapati pengadaan alkes tersebut tidak sesuai prosedur. Pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar.

Namun dalam prosesnya, justru pihak dokter-lah  yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung, bukan kepada rekanan CV PMR.

Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Atas perbuatan para tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp420.205.222. Angka ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP Riau.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru melakukan perpanjangan masa penahanan terhadap lima tersangka dugaan korupsi pembangunan drainase Jalan Soekarno-Hatta. Perpanjangan ini lantaran penyidik masih merampungkan proses pemberkasan perkara tersebut, sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Para tersangka itu yakni, Ichwan Sunardi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Iwa Setiady selaku Konsultan Pengawas dari CV Siak Pratama Engineering, dan Windra Saputra selaku Ketua Pokja. Lalu Rio Amdi Parsaulian selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Direktur Sabarjaya Karyatama, Sabar Jasman sekalu rekanan proyek tersebut.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru, Ahmad Fuadi mengatakan, perpanjangan masa penahanan ini merupaan yang pertama dilakukan dalam proses penyidikan perkara tersebut. Karena pertimbangannya, penyidik tengah melakukan pemberkasan. “Penyidik masih melakukan pemberkasan,” ungkap Ahmad Fuadi, Senin (26/11) kemarin.

Pada tahap pemberkasan ini lanjut dia, penyidik membutuhkan waktu. Sehingga dilakukan perpanjangan penahanan terhadap para tersangka di Rumah Tahanan Negera (Rutan) Klas IIB Sialang Bungkuk selama 40 hari ke depan. “Perpanjangan penahanan dilakukan pekan lalu. Masa perpanjangan selama 40 hari ke depan,” terangnya.

Selain itu sambung Ahmad Fuady, penyidik pidana khusus (Pidsus) tengah merampungkan proses penyidikan. Salah satunya meminta keterangan dari saksi yang meringankan, yang diajukan oleh salah satu tersangka.

‘’Para tersangka sudah dilakukan pemeriksaan. Tinggal memeriksa saksi Ad Charge (saksi meringankan, red),” imbuh Fuady.

Untuk diketahui, Sabar bersama empat pesakitan lainnya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara atau ekspos yang dilakukan pada Selasa (9/10) kemarin. Hasil ekspos itu menjelaskan bahwa terdapat cukup alat bukti untuk menentukan tersangka. Mereka merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam penyimpangan proyek yang dikerjakan pada tahun 2016 lalu itu.

Sebelumnya, sebanyak puluhan saksi telah dipanggil guna menjalani pemeriksaan. Mereka terdiri dari sejumlah aparatur sipil negara (ASN) dan pihak rekanan. Selain memeriksa saksi fakta, penyidik juga telah menurunkan ahli untuk mengecek fisik proyek pada akhir Juni 2018 lalu. Proses cek fisik tersebut dilakukan tim ahli dibantu tenaga dan alat-alat dari Pidsus Kejari Pekanbaru.

Dugaan rasuah itu terjadi pada tahun 2016 lalu. Saat itu, Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau melakukan pembangunan drainase di Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Paket A. Gorong-gorong itu dibangun di sepanjang jalan dari simpang Jalan Riauhingga simpang Mal SKA Pekanbaru. Adapun pagu paket sebesar Rp14.314.000.000 yang bersumber dari APBD Riau tahun 2016.

Pekerjaan itu berdasarkan surat perjanjian kontrak tanggal 21 September 2016 dengan nilai kontrak seluruhnya sebesar Rp11.450.609.000 yang dilaksanakan oleh PT Sabarjaya Karyatama. Terhadap pekerjaan tersebut rekanan telah menerima pembayaran 100 persen.

Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa pekerjaannya yang tidak sesuai dengan kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara sebesar Rp2.523.979.195. Angka itu berdasarkan hasil perhitungan audit BPKP Provinsi Riau tanggal 18 September 2018.

Terkait angka kerugian negara itu, penyidik belum ada menerima pengembalian kerugian negara dari para tersangka. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rir)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook