OLEH: DR DINA FAUZIA SP FK

Mengobati Diri Sendiri dan Membeli Obat tanpa Konsultasi ke Dokter, Amankah?

Kesehatan | Minggu, 05 Desember 2021 - 17:59 WIB

Mengobati Diri Sendiri dan Membeli Obat tanpa Konsultasi ke Dokter, Amankah?
Oleh: dr. DINA FAUZIA, Sp. FK (Dokter Spesialis Farmakologi Klinik/Ketua Komite Farmasi dan Terapi RS Awal Bros Pekanbaru) (RS AWAL BROS FOR RIAUPOS.CO)

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini, telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mencari berbagai informasi, termasuk informasi masalah kesehatan. Tentunya kemudahan arus informasi tersebut memberikan manfaat yang sangat berarti bagi masyarakat. Namun, tanpa kita sadari keadaan ini menimbulkan permasalahan baru. Di mana masyarakat tidak mampu memanfaatkan kemudahan mendapatkan informasi ini dengan benar. Misalnya saja, tidak jarang masyarakat mencoba mendiagnosis penyakit yang dideritanya hanya dengan mengandalkan informasi yang mereka dapatkan dari internet.

Mereka tidak lagi mendatangi fasilitas layanan kesehatan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Mereka mencari pengobatan sendiri yang informasinya juga mereka dapatkan secara sendiri. Dan selanjutnya mereka juga akan membeli obat sendiri di apotek atau bahkan membeli obat tersebut secara online.  Menurut sebagian besar masyarakat kita, tentu saja hal ini sangat memudahkan, menghemat waktu dan biaya sehingga dinilai lebih efisien. Kondisi seperti inilah yang disebut sebagai self medication (pengobatan sendiri).


Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization), self medication didefinisikan sebagai upaya untuk menggunakan atau memperoleh obat tanpa diagnosa, saran dokter, resep, pengawasan terapi ataupun penggunaan obat untuk mengobati diri sendiri tanpa konsultasi dengan petugas kesehatan. Pengobatan sendiri termasuk memperoleh obat-obatan tanpa resep, membeli obat berdasarkan resep lama yang pernah diterima, berbagi obat-obatan dengan kerabat atau anggota lingkaran sosial seseorang atau menggunakan sisa obat-obatan yang disimpan di rumah.

Data Susenas Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen masyarakat melakukan pengobatan sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2 persen masyarakat Indonesia menyimpan obat di rumah tangga. Baik diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri secara bebas. Seharusnya, masyarakat harus memiliki rambu-rambu atau panduan untuk melakukan praktik self medication ini sehingga tidak membahayakan diri sendiri. Agar memudahkan masyarakat untuk mengenal batasan-batasan dalam melakukan self medication, maka berikut ini akan dibahas beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait dengan self medication ini.

Apakah boleh melakukan pengobatan sendiri dan penyakit apa saja yang boleh diobati sendiri?

Self medication biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat. Seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Kriteria penyakit ringan yang dimaksud adalah penyakit yang jangka waktunya tidak lama dan diyakini tidak mengancam jiwa pasien. Sementara untuk penyakit yang berat tentunya pasien tidak diperbolehkan untuk mengobati diri sendiri karena hal tersebut sangat berbahaya dan bahkan dapat mengancam jiwa. Pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter agar dapat diberikan pengobatan yang tepat.

Apakah ada bahaya/risiko melakukan pengobatan sendiri?

Ketika memutuskan untuk mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sesungguhnya bukanlah tindakan yang tanpa risiko. Masyarakat harus menyadari bahaya/risiko yang dapat terjadi dengan praktik pengobatan sendiri ini. Kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri sangat mungkin terjadi karena memang masyarakat awam akan sulit untuk membedakan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya hanya dengan melihat gejala yang dialami.

Tidak jarang pasien yang memiliki gejala yang sama atau hampir sama dapat memiliki penyakit yang berbeda. Apalagi jika suatu penyakit tidak memiliki gejala yang khas. Risiko lainnya dapat berupa penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai (salah obat, salah dosis, salah cara pakai) karena informasi bias dari iklan obat di media. Niat awalnya ingin hemat karena tidak perlu berkonsultasi ke dokter, justru mahal sebaliknya yang terjadi. Pemborosan waktu dan biaya akibat pengobatan sendiri yang tidak rasional. Penyakit tidak kunjung sembuh setelah membeli obat sendiri, gonta ganti obat pun sudah dilakukan.

Ujung-ujungnya tentu masyarakat harus tetap mendatangi tenaga kesehatan untuk berkonsultasi agar permasalahan kesehatannya segera teratasi. Dan bahkan akibat pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat dapat terjadi efek yang tidak diinginkan akibat penggunaan obat yang salah, berupa alergi obat, efek samping atau resistensi obat.

Ada obat yang dijual bebas dan ada yang perlu resep dokter, ini perbedaannya seperti apa?

Ya betul, obat itu ada penggolongannya guna ketepatan penggunaan dan pengamanan distribusinya. Obat digolongkan menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat psikotropika dan narkotika.

a. Obat bebas:obat yang dijual secara bebas kepada masyarakat umum tanpa resep dokter. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk obat golongan ini contohnya adalah parasetamol, vitamin dan mineral

b. Obat bebas terbatas: obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar darizat aktifnya. Obat bebas terbatas dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi. Peringatan yang tercantum seperti, awas obat keras, bacalah aturan memakainya; awas obat keras, hanya untuk kumur, jangan ditelan; awas obat keras, hanya untuk bagian luar badan, awas obat keras obat wasir, jangan ditelan. Contohnya, obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat kumur, obat wasir, obat yang mengandung antihistamin.

c. Obat keras: obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : antibiotik, antihipertensi, antidiabetik, obat jantung, asam mefenamat.

d. Obat psikotropika: obat keras yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran hitam dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : diazepam, phenobarbital.

e. Obat narkotika: obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin, kodein.

Untuk obat-obatan yang dijual di apotek yang tidak memerlukan resep dokter, apakah obat ini aman dikonsumsi tanpa konsultasi dokter sebelumnya?

Ya, obat-obat ini tergolong obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat ini dapat dibeli di apotek tanpa resep dokter. Obat ini relatif aman dan  efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya.

Apa saja yang perlu diperhatikan ketika membeli obat-obatan tanpa resep dokter?

Meskipun obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter ini relatif aman, namun tetap ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakannya, yaitu:

a. kenali penanda obat berupa lingkaran hijau atau lingkaran biru;
b. lihat tanggal kedaluwarsa obat;
c. baca dengan baik keterangan tentang obat pada brosur;
d. perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit;
e. perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak;
f. perhatikan dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat;
g. perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat;
h. perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping obat.

Obat yang seperti apa saja yang bisa dibeli tanpa resep dokter?

Obat-obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter itu adalah obat untuk mengatasi keluhan keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat. Yang dimaksud dengan penyakit ringan adalah penyakit yang jangka waktunya tidak lama dan dipercaya tidak mengancam jiwa pasien, contohnya:

a. Panas, batuk dan pilek yang tidak lebih dari 5 hari
b. Diare ringan yang hanya berlangsung beberapa hari
c. Keluhan lambung ringan
d. Pusing biasa
e. Sembelit
f. Kecacingan
g. Penyakit kulit.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook