WASHINGTON (RIAUPOS.CO) -- Presiden AS Donald Trump akhirnya mengumumkan proposal perdamaian Israel-Palestina. Kesepakatan itu diklaim bakal mengubah nasib warga Palestina yang selama ini buruk. Masalahnya, Palestina sebagai salah satu negara yang menjadi pihak utama kesepakatan tak hadir.
Pengumuman Trump dilakukan serba ‘wah’. Dia didampingi langsung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang sedang melakukan kunjungan kenegaraan. Di kursi tamu, tiga duta besar dari negara Timur Tengah datang. Yakni, Oman, Uni Emirat Arab, dan Bahrain. "Bersama, kami bisa membawa hari baru di Timur Tengah," ujar Trump menurut Agence France-Presse.
Proposal itu diklaim sebagai yang paling top dan dilabeli kesepakatan abad ini. Katanya, perjanjian tersebut bisa mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang berjalan selama enam dekade. Namun, klaim itu belum bisa membuat publik dunia yakin. Sebab, Palestina tak hadir dalam pengumuman tersebut.
Pemerintahan PLO dari wilayah Tepi Barat atau Hamas yang menguasai Jalur Gaza menolak pendekatan AS sejak Trump mengklaim bahwa Jerusalem merupakan ibu kota Israel. Mereka menuding AS hanya memasang topeng sebagai mediator. Padahal, mereka hanya ingin mendukung sekutunya untuk memperoleh keinginan.
"Sudah saya katakan beribu-ribu kali. Kami tidak akan menjual Jerusalem," ungkap Presiden PLO Mahmud Abbas. Memang, Israel bakal mendapatkan hampir semua tuntutan dalam kesepakatan yang digodok Jared Kushner, menantu Trump. Mereka mendapatkan seluruh wilayah Jerusalem. Mereka juga mempertahankan daerah Tepi Barat yang dicaplok.
Sementara itu, wilayah Tepi Barat Palestina bakal berkurang banyak. Daerah dekat Laut Mati dan perbatasan antarnegara lainnya diklaim Israel. Sebagai ganti, Palestina bakal diberi tanah Israel di daerah gurun selatan. Wilayah baru tersebut dekat dengan Jalur Gaza dan perbatasan Mesir. "Langkah ini akan melipatgandakan wilayah Palestina saat ini," jelas Trump.
Israel juga diberi hak untuk mengklaim Jerusalem Timur sebagai Al Quds. Sayang, yang dimaksud Jerusalem Timur bukanlah wilayah yang mencakup tengah kota. Melainkan wilayah pinggiran kota yang sudah lama dipisahkan dari keramaian Kota Jerusalem.
Politikus dan aktivis asal Palestina pun geram. Mereka menuding bahwa proposal dari AS merupakan penuntas Deklarasi Balfour. Deklarasi tersebut merupakan pernyataan menteri luar negeri Inggris era Perang Dunia I, Arthur James Balfour, yang menjanjikan rumah bagi komunitas Yahudi di Palestina.
"Trump memberikan sesuatu yang bukan miliknya kepada orang-orang yang tak berhak. Akibatnya, Al Nakba akan kembali terjadi," tegas Fakhry Abu Diab kepada Al Jazeera. Al Nakba merupakan tempat tragedi 750 ribu etnis Arab di Palestina terpaksa melakukan eksodus untuk menghindari genosida.
Kushner pun menampik tuduhan tersebut. Menurut dia, inilah solusi terbaik sekaligus masuk akal bagi kedua negara. Apalagi, AS sudah berjanji mengembangkan ekonomi Palestina dengan investiasi USD 50 miliar. "Jangan kacaukan kesempatan ini. Jika tidak, mereka tak bisa lagi menyatakan sebagai korban di depan dunia," ungkapnya.(jpnn)