WASHINGTON (RIAUPOS.CO) -- Amerika Serikat sebelumnya mengonfirmasi bahwa beberapa pasukan mereka yang ada di Irak mengalami gegar otak usai serangan rudal Iran awal bulan ini. Laporan tersebut sekaligus mengklarifikasi ucapan Presiden Donald Trump bahwa tak ada warga maupun tentara AS yang mengalami luka atau bahkan menjadi korban dalam serangan tersebut.
Seperti diketahui, Iran meluncurkan sejumlah rudal ke pangkalan udara Ain al-Asad di Irak pada awal Januari ini. Pangkalan militer tersebut juga sebagai markas pasukan AS. Serangan itu merupakan respons Iran setelah tewasnya jenderal senior mereka, Mayor Jenderal Qassem Soleimani, akibat serangan drone AS.
Kabar terbaru, pihak AS, dalam hal ini Pentagon, menyebut pada Selasa (28/1), sebanyak 50 tentara mereka didiagnosis mengalami cedera otak akut akibat serangan rudal Iran tersebut. Jumlah itu meningkat dari 16 tentara yang disebutkan militer sebelumnya.
"Sampai hari ini, 50 personel AS sudah didiagnosis mengalami cedera otak akut," kata juru bicara Pentagon Letnan Kolonel Thomas Campbell dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters.
Gejala-gejala yang ditunjukkan oleh penderita gegar otak biasanya pusing, pening, sensitif pada cahaya, serta mual. Sebanyak 31 dari 50 tentara itu dirawat di Irak. Namun, mereka telah kembali bertugas, termasuk 15 di antaranya yang didiagnosis baru-baru ini. Demikian kabar yang disampaikan lebih lanjut oleh Campbell.
Sementara itu, 18 tentara lainnya telah dibawa ke Jerman untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Satu sisanya dibawa ke Kuwait dan sudah bertugas lagi. "Itu gambaran saat ini dan jumlahnya mungkin bisa berubah," pungkas Campbell.(fiz)
Laporan JPG, Washington