TEHERAN (RIAUPOS.CO) - Pasukan Garda Revolusi Iran mengatakan akan melancarkan serangan pada Amerika Serikat (AS) sebagai balasan pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani. Mereka memastikan hanya menargetkan mereka yang terlibat.
Jenderal Solemaini, pemimpin pasukan elite Quds, tewas dalam serangan udara AS pada malam hari di dekat Bandara Baghdad pada Januari lalu. Dia tewas bersama seorang komandan tinggi Irak, Abu Mahdi Al-Muhandis.
Beberapa hari berselang, Iran meluncurkan tembakan rudal ke pangkalan Irak yang menampung pasukan koalisi lainnya. Pasukan Garda Revolusi menegaskan serangan tersebut bukan yang terakhir, namun masih akan berlanjut.
Pekan ini, pejabat keamanan AS mengatakan pasukan elit Iran menargetkan Duta Besar AS untuk Afrika Selatan, Lana Marks, sebelum pemilihan presiden AS pada November mendatang.
Presiden AS, Donald Trump merespons laporan tersebut dengan menuliskan kicauan "negaranya seribu kali lebih kuat jika terjadi serangan di negaranya."
Sementara itu, Badan Keamanan Afrika Selatan mengatakan pada hari Jumat (18/9/2020) bahwa mereka tidak menemukan bukti rencana semacam itu terhadap Dubes Marks.
Kepala Pasukan Garda Revolusi, Mayor Jenderal Hossein Salami, menegaskan rencana serangan balasan pada AS pasti dilakukan dengan target yang sudah terencana.
"Tuan Trump, balas dendam kami atas kematian komandan besar kami sudah pasti, serius dan nyata, tapi kami terhormat dan membalas dendam dengan sasaran yang adil," kata Hossien dikutip dari AFP, Sabtu (19/9/2020).
"Anda pikir kami akan menyerang seorang duta besar wanita untuk Afrika Selatan karena saudara kami yang mati syahid? Kami akan menargetkan mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pembunuhan pria hebat ini (Qasem Soleimani, red)," kata Hossien lagi.
"Anda harus tahu, bahwa kami akan menargetkan siapa pun yang terlibat, dan ini adalah pesan yang serius," lanjutnya.
Ketegangan AS dan Iran bermula sejak revolusi Islam pada 1979. Hubungan dua negara semakin memburuk setelah Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi yang sempat ditolak PBB.
Sumber: Arab News/IRNA/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun