ANKARA (RIAUPOS.CO) - Turki tak lagi berstatus darurat. Kamis (19/7) pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan mencabut status yang diberlakukan setelah kudeta gagal pada 2016 tersebut. Namun, bakal ada regulasi baru yang tak kalah ketat untuk mempertahankan stabilitas keamanan negara.
’’Aturan baru itu hanya kedok yang pemerintah pakai untuk melanggengkan status darurat,’’ kata Ayhan Bilgen, juru bicara Halklarin Demokratik Partisi (HDP) alias Partai Rakyat Demokratik, sebagaimana dilansir Reuters.
Saat ini regulasi antiteror tersebut memang dibahas lebih lanjut di parlemen. Namun, dalam waktu dekat, aturan yang sebagian besar isinya sama dengan undang-undang darurat itu diterapkan.
Erdogan menegaskan, aturan antiteror tersebut akan menjadi senjata ampuh pemerintah untuk mencegah teroris beraksi. Sebab, aparat punya wewenang penuh untuk merazia jaringan tertentu dan menangkap mereka yang dianggap membahayakan. Selanjutnya, pemerintah bisa mencekal orang-orang tertentu dan membatasi mobilitas mereka. Pencekalan itu berlaku sampai minimal 15 hari. Aturan tersebut juga diterapkan bagi para pegawai negeri sipil (PNS). Khusus PNS, menurut Associated Press, pemerintah berhak langsung memecat mereka yang diyakini sebagai teroris atau mendukung jaringan teror.
Selain itu, polisi berhak menahan tersangka teror selama 12 hari tanpa dakwaan. Unjuk rasa jelas bakal sangat dibatasi. Bagi partai pro-Kurdi seperti HDP, regulasi baru tersebut tidak akan berbeda dengan undang-undang antiteror. (bil/c14/hep/jpg)