Tuntut Kematian Mahsa Amini, Iran Terdepak dari Komisi Perempuan

Internasional | Sabtu, 17 Desember 2022 - 03:10 WIB

Tuntut Kematian Mahsa Amini, Iran Terdepak dari Komisi Perempuan
Unjuk rasa di Iran terkait kematian perempuan bernama Mahsa Amini. (AFP)

TEHERAN (RIAUPOS.CO) – Iran tak lagi menjadi anggota Komisi Status Perempuan PBB (UNCSW). Hasil voting Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) pada Rabu (14/12) mencabut keanggotaan Teheran dari UNCSW. Hasilnya, 29 negara mendukung, 16 abstain, dan 8 menolak.

ECOSOC adalah lembaga yang memilih 45 negara yang bisa menjadi anggota UNCSW. Keanggotaan Negeri Para Mullah itu dicabut untuk periode 2022–2026. Sejak UNCSW dibentuk, ini kali pertama mereka mencabut keanggotaan.


Usul pencabutan itu diinisiasi oleh Amerika Serikat. Pertimbangannya, pelanggaran HAM terhadap perempuan yang dilakukan Iran dan memicu protes berkepanjangan hingga kini. Iran dirasa tidak layak menjadi anggota lembaga yang didedikasikan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Iran beserta sekutunya, Rusia dan Cuina, menolak. Namun, di UNCSW tidak ada hak veto. Suara mayoritas jadi penentu. Negara seperti India memilih abstain.

’’Kepemimpinan Iran terus melemahkan dan menindas hak asasi perempuan dan anak perempuan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, sering kali dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan,’’ bunyi penggalan resolusi yang mengeluarkan Iran dari UNCSW.

Resolusi itu juga memaparkan penggunaan kekuatan mematikan oleh pemerintah Iran yang mengakibatkan kematian para pengunjuk rasa yang melakukan aksi damai. Termasuk di dalamnya korban perempuan dan anak perempuan.

Aksi turun ke jalan di Iran terjadi sejak 16 September lalu ketika Mahsa Amini tewas saat ditahan oleh polisi moral Iran. Dia ditangkap karena dirasa tidak memakai hijab sesuai aturan. Seorang perempuan yang ditangkap bersama Amini mengaku melihatnya dipukuli oleh petugas.

Sejak saat itu, pemerintah Iran menangkap ribuan demonstran. Dua di antaranya sudah dihukum mati. Pekan ini sekitar 400 orang lainnya dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara.

Keputusan voting itu disambut baik oleh para pejuang HAM. Salah satunya lembaga HAM Iran yang berbasis di Washington, Abdorrahman Boroumand Center.

’’Perempuan Iran telah didengar,’’ cuit Roya Boroumand, salah seorang pendiri Abdorrahman Boroumand Center.

Di sisi lain, pengamat PBB menilai inisiatif pengeluaran Iran itu memicu ketidakpuasan di antara para diplomat. Itu termasuk sekutu AS. Mereka merasa tak punya pilihan selain mendukungnya.

Iran tentu saja berang dengan keputusan tersebut. Mereka menuduh AS menekan negara-negara lain menjelang voting. ’’Menghapus anggota resmi komisi adalah kebohongan politik yang mendiskreditkan organisasi internasional ini. Juga, menciptakan prosedur sepihak untuk penyalahgunaan lembaga internasional di masa depan,’’ ujar Jubir Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani, Kamis (15/12/2022).

Di sisi lain, Komite Kredensial Majelis Umum PBB telah menangguhkan permintaan junta militer Myanmar. Yakni, agar duta besar Myanmar untuk PBB diganti oleh pejabat versi junta militer. Posisi itu dipegang Kyaw Moe Tun. Dia ditunjuk oleh pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi sebelum Myanmar dikudeta militer pada Februari 2021. Keputusan itu berarti Kyaw Moe Tun tetap memegang jabatannya di PBB.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook