Kericuhan pada Senin (13/5) menjadi bukti kuat bahwa pemerintah tak bisa mendinginkan hati warga. Saat konflik pecah pada di Kota Chilaw sehari sebelumnya, polisi menetapkan jam malam. Aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan WhatsApp diblokir.
Namun, massa kembali terbentuk sejak Senin pagi lalu. Setidaknya lima kota di Provinsi Barat Laut menjadi panggung para oknum yang ingin ’’balas dendam’’ atas kematian 258 orang akibat serangan National Tawheed Jamaath pada 21 April silam. Di Kota Minuwangoda, hotel dan masjid rusak dilempari batu dan dipukuli tongkat kayu. ’’Beberapa toko (milik muslim) diserbu massa. Kami harus memberi tembakan peringatan dan menembakkan gas air mata,’’ kata petinggi kepolisian kepada Agence France-Presse (AFP).
Aparat bergerak cepat. Mereka kembali memberlakukan jam malam untuk seluruh pulau. Namun, penduduk tak menggubris. Mengandalkan jumlah yang melebihi petugas, massa terus merusak dan membakar berbagai lokasi.
Di Distrik Puttalam, kericuhan mencapai level baru. Salah satu kelompok masyarakat menyerang sebuah bengkel mebel. Mereka mengambil perkakas di bengkel tersebut dan menyabet salah seorang muslim di sana. Pria 45 tahun itu sempat dibawa ke rumah sakit. Sayangnya, dia tak bisa bertahan. ’’Ini adalah korban jiwa pertama dalam kericuhan (setelah bom Paskah, red),’’ ujar jubir kepolisian Ruwan Gunasekera.
Politisi maupun kaum muslim geram dengan eskalasi konflik sosial beberapa hari terakhir. Aparat yang berjaga dengan senjata laras panjang ternyata tak bisa menakuti massa. Petugas di lapangan malah seperti takut dengan ribuan orang yang mengamuk. ’’Di luar, polisi dan tentara berjaga. Namun, mereka juga tak membantu memadamkan api. Mereka membiarkan tiga pegawai saya terluka saat ingin keluar dari pabrik,’’ ucap Ashraf Jifthty. Pabriknya, Diamond Pasta Private Limited, juga menjadi sasaran kemarahan masyarakat.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menuding ada oknum yang memanfaatkan keresahan masyarakat untuk memancing keributan. Menurut laporan, sebagian besar keributan dimulai geng sepeda motor.
Pengamat politik Victor Ivan mencurigai kericuhan tersebut sebagai gerakan politis. Dia percaya oposisi pemerintah ingin memanfaatkan masalah tersebut untuk memperburuk citra pertahana. ’’Sudah ada bukti yang muncul. Salah seorang tokoh oposisi level rendah terbukti menghasut penduduk untuk melakukan kekerasan,’’ tegasnya.
Namun, Pemerintah Sri Lanka tak berbuat banyak. Mereka tetap memblokir aplikasi media sosial. Kali ini ditambah Twitter.
Berantas Ujaran KebencianSementara itu, sepuluh ribu kilometer dari Sri Lanka, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guteres ikut meneriakkan dorongan agar masyarakat tak mudah terpancing emosi. Menurut dia, kebencian yang tersimpan di dunia maya bisa dimanfaatkan kapan saja untuk menghasut masyarakat melakukan kejahatan. ’’Ujaran kebencian di dunia maya menyebar layaknya api di hutan. Kita harus segera memadamkan ’api’ itu,’’ tuturnya saat mengunjungi korban serangan Christchurch, Selandia Baru.
Dia sudah menugasi Adama Dieng, orang kepercayaan PBB, untuk membuat penangkal ekstremisme online. Jadi, masyarakat global bisa terhindar dari pengaruh konten buruk. ’’Kami akan mengumpulkan tim untuk mempercepat respons terhadap ujaran kebencian,’’ tegasnya. (bil/c14/dos)