BEIJING (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Arab Saudi dan Iran kini akhirnya berdamai. Setelah terputus selama tujuh tahun, kedua negara akan memperbaiki hubungan diplomatik. Cina yang berperan sebagai penengah. Sebelum kesepakatan tercapai, utusan Saudi dan Iran bertemu di Cina selama empat hari.
Menteri luar negeri kedua negara akan bertemu lagi dalam dua bulan ke depan. Agendanya, membahas misi diplomatik serta menerapkan perjanjian kerja sama keamanan dan ekonomi yang ditandatangani lebih dari 20 tahun lalu. Sebelumnya, hubungan diplomatik Saudi-Iran terputus mulai Januari 2016 setelah demonstran menyerbu kedutaan besar Arab Saudi di Teheran, Iran. Penduduk Iran berang karena Saudi mengeksekusi mati ulama syiah kenamaan, yaitu Syekh Nimr al-Nimr.
Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus memburuk. Mereka berebut dominasi pengaruh di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman. Misil Iran juga sempat mendarat di fasilitas minyak Saudi pada 2019 sehingga membuat produksi terganggu.
’’Arab Saudi mungkin akan tetap berhati-hati dalam urusan ekonomi dengan Iran karena tak ingin terkena sanksi AS. Normalisasi tidak selalu berarti bahwa kedua pihak saling percaya,’’ ucap Diako Hosseni, analis politik yang berbasis di Teheran, kepada Al Jazeera.
Kesepakatan damai itu disambut dengan berbagai reaksi. AS memilih menanggapi dengan hati-hati. Maklum, dalam hal ini, Cina menjadi penengahnya.
Jubir Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, pemerintah AS mendukung segala upaya untuk mengurangi ketegangan di kawasan teluk. Namun, situasinya harus dilihat dulu. Apakah Iran bakal memenuhi kewajibannya atau tidak. Di sisi lain, Sekjen PBB Antonio Guterres berterima kasih kepada Tiongkok karena telah menengahi kesepakatan itu.
’’Guterres siap membantu untuk memastikan perdamaian dan keamanan yang bertahan lama di kawasan teluk,’’ ujar juru bicaranya.
Sementara itu, Israel memilih bungkam. Teheran adalah musuh bebuyutan Tel Aviv. Israel berusaha menormalisasi hubungan dengan Saudi, tapi belum berhasil. Namun, hubungan Saudi-Israel mulai menunjukkan tanda-tanda membaik. Agustus tahun lalu, untuk kali pertama Saudi mengizinkan pesawat Israel melintasi wilayah udaranya. Turis Israel juga diperbolehkan masuk ke wilayah tertentu di Saudi.
’’Kabar kesepakatan itu menunjukkan bahwa Arab Saudi lebih memprioritaskan pemulihan hubungan dengan Iran ketimbang dengan Israel,’’ kata pengamat Saudi Aziz Alghashian, seperti dikutip Agence France-Presse.
Saudi sempat menyatakan tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel, kecuali ada pengakuan negara untuk Palestina. Pembicaraan damai dengan Palestina harus dilakukan lewat kesepakatan dua negara. Karena itu, Saudi tak ikut bergabung dalam Kesepakatan Abraham yang difasilitasi AS pada 2020. Nah, Iran bisa menjadi senjata Saudi untuk negosiasi dengan AS dan Israel. Wall Street Journal dan New York Times melaporkan, Riyadh telah melobi AS untuk mendapat jaminan keamanan dan meminta bantuan untuk program nuklir sipil sebagai imbalan kesepakatan dengan Israel.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman