ANCAMAN JURNALISME

Jurnalis Ruhollah Zam Dihukum Mati Pemerintah Iran

Internasional | Minggu, 13 Desember 2020 - 07:08 WIB

Jurnalis Ruhollah Zam Dihukum Mati Pemerintah Iran
Jurnalis prodemokrasi, Rohullah Zam, yang dieksekusi mati oleh pemerintah Iran. (BBC)

TEHERAN (RIAUPOS.CO) – Iran  mengeksekusi mati Ruhollah Zam. Jurnalis yang dicap pembangkang itu dihukum atas tuduhan mengobarkan kekerasan selama unjuk rasa antipemerintah pada 2017. Hal ini diberitakan oleh televisi pemerintah Iran melaporkan, Sabtu (12/12/2020). 

Mahkamah Agung Iran pada Selasa (2/12/2020) lalu menguatkan hukuman mati Zam. Wartawan itu ditangkap pada 2019 setelah bertahun-tahun menjalani pengasingan. Kanal Telegram Amadnews miliknya punya lebih dari 1 juta pengikut. 


“Direktur Jaringan Kontrarevolusioner Amadnews (Ruhollah Zam, red), digantung pagi ini,” demikian stasiun tv Iran, Seda va Sima, melaporkan eksekusi mati sang jurnalis. 

Reuters melansir, Prancis dan sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) mengutuk keputusan Mahkamah Agung Iran tersebut.

Zam adalah putra seorang ulama Syiah proreformasi. Dia melarikan diri dari Iran dan diberikan suaka oleh Prancis. Pada Oktober 2019, Korps Garda Revolusi Iran menjebak Zam dalam sebuah operasi intelijen dan menangkapnya. Namun, tidak disebutkan secara rinci di mana operasi itu dilakukan. 

Para pejabat Iran menuduh Amerika Serikat serta pesaing regional Teheran, Arab Saudi, dan lawan-lawan pemerintah yang tinggal di pengasingan telah memicu kerusuhan di dalam negeri Iran—yang dimulai pada akhir 2017. Ketika itu, unjuk rasa atas kesulitan ekonomi menyebar ke seluruh Negeri Persia.  

Menurut laporan, 21 orang tewas selama kerusuhan itu dan ribuan lainnya ditangkap. Kerusuhan itu termasuk yang terburuk yang pernah terjadi di Iran dalam beberapa dekade. 

Unjuk rasa berikutnya yang berlangsung pada tahun lalu bahkan lebih mematikan. Kala itu, para demonstran memprotes kenaikan harga bahan bakar. 

Kanal Amadnews milik Zam telah ditangguhkan oleh layanan pesan Telegram pada 2018 karena diduga menghasut kekerasan. Akan tetapi, kanal itu kemudian muncul kembali dengan nama lain. 

Sumber: Reuters/News/Arab News
Editor: Hary B Koriun
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook