KUALA LUMPUR (RIAUPOS.CO) – Usia Mahathir Mohamad sudah menginjak 97 tahun. Mantan perdana menteri (PM) Malaysia itu sudah berstatus nonagenarian. Kondisi kesehatannya juga terus menurun. Meski begitu, Selasa (11/10) Mahathir memastikan akan ikut dalam pemilu ke-15 pada November mendatang.
Dia akan berusaha mempertahankan kursi parlemen dari wilayah Langkawi yang dikuasainya saat ini. Partai Pejuang Tanah Air yang digawangi Mahathir berkoalisi dengan tiga partai lain. Yakni, Parti Perikatan India Muslim Nasional (Iman), Parti Barisan Jemaah Islamiah Se-Malaysia (Berjasa), dan Parti Bumiputera Perkasa Malaysia (Putra). Mereka menamakan diri sebagai koalisi Gerakan Tanah Air (GTA).
Mahathir menegaskan, dari 222 kursi parlemen yang diperebutkan dalam pemilu, GTA menargetkan 120 di antaranya. Namun, belum ada keputusan apakah Mahathir akan kembali mencalonkan diri jadi PM atau tidak.
”Kami belum memutuskan siapa yang bakal diusung sebagai PM, karena keputusan itu hanya relevan jika kami menang,” ujar PM Malaysia terlama tersebut dalam konferensi pers di Putrajaya kemarin, seperti dikutip New Straits Times.
Jika UMNO Menang, Najib Razak Bisa Bebas
Pemilu yang dimajukan dari jadwal yang semestinya itu membuka peluang kemenangan bagi Organisasi Nasional Malaysia Bersatu (UMNO). Menurut Mahathir, kemenangan UMNO bisa menjadi jalan kebebasan bagi mantan PM Malaysia Najib Razak.
Saat ini Najib menjalani hukuman 12 tahun penjara atas kasus korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Ada beberapa dakwaan lain yang belum disidangkan. Jika dinyatakan bersalah atas semua dakwaan, Najib bisa mendekam puluhan tahun di balik jeruji besi.
”Jika mereka (UMNO, red) menang dan membentuk pemerintahan, tujuan pertamanya adalah membebaskan Najib. Najib akan diampuni, dibebaskan dari penjara, dan semua dakwaannya dicabut,” ucap Mahathir.
Saat ini, Najib masih berstatus anggota UMNO. Namun, karena masih dipenjara, dia tidak bisa ikut pemilu tahun ini. Najib diproses hukum setelah koalisi Pakatan Harapan (PH) memenangi pemilu ke-14 pada 2018. Itu kali pertama sejak Malaysia merdeka, UMNO kalah dalam pemilu.
Hingga Selasa (11/10), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malaysia belum mengumumkan kapan pesta demokrasi itu digelar. Mereka akan bertemu pekan ini untuk membahas isu tersebut. Raja Malaysia Sultan Abdullah Ahmad Shah meminta KPU segera menggelar pemilu. Sebab, biasanya pada November–Maret terjadi musim hujan yang berpotensi banjir.
PM Ismail Sabri Yaakob sudah membubarkan parlemen pada Senin (10/10). Beberapa media lokal memperkirakan pemilu digelar paling cepat 5 November nanti. Tanggal cadangannya adalah 12 dan 19 November. Berdasar aturan di Malaysia, pemerintah harus menggelar pemilu 60 hari setelah parlemen dibubarkan.
Pada Pemilu 2018, parlemen dibubarkan 6 April. Empat hari kemudian, KPU mengumumkan tanggal pemilu, yakni 9 Mei. Tiap parpol bisa berkampanye selama 11 hari. Jika cara penghitungannya sama, tahun ini KPU akan mengumumkan tanggal pemilu pada Jumat (14/10). Nominasi calon yang ikut bakal dilakukan pada 1 November. Kemudian, sangat mungkin pemungutan suara terjadi pada 12 November.
Sementara itu, harga saham Malaysia dan mata uang ringgit melemah sejak PM Ismail mengumumkan percepatan pemilu. Saham turun 1,6 persen. Perusahaan elektronik Inari Amertron, Press Metal Aluminium, dan Top Glove termasuk yang mengalami kerugian. Nilai mata uang ringgit juga turun 0,5 persen terhadap dolar AS.
Kepala Riset CGS-CIMB Malaysia Ivy Ng mengungkapkan, pemilu akan dipandang positif oleh pasar jika mampu mengembalikan stabilitas politik. Nah, dalam kasus di Malaysia, parlemen dibubarkan hanya tiga hari setelah mengajukan anggaran untuk tahun depan. Isi rencana anggaran itu adalah memotong pajak sambil tetap mempersempit defisit fiskal melalui subsidi yang lebih tepat sasaran.
Rencana anggaran tersebut harus diajukan lagi setelah pemilu digelar. Jika pemerintah Malaysia tidak mampu meloloskan anggaran 2023, itu bisa menjadi risiko utama yang dapat memicu aksi jual di bursa efek Malaysia, KLCI. ”Kami menyarankan investor untuk tetap defensif, mengingat ketidakpastian pemilu dan kekhawatiran atas resesi global,” tuturnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman