Kabar Baik, Virus Zombie yang Bangkit dari dalam Es Tak Tulari Manusia

Internasional | Jumat, 09 Desember 2022 - 07:00 WIB

Kabar Baik, Virus Zombie yang Bangkit dari dalam Es Tak Tulari Manusia
Ilustrasi wujud virus zombie. Hasil penelitian memastikan virus zombie tidak menginfeksi manusia. (AP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Virus zombie yang telah tersembunyi selama 50 ribu tahun di dalam es bangkit kembali setelah para ilmuwan menemukannya. Tapi, dunia tak perlu khawatir sebab hasil penelitian memastikan virus itu tidak menginfeksi manusia.

Virus itu hanya menginfeksi jenis amuba tertentu, bukan manusia. Virus itu bersembunyi di dalam es yang membeku atau permafrost setelah hampir 50.000 tahun.


Karena sebelumnya disebut berpotensi menular dan dapat menimbulkan ancaman bagi manusia, hal itu memicu kekhawatiran akan pandemi lain seperti Covid-19.

Ilmuwan Eropa menghidupkan kembali 13 virus yang sebelumnya belum ditemukan dari tujuh sampel permafrost di wilayah Siberia Rusia, dan menemukan bahwa virus itu tetap aktif, menurut makalah pracetak yang belum ditinjau oleh rekan sejawat. Tetapi, virus ini tidak dapat menginfeksi manusia, seperti yang dicatat oleh makalah dan rekan penulisnya Jean-Michel Claverie.

“Virus ini tidak menginfeksi manusia,” kata Clyde Schultz, Ph.D., seorang profesor biologi di University of Calgary di Alberta, Kanada, mencatat dalam artikel penelitian tahun 2019.

Saat ditanya apakah virus zombie berbahaya bagi manusia, Claverie menegaskan sama sekali tidak.

“Ini adalah virus yang mampu menginfeksi amuba tertentu yang disebut ‘acanthamoeba’,” tambahnya.

Meski virus khusus ini tidak berbahaya bagi manusia, para ilmuwan yakin hasil mereka dapat diekstrapolasi ke virus lain yang mampu menginfeksi manusia atau hewan.

“Berapa lama virus ini dapat tetap menular setelah terpapar kondisi luar ruangan (sinar UV, oksigen, panas), dan seberapa besar kemungkinan mereka akan bertemu dan menginfeksi inang yang sesuai dalam selang waktu tersebut, masih belum dapat diperkirakan,” tulis para ilmuwan.

“Tetapi risiko pasti akan meningkat dalam konteks pemanasan global ketika pencairan permafrost akan terus meningkat, dan lebih banyak orang akan menghuni Kutub Utara karena industri,” tutupnya.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook