Wilayah Asia turut merasakan dampak fenomena yang dikenal dengan cold surge atau seruak dingin ini. Daerah yang terpapar adalah wilayah Cina, Hongkong hingga Vietnam Utara.
"Ini menjelaskan mengapa di USA pantai timur mengalami badai salju. Sementara, di Eropa saat ini hangat. Saya sedang di Jenewa, suhu 7-10 derajat. Padahal musim dingin di sini biasanya malah sampai -1 derajat celsius,” jelasnya saat dihubungi, Senin (25/1/2016).
Lalu, bagaimana dampaknya pada Indonesia? Andi menuturkan, dampak yang dialami Indonesia tidak akan seekstrem Hongkong. Untuk Indonesia, fenomena tersebut berpengaruh pada peningkatan intensitas hujan hingga dua kali lipat dari yang terjadi saat ini. ”Di Indonesia, yang harus diwaspadai adalah potensi hujan deras dan lebat. Apalagi saat ini kan mulai memasuki puncak musim hujan,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Andi mengimbau agar semua pihak bisa mencermati potensi-potensi kejadian selanjutnya. Terutama, potensi banjir. Sebab, menurutnya, daya serap permukaan tanah, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sudah sangat rendah. Bahkan, tidak lebih dari 20 persen.
Sehingga, selama ini, air hujan mengalir mencari tempat yang lebih rendah. Tapi sayangnya, seringkali banyak jalanan yang kemiringannya tidak sesuai, drainasenya buruk dan banyak sampah yang menyumbat. Akibatnya, potensi genangan dan banjir meninggi. ”Makanya harus hati-hati. Ini kalau terjadi pasang naik, maka potensi kemacetan dan distribusi logistik antar kota dan antar pulau harus dicermati,” paparnya.(sha/mia)
Laporan: JPG
Editor: Fopin A Sinaga