Sebagaimana dikutip dari AssociatePress via Engadget, Selasa (9/4/2019), untuk menindaklanjuti hukuman tersebut, beberapa minggu mendatang, pemerintah setempat akan berkonsultasi tentang jenis-jenis hukuman terhadap kedua raksasa teknologi itu. Bisa saja hukuman denda, memblokir akses ke situs, dan meminta anggota senior perusahaan teknologi itu bertanggung jawab atas kegagalan mereka.
Baik Facebook dan Google sebelumnya telah menolak bertanggung jawab atas konten yang diterbitkan di platform mereka. Penolakan tersebut rupanya membuat panas hubungan antara Inggris dan Amerika Serikat (AS). Inggris menuduh platform Facebook dan Google memungkinkan penjahat untuk menyebarkan terorisme hingga pandangan ekstremis. Yang terbaru adalah live streaming aksi brutal penembakan di Selandia Baru. Namun kedua perusahaan yang berbasis di AS itu menolak tuduhan tersebut.
Google telah dipanggil untuk penyebaran teori konspirasi di YouTube. Twitter pun ikut terseret lantaran dianggap telah lama bergulat dengan penyalahgunaan obat-obatan di situsnya.
Sementara sejauh ini, Inggris telah melakukan langkah-langkah baru yang merupakan bagian dari ‘Online Harms White Paper’. Ini merupakan proposal bersama dari Departemen Digital, Budaya, Media dan Olahraga (DCMS) Inggris dan Home Office, serta telah menerima restu dari Perdana Menteri Inggris Theresa May.
’’Internet bisa menjadi brilian dalam menghubungkan orang di seluruh dunia. Tetapi terlalu lama perusahaan-perusahaan ini tidak melakukan cukup banyak untuk melindungi pengguna, terutama anak-anak dan orang muda, dari konten berbahaya,’’ kata May dalam sebuah pernyataan.