TEHERAN (RIAUPOS.CO) – Seorang pejabat tinggi Iran mengklaim ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh tewas dalam operasi jenis baru yang kompleks. Dia pun menyalahkan Israel dan kelompok oposisi yang diasingkan oleh Teheran, Mujahidin Rakyat Iran (MEK), sebagai biang keladi operasi itu.
“Operasi (pembunuhan Fakhrizadeh, red) itu sangat kompleks, menggunakan peralatan elektronik dan tidak ada seorang pun pelaku yang berada di tempat kejadian,” ujar Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Laksamana Ali Shamkhani, Senin (30/11/2020), dikutip AFP.
Dia menuduh MEK pasti terlibat bersama dengan rezim zionis dan Mossad (Badan Intelijen Israel).
“Musuh menggunakan metode yang benar-benar baru, profesional dan terspesialisasi dan mencapai tujuannya,” katanya, tanpa memerinci persenjataan yang digunakan dalam operasi itu.
Komentar Shamkhani itu muncul dalam wawancara video yang disiarkan oleh stasiun televisi milik pemerintah dan kantor berita Fars. Tanpa mengutip sumber, Fars mengklaim bahwa penyerangan terhadap Fakhrizadeh dilakukan dengan bantuan “senapan mesin otomatis” yang dikendalikan dari jarak jauh dan dipasang di sebuah truk pikap.
Presiden Iran Hassan Rouhani pada Sabtu (28/11/2020) lalu menuduh Israel bertindak sebagai “tentara bayaran” yang diperintahkan Amerika Serikat untuk melakukan pembunuhan itu.
Ilmuwan Mohsen Fakhrizadeh meninggal di rumah sakit, Jumat (27/11/2020) lalu dengan kondisi tubuh luka-luka. Menurut Kementerian Pertahanan Iran, para penyerang menargetkan mobil yang ditumpangi Fakhrizadeh dan sempat terlibat baku tembak dengan para pengawal sang ilmuwan di luar Teheran.
Shamkhani menuturkan, musuh-musuh Iran telah menjadikan Fakhrizadeh sebagai target selama 20 tahun ini.
“Pasukan keamanan telah memperkirakan kemungkinan serangan terhadapnya, bahkan memperkirakan kemungkinan lokasi kejadian,” katanya.
Menurut Menteri Pertahanan Iran, Amir Hatami, Fakhrizadeh adalah salah satu deputinya yang mengepalai Organisasi Riset dan Inovasi Kemhan Iran. Fakhrizadeh memiliki fokus kerja pada bidang pertahanan nuklir.
Sumber: Reuters/Russia Today/News
Editor: Hary B Koriun