JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Angkatan Laut Iran merilis sebuah video yang menunjukan aksi dari sekelompok tentara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) terjun di atas kapal tanker minyak Advantage Sweet tujuan Houston di Teluk Oman. Tentara IRGC itu terlihat merebut kendali kapal tanker.
Naval Forces Central Command (NAVCENT) Amerika Serikat membenarkan kapal tanker yang hendak menuju Houston dari Kuwait telah direbut paksa di perairan internasional di Teluk Oman. Kapal tanker minyak Advantage Sweet berbendera Marshall Island direbut pasukan Iran pada Kamis (27/4).
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Kapten Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, tindakan penahanan Kapal Niaga ini harus dilihat dari berbagai sudut. Karena ada hukum internasional yang mengatur syarat penahanan kapal niaga.
"Menurut hukum internasional, suatu negara hanya boleh melakukan penahanan kapal di perairan internasional jika kapal tersebut diduga melanggar hukum internasional atau peraturan yang diakui secara internasional," ujar Hakeng kepada wartawan, Senin (1/5).
Menurutnya, jika kapal niaga tersebut tidak melanggar hukum internasional atau peraturan yang diakui secara internasional, maka tindakan penahanan oleh aparat keamanan Iran dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.
Selain itu, tindakan penahanan yang dilakukan dengan senjata lengkap dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak proporsional dan melanggar hak asasi manusia. Terutama jika tidak ada ancaman yang jelas dan nyata terhadap keselamatan dan keamanan aparat keamanan negara tersebut.
"Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan penahanan kapal niaga di perairan internasional, negara harus memastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan memperhatikan hukum internasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia," imbuhnya.
Menurut Hakeng, dasar hukum yang mengatur tentang tindakan penahanan kapal oleh aparat keamanan suatu negara di perairan internasional adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS). UNCLOS adalah perjanjian multilateral yang mengatur hak dan kewajiban negara-negara dalam penggunaan laut dan pengelolaan sumber daya laut di seluruh dunia, termasuk perairan internasional.
Menurut UNCLOS, negara memiliki yurisdiksi terbatas di perairan internasional, yaitu untuk melakukan tindakan pencegahan dan penangkapan kapal yang melanggar hukum internasional atau peraturan yang diakui secara internasional. Tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam UNCLOS, seperti prinsip kebebasan navigasi di laut lepas dan hak untuk berlayar di laut teritorial.
"Ketentuan-ketentuan UNCLOS dan prinsip-prinsip hukum internasional lainnya ini bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan penahanan kapal di perairan internasional dilakukan dengan memperhatikan kepentingan seluruh negara dan masyarakat internasional serta hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi," tegas Hakeng.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman