Jokowi: Grasi untuk Annas Maamun karena Faktor Kemanusiaan

Hukum | Kamis, 28 November 2019 - 12:18 WIB

Jokowi: Grasi untuk Annas Maamun karena Faktor Kemanusiaan
INTERNET

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Keputusan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau yang menjadi terpidana korupsi, Annas Maamun, menuai kecaman. Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan semangat antikorupsi yang semestinya memberikan hukuman dengan efek jera bagi koruptor.

Namun, Jokowi membantah anggapan tersebut. Dia berdalih, keputusan itu sudah sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia yang diatur dalam undang-undang. ’’Grasi itu adalah hak yang diberikan kepada presiden atas pertimbangan MA (Mahkamah Agung). Itu jelas sekali dalam UUD (Undang-Undang Dasar) kita. Jelas sekali,’’ ujarnya di Istana Kepresidenan Bogor kemarin (27/11).


Annas Maamun merupakan terpidana korupsi alih fungsi lahan. Dia ditangkap KPK pada 25 September 2014. Hakim telah memvonisnya tujuh tahun penjara. Jokowi memberikan grasi berupaya potongan masa hukuman satu tahun. Dengan ’’korting’’ tersebut, pria 79 tahun itu diprediksi bebas pada Oktober 2020.

Pemberian grasi kepada Annas, lanjut Jokowi, sudah dipertimbangkan MA serta Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM. Dia mengakui, aspek kemanusiaan menjadi pertimbangan utama. ’’Dari sisi kemanusiaan, memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus,’’ ungkapnya.

Sementara itu, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadana menilai, pemberian grasi itu mempertegas kesan minimnya sikap antikorupsi presiden. ’’Jadi, kesimpulan bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki komitmen antikorupsi itu bukan tanpa dasar,’’ ujarnya kemarin.

Sebelumnya, kata dia, presiden juga merestui calon pimpinan KPK yang diduga mempunyai banyak persoalan, menyetujui revisi UU KPK, serta menolak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menyelamatkan KPK.

Kurnia menambahkan, pemberian grasi bagi Annas harus dipertanyakan. Sebab, korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime alias kejahatan luar biasa. ’’Pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan,’’ tegasnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook