KASUS MOBIL LISTRIK

Kerugian BUMN Belum Tentu Kerugian Negara

Hukum | Selasa, 26 Januari 2016 - 09:51 WIB

Kerugian BUMN Belum Tentu Kerugian Negara
internet

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sidang perkara dana riset prototype mobil listrik yang menjerat Dasep Ahmadi memasuki tahap pemeriksaan ahli. Saksi ahli keuangan negara menyatakan, uang tiga perusahaan BUMN yang dikeluarkan untuk kerja sama riset mobil listrik belum tentu bisa dikategorikan kerugian negara.

Saksi ahli keuangan negara yang dihadirkan jaksa, Siswo Sujanto, mengungkapkan penegak hukum harus berhati-hati mengusut dugaan korupsi penggunaan uang negara di BUMN. Pengusutannya harus dibedakan dengan pengadaan barang  dan jasa yang uangnya bersumber dari APBN atau APBD.  ’’Harus hati-hati sebab kerugian sebuah korporasi itu beda dengan kerugian negara,’’ kata Siswo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/1).

Baca Juga :Kadin Sebut Aksi Boikot Produk Terkait Israel Merugikan Dunia Usaha

Menurut Siswo, kerugian yang dialami BUMN tidak bisa serta merta disamakan dengan kerugian negara. ’’Kalau penggunaan uangnya dilakukan secara professional, ya tidak bisa disebut kerugian negara. Itu hanya bisa disebut kerugian perusahaan,’’ terangnya.

Hakim kemudian meminta Siswo mengambil contoh pada kasus Dasep. Siswo menjelaskan, keterlambatan penyelesaian prototype mobil listrik yang merupakan kerja sama antara Dasep dan tiga BUMN tidak bisa dinilai menimbulkan kerugian negara. Kata dia, mekanisme penyelesaian permasalahan tersebut harus dilakukan dengan penerapan denda.

Pengacara Dasep, Elsa Syarief, menanyakan kepada saksi ahli bahwa komponen apa sebagai penentu terjadinya kerugian negara pada perjanjian kerja sama dengan BUMN. Siswo menjawab, wanprestasi yang terjadi dalam kerja sama BUMN bisa ada di wilayah perdata dan pidana. Jika sejak awal sebuah kerja sama dibuat untuk menguntungkan pihak tertentu dan cacat hukum, maka hal tersebut jelas sebuah pidana.

Sebaliknya, ketika dalam sebuah kerja sama timbul masalah keterlambatan atau hal-hal yang tidak sesuai kontrak, maka itu bisa masuk ranah administrasi (hukum perdata).

Selain Siswo, jaksa juga menghadirkan saksi ahli dari auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Adi Sucipto. Majelis hakim dan kuasa hukum Dasep sempat meragukan mekanisme perhitungan kerugian negara yang dilakukan Adi. Sebagaimana diketahui, BPKP melakukan perhitungan secara total lost. Hal itu dianggap aneh karena selama ini Dasep telah menyelesaikan kendaraan listrik seperti yang dituangkan dalam kontrak kerja sama.

Penerapan total lost dilakukan karena Adi menganggap mobil listrik yang dibuat Dasep tidak sesuai kontrak. Ketidaksesuaian ialah tak adanya surat layak jalan dari Kementerian Perhubungan. Alasan itu dianggap kuasa hukum Dasep aneh. Sebab, sampai saat ini belum ada mekanisme uji kelayakan untuk kendaraan listrik di Indonesia.

Adi juga menilai Dasep tidak memiliki sertifikasi membuat kendaraan listrik. ’’Anda tahu dari mana, apa perlu saya tunjukan sertifikasi keahliannya?’’ ucap Vino Syarif, kuasa hukum Dasep.

Adi menjawab menilai itu dari keterangan salah satu staf  Dasep. ‘’Nah itu dia kesalahan Anda. Karyawan yang Anda tanya itu tahu tidak orang ini (menunjuk Dasep, red) punya sertifikat keahlian,’’ ujar Vino.

Dia lantas menunjukan beberapa karya Dasep termasuk yang selama ini dipamerkan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung tiba-tiba mempermasalahkan kerja sama riset mobil listrik yang dilakukan Dasep dan tiga BUMN. Riset prototype mobil listrik itu dilakukan untuk menyambut perhelatan APEC di Bali, 2013 silam. Pemerintah saat itu ingin pamer ke sejumlah kepala negara bahwa putra Indonesia ada yang bisa membuat kendaraan masa depan.(gun/agm/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook