JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris, menyatakan akan mengevaluasi pimpinan KPK terkait adanya dugaan menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice terkait kasus proses pergantian antarwaktu (PAW). Sebab diduga terdapat kejanggalan pemberian informasi yang disampaikan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, terkait keberadaan Harun Masiku.
"Tentu kita akan mengevaluasi semua itu, cuma tidak bersifat kasuistik, kecuali yang bersifat etik," kata Syamsuddin ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).
Syamsuddin menyatakan, Dewas akan mengevuasi kinerja KPK dalam tiga bulan berkala. Menurutnya, hal ini merupakan mekanisme berkala yang dilakukan Dewas kepada pimpinan hingga pegawai KPK.
"Sifatnya pengawasan berkala selama tiga bulanan, jadi ada mekanisme pengawasan berkala beserta evaluasi kinerja secara berkala yang disepakati antara Dewas dengan pimpinan KPK," ujar Haris.
Sebelumnya, KPK enggan untuk mengusut dugaan adanya menghalang-halangi atau obstruction of justice proses penyidikan terkait keberadaan politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku. Lembaga antirasuah menyebut, belum melihat adanya upaya merintangi penyidikan terkait keberadaan Harun.
"Kami tidak memandang sejauh itu ya (adanya dugaan merintangi penyidikan)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (22/1).
Informasi mengenai keberadaan Harun terkesan janggal. Dalam pemberitaan disebutkan, Harun telah kembali ke Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Namun, hal ini baru dibenarkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pada hari ini, Rabu (22/1).
Harun yang sebelumnya menurut Imigrasi berada di Singapura sejak Senin (6/1), ternyata sehari sebelum terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) yang meringkus Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1) telah berada di Tanah Air.
Kejanggalan ini pun lantaran, Menkumham Yasonna Laoly yang juga politikus PDIP ini pada Kamis (16/1) lalu menyampaikan, Harun masih berada di Singapura. Namun, kemudian muncul pemberitaan bahwa tersangka pemberi suap Harun masiku berada di Indonesia sejak Selasa (7/1) sehari sebelum terjadinya operasi senyap KPK.
Pemberitaan itu dilengkapi dengan rekaman CCTV, yang memperlihatkan Harun tengah berada di Bandara Soekarno Hatta. Namun, baru pada Rabu (22/1), Ditjen Imigrasi mengakui Harun telah berada di Indonesia. Imigrasi mengaku adanya delay system sehingga menghambat pemberian informasi terkait keberadaan Harun.
Kendati demikian, KPK lebih memilih untuk menunggu adanya pendalaman yang dilakukan pihak Imigrasi terkait adanya delay system. Nantinya, KPK akan menindaklanjuti laporan adanya delay system, ada faktor kesengajaan atau tidak.
"Dirjen Imigrasi akan melakukan pendalaman. Tentunya itu adalah informasi positif, informasi yang bagus. Apa nanti kemudian di sana ada unsur kesengajaan, atau lalai ataupun yang lainnya, tentu perlu pendalaman dulu ke sana," tukas Ali.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal