Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020

Hukum | Rabu, 22 Januari 2020 - 15:36 WIB

 Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020
Ilustrasi Harun Masiku. (jawapos.com)

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM membenarkan politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat Batik Air.

“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku melintas masuk,” kata Dirjen Imigrasi, Ronny Sompie kepada JawaPos.com, Rabu (22/1).

Baca Juga :Paspor Bukan Exit Permit untuk Bekerja

Ronny menyampaikan, pihaknya akan segera memberikan penjelasan mengapa terjadi keterlambatan informasi terkait pulangnya Harun ke tanah air. Namun, dia memastikan pihaknya juga telah menindaklanjuti pencegahan keluar negeri atas dasar perintah pimpinan KPK.

“Hal tersebut telah terhubung ke seluruh Kantor Imigrasi dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi di seluruh Indonesia, melalui sistem yang tergelar dan menjadi tulang punggung Ditjen Imigrasi dalam melakukan pengawasan dan pelayanan keimigrasian,” tukas Ronny.

Sebelumnya, KPK menyampaikan aparat kepolisian telah mendatangi kediaman istri politikus PDI Perjuangan Harun Masiku di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebab beredar kabar, Harun sempat pulang ke rumahnya dan secara terang-terangan disebutkan oleh istrinya yang bernama Hilda.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan, polisi tidak menemukan Harun Masiku ketika menyambangi rumah istrinya yang berlokasi di Perumahan Bajeng Permai, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa. KPK berupaya semaksimal mungkin untuk menemukan Harun.

“Dari Polri juga sudah mencari bergerak ke tempat yang informasi teman media di Gowa itu. Namun, kan ternyata tidak ada,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/1) malam.

Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyebut KPK tetap berupaya semaksimal mungkin untuk menelisik keberadaan Harun yang masih buron. Lembaga antirasuah menerima semua informasi untuk memudahkan penangkapan Harun.

“Kita yakin bahwa nanti akan ada hasilnya dan akan segera ditangkap tersangka Harun tersebut. Kita bergerak bersama dengan Polri, karena kita bekerja sama di sana (Gowa) dan jaringannya tentu Polri juga sangat luas,” tukas Ali.

Harun diduga merupakan salah satu kunci terkait perkara yang diduga melibatkan petinggi PDIP. Penyidik lembaga antirasuah hingga kini masih mendalami asal-usul uang Rp 400 juta yang diberikan untuk Wahyu Setiawan melalui sejumlah perantara.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor : Deslina

Sumber: Jawapos.com









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook