JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pernyataan politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, soalah penegak hukum --polisi, jaksa, dan hakim-- tak bisa kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) mendapat kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW menyatakan logika berpikir anggota Komisi III DPR tersebut bengkok. Pernyataan tersebut dianggap tak didukung argumentasi kuat.
"ICW melihat ada yang bengkok dalam logika berpikir Arteria Dahlan terkait dengan OTT aparat penegak hukum. Selain bengkok, pernyataan anggota DPR RI Fraksi PDIP itu juga tidak disertai argumentasi yang kuat," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Kurnia meminta Arteria untuk membaca lebih cermat Pasal 1 angka 19 KUHAP yang mengatur mengenai tangkap tangan. Operasi senyap ini legal untuk dilakukan oleh penegak hukum.
Menurutnya, Arteria seolah-olah tidak memahami bahwa filosofi dasar penegakan hukum adalah equality before the law. Artinya, siapa saja sama di muka hukum sekali pun mereka adalah aparat penegak hukum.
"Pernyataan semacam ini sulit dipahami sebab kegaduhan itu timbul bukan karena penegak hukum melakukan OTT, melainkan faktor eksternal. Misalnya tingkah laku dari tersangka atau kelompok tertentu yang berupaya mengganggu atau menghambat penegakan hukum," ujarnya.
Lebih lanjut, Kurnia menyebut Arteria tak memahami fokus utama penindakan kasus korupsi adalah penegak hukum. Terkait hal ini ia memberi contoh KPK Hongkong yang mulai memberantas korupsi dari sektor penegak hukum yaitu kepolisian.
"Dengan begitu, maka penegakan hukum dapat terbebas dari praktik korupsi dan kepercayaan publik pun lambat laun akan kembali meningkat," ujarnya.
Sebelumnya, Arteria mengatakan polisi, jaksa, dan hakim yang bertugas di Indonesia tidak seharusnya menjadi objek OTT kasus dugaan korupsi. Ia menilai aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.
"Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi. Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT. Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi daring bertajuk "Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?" pada Kamis (18/11/2021).
UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sendiri mengatur secara rinci soal Simbol Negara.
Itu terdiri dari Bendera Negara Indonesia yang adalah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara yakni Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Tak ada jabatan tertentu menjadi simbol negara, sekali pun presiden.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun