PEĀ­NETAPAN KEPALA BPKAD KUANSING

Hadiman: Tidak Ada Kriminalisasi

Hukum | Rabu, 17 Maret 2021 - 12:22 WIB

Hadiman: Tidak Ada Kriminalisasi
Hadiman


TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) -  Pe­netapan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing HA sebagai tersangka dugaan kasus korupsi SPPD Fiktif tahun 2019 oleh Kejaksaan Negeri Kuansing 10 Maret 2021 kemarin, mendapat perlawanan dari tersangka HA.

HA menuding ada dugaan konspirasi dan kriminalisasi terhadap dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pejabat kejaksaan dan pejabat Pemda.


Namun itu, dibantah keras langsung Kejari Kuansing Hadiman SH MH. Sebagai Ketua Tim Penyidik terhadap kasus SPPD fiktif di BPKAD Kuansing itu, mereka tidak pernah melakukan konspirasi, intervensi maupun kriminalisasi terhadap yang bersangkutan atau pemerintah daerah. Termasuk kasus-kasus korupsi yang sudah diputus di persidangan.

“Kalau merasa dizolimi dan dikriminalisasi diajukan bukti-bukti di persidangan Tipikor. Tapi kalau saya dan tim saya tidak pernah melakukan itu. Tidak ada tebang pilih dalam penanganan korupsi bagi kami,’’ tegas Kejari Kuansing Hadiman, Selasa (16/3).

Dalam kasus SPPD fiktif ini, saat itu statusnya dalam tahap penyidikan ada 94 orang PNS di lingkungan Pemkab Kuansing yang akan dimintai keterangan. Ini menyusul nama-nama mereka tercantum dalam SPPD fiktif itu.

Namun Bupati Kuansing H Mursini mengutus Sekda Kuansing Dr H Dianto Mampani, Asisten I Mujelan Arwan SH MH, Kabag Hukum Suryanto SH dan mantan Kabag Umum Drs Muradi menyampaikan permohonan bupati kalau semua PNS di lingkungan BPKAD Kuansing dan beberapa lainnya sebanyak 94 orang itu dipanggil dan periksa, akan banyak menganggu pekerjaan di dinas terkait.

 Sementara keterangan yang akan disampaikan itu sama saja. Dengan mempertimbangkan permohonan bupati itu agar tidak terganggunya pekerjaan di dinas,maka ia memutuskan hanya memanggil 26 orang termasuk tersangka HA, kabid dan kasubid, bendahara di BPKAD dan beberapa orang lainnya.

“Itu pengakuan Pak Sekda pada saya. Dengan pertimbangan itu, saya dan tim mengabulkan aja. Tapi bukan untuk menghentikan kasus ini,” tegas Hadiman.

Sebagai penegak hukum, bila ada laporan masuk tentu ditindaklanjuti dengan terlebih dahulu meminta keterangan pihak-pihak yang ada kaitannya dengan SPJ fiktif ini. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan penyimpangan, di mana surat perintah tugas (SPT) dan SPPD ditandatangani oleh tersangka HA selaku pengguna anggaran dan selaku kepala BPKAD.

Mereka sebagian melakukan perjalanan dinas fiktif dengan memesan ratusan kamar di beberapa hotel di Pekanbaru. Salah satunya hotel GZ, ratusan kamarnya fiktif namun dalam SPJ ada bill hotel tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan pihak hotel, pihak hotel mengatakan bill hotel ratusan kamar tersebut fiktif.

Belum lagi bon pembelian minyak atau transportasi darat fiktif dan tersangka mengakuinya fiktif dan menyerahkan uang fiktif bon minyak itu kepada penyidik Rp493 juta yang langsung disita. Kerugian itu sampai ditetapkannya HA, semakin bertambah karena belum hotel fiktif.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dari staf BPKAD seperti kabid mengatakan, bahwa uang fiktif itu untuk keperluan pimpinan.

Ditambah lagi keterangan saksi dari manajer hotel sebanyak 7 manajer hotel, kamar yang dipesan untuk kegiatan BPKAD ada juga mark up.

Dikatakan Hadiman, didalam surat perintah tugas dan surat perintah perjalanan dinas SPPD yang ditandatangani tersangka HA, melebihi ketentuan peraturan Permendagri dan Peraturan Menteri Keuangan, Pergub dan Perbub, bahwa perjalanan dinas ke kota provinsi Pekanbaru hanya dua hari.  Namun faktanya melakukan perjalanan dinas satu SPPD ada yang 17 hari dan ada juga lima hari melebihi peraturan yang dibuat oleh pemerintah.

Sehingga penyidik melakukan gelar perkara  dengan kasus ini yang dihadiri para kasi dan penyidik dan seluruh tim ekspos satu suara untuk menetapkan kepala BPKAD dan selaku pengguna anggaran sebagai tersangka HA.

“ Jadi tidak ada kami mereka-reka kasus ini. Ini murni penegakan hukum. Tidak ada konspirasi, tidak ada pesanan dan juga tidak unsur sakit hati. Apa yang disampaikan tersangka HA itu adalah menggiring opini semata, menciptakan kegaduhan seolah-olah tersangka adalah korban. Padahal fakta-fakta penyidikan dari keterangan saksi-saksi dan adanya barang bukti bahwa tersangka lah diduga pelakunya,”ujarnya.

Kalau penyidik sudah menetapkan tersangka terhadap HA, maka penyidik sudah mengantongi dua alat bukti dan alat bukti tersebut sudah sah secara hukum karena sudah ada persetujuan penyitaan dari pengadilan.

Karena itu, sebagai Kejari Kuansing ia menyampaikan kepada tersangka HA, kalau memang merasa dizolimi dan dikriminalisasi silakan dibuktikan di persidangan Tipikor, jangan mengiring opini diluar tanpa bukti-bukti, karena penyidik sudah menjalankan tupoksinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

HA Mangkir dari Panggilan

Kepala BPKAD Kuansing HA yang menjadi tersangka, mangkir dari panggilan penyidik kejaksaan yang dijadwalkan siang tadi (kemarin, red). Ia hanya mengutus kuasa hukumnya.

“Tadi, Pak Bangun sebagai pengacara dan kuasa hukum HA datang mewakili HA menyampaikan alasan ketidakhadiran kliennya,” kata Hadiman.

Alasan ketidakhadiran HA, menurut pengacara sekaligus kuasa hukumnya tengah menjenguk orang tuanya yang sedang sakit. Untuk itu, kejaksaan menyampaikan surat panggilan kedua pada pengacara dan kuasa hukumnya untuk bisa hadir Jumat (19/3).(dac)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook