JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ancaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Terorisme disesalkan oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid (Hidayat).
Adapun ancaman itu dikeluarkan Presiden karena DPR lamban mengesahkan revisi UU Antiterorisme. Menurut Hidayat, pimpinan DPR maupun panitia kerja (panja) revisi UU Antirorisme sudah memastikan keterlambatan pengesahan bukan karena parlemen.
"Jadi, semestinya Pak Jokowi jangan mengancam dengan mengeluarkan pernyataan akan membuat Perppu," ujarnya di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Seharusnya, sambungnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegur dan menyelesaikan persoalan itu dengan menkumham.
"Kenapa menkumham meminta penundaan? Jadi, ini permasalahan di internal eksekutif," tuturnya.
Di sisi lain, dia mengingatkan seharusnya koordinasi antara kementerian dan presiden juga maksimal. Pasalnya, dalam kenyataannya sekarang, koordinasi itu tidak maksimal. Oleh sebab itu, dia mengaku heran pemerintah yang meminta penundaan, lalu tiba-tiba mengancam mengeluarkan Perppu.
"Menkumham beberapa kali menyurati DPR untuk meminta penundaan sehingga tidak bisa lanjut," jelas Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dia memandang, Jokowi harus menanyakan kenapa menkumham meminta penundaan terus. Presiden lebih baik memerintahkan menkumham mencabut surat penundaan.
"Kemudian membuat surat yang baru menyatakan siap meminta duduk bersama DPR membahas masalah ini," paparnya.
Presiden Jokowi sebelumnya mengaku akan menerbitkan Perppu Antiterorisme jika hingga akhir masa sidang DPR pada Juni mendatang para wakil rakyat belum merampungkan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003.
Pasalnya, revisi UU itu sudah dua tahun berjalan, tetapi pembahasan belum tuntas. (boy)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama