PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menolak eksepsi lima terdakwa kasus penipuan berkedok investasi pada sidang yang digelar Senin (13/12/2021). Dengan ditolaknya eksepsi empat terdakwa pimpinan Fikasa Group dan satu marketing freelancer-nya, maka kasus tetap berada di jalur hukum pidana.
''Keberatan terdakwa tidak bisa diterima. Sidang kita tetap lanjutkan. Untuk penasehat hukum bisa mengajukan banding atau tidak atas putusan ini. Untuk JPU (Jaksa Penuntut Umum, red) bisa menghadirkan saksi saksi untuk sidang pekan depan,'' kata Dahlan SH MH, hakim ketua yang menyidangkan perkara ini.
Kasus ini melibatkan PT Wahana Bersama Nusanta (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP) anak usaha Fiksa Group dan 10 orang investor asal Kota Pekanbaru, Riau, yang menjadi korban. Total kerugian yang ditanggung korban pada kasus ini mencapai Rp84,9 miliar.
Para terdakwa yang sebelumya mengajukan eksepsi itu adalah Bhakti Salim selaku Direktur Utama PT WBN dan PT TGP, Agung Salim selaku Komisaris Utama (Komut) PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Eksepsi terdakwa lainnya adalah Maryani, Marketing freelance PT WBN dan PT TGP dengan berkas tuntutan terpisah, juga ditolak hakim.
Majelis hakim menyatakan eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa lebih kepada perkara pokok, bukan syarat formil dari dakwaan JPU. Sementara itu, JPU Rendi Panalosa sejak awal sudah yakin, majelis hakim akan menolak eksepsi para terdakwa. Karena dakwaan yang disusun telah memenuhi syarat formil. JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 378 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) jo Pasal 55 KHUP tentang penipuan dan pengelapan.
''Dakwaan yang kami susun itu sudah jelas. Sementara eksepsi kuasa hukum terdakwa yang disampaikan itu lebih kepada membahas materi pokoknya. Jadi wajar saja kalau hakim menolaknya,'' sebut Rendi.
Seperti diberitakan sebelumnya, 10 investor asal Pekanbaru yang menjadi nasabah dua anak usaha Fikasa Group mengalami kerugian Rp84,9 miliar. Penipuan ini bermula pada 2016 lalu ketika para pimpinan Fikasa Group mengeluarkan Promissory Note untuk penambah biaya operasional dua anak usahanya, PT WBN dan PT TGP.
Untuk menjual Promissory Note ini, Maryani direkrut sebagai marketing freelancer. Para nasabah tergiur karena Maryani mengiming-imingi imbal balik tinggi dari Promissory Note, mencapai 9 hingga 12 persen. Dalam menawarkan Maryani juga meyakinkan para korban bahwa perusahaan tersebut merupakan milik konglomerat kaya keluarga Salim.
Seiring berjalannya waktu, imbal balik ini tidak didapat para investor. Bahkan perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat mengembalikan pokok investasi para korban. Belakang diketahui bahwa sejak Oktober 2016 hingga September 2020, uang investasi dari para korban justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group. Bahkan menurut JPU, ada juga yang mengalir ke rekening pribadi para terdakwa.
Atas tuntutan para investor itu, para terdakwa pada awal 2020 sempat berjanji dengan surat pernyataan bahwa akan melakukan pengembalian pokok investasi pada 25 Maret 2020. Namun hingga jatuh tempo dijanjikan uang itu tidak pernah kembali. Bahkan hingga jalannya sidang, para korban masih tercatat mengalami kerugian sebesar Rp84,9 miliar.
Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: Hary B Koriun