JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan dapat memproses kembali Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) jika ditemukan bukti-bukti baru.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Sjamsul dan Itjih lantaran perbuatan korupsi yang dianggap bersama-sama dengan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).
"Tetapi yang perlu kami tegaskan sebenarnya begini bahwa yang dihentikan oleh KPK dalam SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih Nursalim itu sesungguhnya adalah perbuatan yang dianggap bersama-sama dengan SAT," kata Ghufron.
SP3 tersebut diterbitkan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) KPK terhadap putusan kasasi Syafruddin pada 16 Juli 2020.
Dalam putusan kasasi MA pada 9 Juli 2019 untuk terdakwa Syafruddin itu disebutkan bahwa perbuatan Syafruddin bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle echtsvervolging).
"Kalau ternyata kemudian, baik KPK ataupun publik kemudian bisa memberikan kontribusi baru bahwa ada perbuatan lain selain perbuatan yang dinyatakan dan sudah diputus oleh kasasi ini, maka sesungguhnya ini masih terbuka asalkan konstruksinya adalah perbuatan tunggal. Tidak berkaitan lagi dengan SAT atau perbuatan lain yang di luar dari yang sudah diputuskan oleh kasasi. Itu perlu dikoridori," ujar Ghufron.
Ia menyatakan jika lembaganya menemukan bukti-bukti baru dugaan korupsi yang dilakukan Sjamsul dan Itjih dan tidak terkait lagi dengan perkara Syafruddin, maka terbuka untuk diproses hukum kembali.
"Bahwa untuk yang perkara bersama-sama dengan SAT itu sudah dihentikan, tetapi untuk perbuatan lain seandainya kami menemukan bahwa selain ada misreprentasi ternyata ada misalnya penggelembungan, mark-up atau penaikan nilai aset-aset yang terpisah dari perbuatan SAT. Itu masih perbuatan yang terbuka bisa dilakukan proses hukum," ujar dia pula.
Ghufron juga mengatakan lembaganya tidak terbatas dengan asas "ne bis in idem" atau asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.
"Artinya, kami tidak akan kemudian terbatas dengas asas ne bis in idem karena perbuatannya terpisah, tetapi kalau perbuatan yang bersama-sama dengan SAT, kami harus hormat dan taat kepada putusan kasasi SAT," kata Ghufron.
Sebelumnya, KPK menerbitkan SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih pada 31 Maret 2021 dalam perkara dugaan korupsi bersama-sama dengan Syafruddin selaku Ketua BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada BPPN yang dilakukan oleh tersangka Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI yang diduga merugikan negara hingga Rp4,58 triliun.
Sumber: JPNN/Antara/Pojoksatu
Editor: Hary B Koriun