Srimulat merupakan grup lawak dengan sejarah panjang. Grup itu memulai lawakan pertamanya pada Agustus 1951 di bawah bendera Gema Malam Srimulat. Mengalami berkali-kali bongkar pasang pemain, lalu bubar dan kembali lagi, Srimulat kini memang sudah tidak aktif. Namun, cerita mereka tetap melegenda.
Laporan: Jawapos.com
TEGUH Slamet Rahardjo membentuk Srimulat. Nama tersebut diambil dari nama sang istri. Srimulat kali pertama memulai pertunjukannya di Teater Sriwedari. Aksi kocak mereka berhasil melambungkan nama Srimulat di daerah Jawa.
Namun, kehadiran pemain kendang bernama Gepeng (Bio One) membuat Srimulat terganggu. Tepat di hari itu, Srimulat mendapat tawaran tampil di TV nasional. Teguh (Rukman Rosadi), pemimpin Srimulat kala itu, memenuhi undangan tersebut.
Rupanya, Srimulat diminta untuk tampil di hadapan Presiden Soeharto di Jakarta. Srimulat yang beranggota Timbul (Dimas Anggara), Tarsan (Ibnu Jamil), Tessy (Erick Estrada), Paul (Morgan Oey), Basuki (Elang El Gibran), Nunung (Zulfa Maharani), Anna (Naima Al Jufri), dan Djudjuk (Erika Carlina) berangkat menuju ibu kota dengan dipimpin Asmuni (Rifnu Wikana).
Di kesempatan tersebut, Teguh merekrut Gepeng sebagai anggota Srimulat. Di tengah keinginan bergabung dengan Srimulat, konsentrasi Gepeng terpecah karena kehadiran Royani (Indah Permatasari). Dia merupakan anak perempuan pemilik rumah kontrakan yang disewa Srimulat di Jakarta, bernama Babe Makmur (Rano Karno).
Perjalanan karier grup lawak Srimulat dari nol hingga di puncak tersaji dalam film garapan sutradara Fajar Nugros. Dalam film berjudul Srimulat: Hil Yang Mustahal Babak Pertama (sering disebut Srimulat: Hil Yang Mustahal) itu menceritakan liku-liku perjalanan Srimulat yang sempat beberapa kali merombak anggota.
Meski terkesan lawas, Fajar berhasil menggarap karyanya tersebut dengan apik dan modern. Drama serta komedi yang fresh pun dapat diterima dengan baik. Dan, membuat Srimulat: Hil Yang Mustahal layak ditonton semua kalangan alias lintas generasi.
Terlebih film tersebut dibintangi sederet bintang muda. Generasi yang tidak mengenal Srimulat pun akan tetap paham dengan alur ceritanya. Gelak tawa penonton dipastikan bakal terus terdengar selama pertunjukan.
Fajar mengungkapkan, dirinya mengalami beberapa hambatan saat ditantang menggarap film tersebut. Di antaranya, dia tidak begitu tahu sejarah seluk-beluk Srimulat. ”Srimulat versi saya kenal itu era 1990-an, sementara Srimulat kan sudah ada dari tahun 1950-an,’’ jelasnya.
Pria kelahiran Jogjakarta itu tidak punya bayangan pasti soal cerita, pesan, atau karakter yang mau ditonjolkan dalam film. Apalagi, dokumentasi sejarah serta pementasan Srimulat sejak awal terbentuk pun kini sulit dicari. ”Untungnya, ada saksi hidup nih Eko Saputro (putra Djujuk salah seorang penggawa Srimulat, Red) yang ada di samping saya. Jadi, saya tahu apa yang mau diambil,’’ terangnya.
Tantangan lainnya adalah membuat para pemain lancar berbahasa Jawa. Fajar memberikan waktu untuk para pemain mengenal serta mendalami karakter masing-masing selama empat bulan. ”Jadi ketika mereka datang ke lokasi syuting tuh udah jadi pemain Srimulat,’’ jelasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman