JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tantangan bagi orang tua masa kini untuk melakukan pendekatan dalam berkomunikasi kepada anaknya susah-susah gampang. Anak usia remaja atau dikenal dengan Gen-Z dan milenial sudah terpapar media sosial dan gawai. Maka mereka lebih suka ngobrol lewat teks ketimbang tatap muka.
Dalam sebuah survei, milenilal dan Gen-Z menghabiskan rata-rata 1 hingga 3 jam sehari beraktivitas di media sosial. TALKINC memberikan tips bagaimana berkomunikasi dengan mereka di era digital.
“Era digital telah menghadirkan berbagai kemudahan termasuk mendekatkan kerabat dan keluarga yang jauh lewat bermacam aplikasi pesan yang ada dalam gawai. Tapi di sisi lain, gawai itu pulalah yang menjauhkan orang-orang yang dekat dengan kita. Tidak jarang kita melihat sekelompok orang berkumpul dalam satu meja, tetapi masing-masing sibuk dengan gawainya dan tidak mengindahkan orang yang duduk di depan atau di sampingnya,” kata Founder & CEO TALKINC Erwin Parengkuan dalam webinar, Kamis (24/11/2022).
Berdasarkan data dari Indonesia Millenial Report 2022 dan Indonesia Gen Z Report 2022 yang dikeluarkan oleh IDN Research Institute menemukan bahwa kedua kelompok umur (milennial adalah penduduk kelahiran antara 1981-1996 dan Gen Z adalah penduduk kelahiran tahun 1997-2012) ini rata-rata menghabiskan rata-rata 1 hingga 3 jam sehari untuk melakukan aktivitas di sosial media. Hal ini mengakibatkan teguran, sapaan dan senyum berganti menjadi emoticon sehingga mengurangi sentuhan personal dalam berkomunikasi, yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hubungan antarsesama.
Di sisi lain, masyarakat juga telah dihadapkan oleh beberapa peristiwa pandemi dan krisis global yang memberikan dampak terhadap perubahan gaya hidup seperti kesenjangan sosial. Erwin Parengkuan mengatakan ketidakmampuan seseorang untuk membangun relasi dengan orang lain, tekanan hidup yang semakin berat dan menantang membuat manusia kemudian menjadi egosentris dan sulit membangun hubungan dengan orang lain, ditambah pengaruh media sosial yang membuat kita semakin terkotak-kotak.
“Lebih berkelompok, acuh kepada orang lain bahkan mendadak menjadi social justice warrior. Hidup kemudian semakin tidak nyaman ditambah ketidakmampuan dalam berkomunikasi yang merupakan faktor mendasar dalam membangun hubungan yang berarti,” ujarnya.
Dampaknya Memicu Konflik
Semakin besar jurang komunikasi yang terjadi saat ini, kata dia, mengakibatkan rentannya konflik muncul yang berakibat setiap orang dalam satu organisasi tidak dapat berkolaborasi dengan maksimal. Maka setiap orang harus menyebarluaskan ‘virus komunikasi’ baik dari sisi pengalaman dan ilmu dalam mendukung kemampuan setiap pribadi untuk dapat terus berkomunikasi dengan tepat, relevan, serta memiliki respek kepada setiap orang yang mereka ajak bicara.
Lewat KATATALKINC dapat membentuk mentalitas diri dan menjadi manusia yang utuh untuk terus dapat berkontribusi baik untuk mengembangkan ‘Act of Kindness’ dalam konteks komunikasi. Rangkaian konten tersebut akan membahas tentang Emotional Intellegence, Growth Mindset, Becoming an Ambivert, Influential Communication, Generation Gapless, Leadership Communication, dan lain-lain.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman