PARENTING

Berikan Kepercayaan Anak untuk Memecahkan Masalahnya

Gaya Hidup | Senin, 04 Oktober 2021 - 16:00 WIB

Berikan Kepercayaan Anak untuk Memecahkan Masalahnya
ILUSTRASI (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - ADA sebagian orang tua yang memberikan perlindungan berlebih kepada buah hati. Apa pun yang dikerjakan anak, tangan mama-papanya harus ikut campur. Bahkan, buah hati tidak diberi ruang untuk mencari solusi sendiri saat mengalami masalah.

PARENTS, percaya deh, setiap anak memiliki ”kekuatan” masing-masing lho. Salah satunya, memecahkan masalah atau mencari solusi. Kekuatan itu menjadi modal mereka untuk menunjukkan eksistensi saat berinteraksi sosial.


Secara naluriah, orang tua pasti tidak tega ketika anak mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah. Ya, nggak sih, mom-dad? Hehe. Please hold, yes. Kasih kesempatan kepada malaikat kecil untuk memecahkan masalahnya.

Konselor anak Rensia Sanvira menjelaskan, memberikan kepercayaan kepada anak untuk menemukan solusi berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. Salah satunya, rasa percaya diri.

”Oh, ternyata mama atau papa aku ngasih semacam kesempatan buat aku menemukan caranya keluar dari soal ini. Besok-besok bisa pasti,” katanya saat peluncuran Rebuild the World #BebaskanKreasimu beberapa waktu lalu.

Rensia mengungkapkan, saat usia 1,5 tahun, sebetulnya anak sudah bisa dilatih untuk mencari solusi maupun memecahkan masalah. Namun, orang tua mungkin dapat menunjukkan caranya dari hal sederhana. Yang dekat dengan anak. Misalnya, membereskan mainan.

Nah, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan orang tua sebelum mengenalkan peran memecahkan solusi kepada anak. Parents wajib tahu ya. Apa itu? Pertama, kesabaran. Kesabaran menjadi fondasi bagi orang tua dalam menghadapi apa pun. Tidak terkecuali untuk urusan parenting. ”Orang tua, kalau tidak sabaran, tak akan bisa mendampingi anak untuk mencari solusi dengan baik,” tutur Rensia.

Yang kedua, penguasaan diri. Founder MamaLyfe.id itu mencontohkan mengontrol diri untuk tidak sedikit-sedikit membantu anak bila ada masalah. Ketiga, biarkan anak mengeksplorasi apa saja yang mereka ingin ketahui. Menurut Rensia, dari sana, mereka akan mendapat pengalaman mencari sebuah solusi.

Lantas, bagaimana jika anak tidak bisa menemukan solusi? Apa orang tua boleh membantu? Sampai mana orang tua diperbolehkan membantu? Pasti bakal muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bukan?

Rensia menuturkan, orang tua masih boleh kok membantu. Eits, ada tapinya ya. Di awal, orang tua coba pancing dulu dengan pertanyaan. Misalnya, susahnya adik atau kakak di mana? Kemudian, pancing dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat si kecil bisa mencari jawabannya. ”Intinya, boleh membantu, tapi jangan langsung. Izinkan dan beri mereka kesempatan dulu untuk mencari solusi sesuai dengan kemampuan mereka,” jelasnya.

Bila dibiasakan dibantu, jika suatu hari mengalami masalah, anak akan langsung minta bantuan. Anak bakal tergantung dengan bantuan. Padahal, sebenarnya anak bisa memecahkan masalah yang dihadapinya kala itu.

Bila dibiasakan dibantu, jika suatu hari mengalami masalah, anak akan langsung minta bantuan. Anak bakal tergantung dengan bantuan. Padahal, sebenarnya anak bisa memecahkan masalah yang dihadapinya kala itu.

Butuh Belajar untuk Melepaskan

RERI Anjani sempat sulit melewati fase”melepas tangannya” kepada Gia, anak pertamanya. Saat Gia berusia 3 tahun, Reri sadar bahwa putri semata wayangnya itu perlu belajar sendiri tanpa dirinya. ”Susah sekali. Apa-apa harus ada aku. Aku nggak mau Gia nggak bisa di depan mata orang,” katanya, lalu tertawa.

Akhirnya, saat Gia memasuki umur 4 tahun, ibu 29 tahun itu sadar. Dia tidak bisa berada di samping Gia dalam waktu 24 jam. Terutama saat Gia mulai masuk ke sekolah (kelompok bermain). Perlahan, dia mulai ”melepas tangannya” untuk Gia.

Namun, Reri tidak pernah mengendurkan seluruh indranya. Mulai mata hingga hatinya. ”Aku tidak pernah melewatkan waktu untuk bertanya ke Gia, ’Tadi adik main sama siapa saja?’ Dengan bahasa yang sesuai umurnya ya, tidak seperti sedang menginterogasi,” ungkapnya.

Ketika Berbeda Pendapat

TIDAK jarang, apa yang diungkapkan anak dengan orang tua berseberangan. Termasuk saat anak menemukan cara atau solusi mengatasi masalah. Nah, itu bagaimana ya?

– Mendengarkan dulu tanpa menghakimi semua perspektif anak. Kadang pendapat anak itu bukan kurang tepat, tetapi tidak sesuai dengan yang orang tua inginkan. Padahal, belum tentu itu salah.

– Komunikasikan apa yang menurut parents benar dan cari jalan tengah. Sampingkan ego ya, mom-dad.

– Mengakui jika pendapat orang tua keliru. Sulit memang mengakui kalau memang keliru atau kurang tepat. Tapi, balik lagi. Yang ada di depan mata adalah anak parents. Bukan musuh ya. Hehe. Jangan malu-malu buat mengakui kesalahan dan kalau perlu meminta maaf.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook