KREATIVITAS MPA RMJ DI TENGAH PANDEMI

"Kelulut" Pemadam Karhutla

Feature | Jumat, 28 Agustus 2020 - 09:44 WIB

"Kelulut" Pemadam Karhutla
Setiono (baju hitam) saat menunjukkan sarang lebah kelulut kepada sejumlah wisatawan dari Jepang yang datang ke Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak beberapa waktu lalu.(MPA RMJ FOR RIAUPOS.CO)

Mereka bergerak dan berjibaku memadamkan titik api. Di manapun titik api muncul mereka tak akan lari, mereka kejar, mereka tidak berjinak-jinak dengan titik api, patroli menjadi rutinitas saban hari.  Merekalah  Masyarakat Peduli Api (MPA) Kampung Rawa Mekar Jaya (RMJ) Kecamatan Sungai Apit, Siak. Tak digaji, tapi mereka peduli. Saat pandemi, kelulut dan bibit tanaman hutan menjadi  harap dan asa menjaga bumi pertiwi.

Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru


Kampung nan permai. Disolek oleh alam dijaga dan ditata  anak-anak watan kampung itu. Walaupun ia hanyalah kampung, namun namanya sudah sangat mendunia. Mahasiswa-mahasiswa dari Jepang, Amerika Serikat, Australia, Jerman dan Cina sudah bertandang ke kampung ini untuk melakukan berbagai riset apakah tentang mangrove maupun tentang hutan rawa gambut yang memang mengelilingi kampung itu.

Sebagai kampung yang memiliki areal gambut yang cukup luas, risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman setiap tahun. Saat musim panas datang, warga kampung selalu was-was dan risau akan terjadinya karhutla. Selain dikelilingi areal gambut yang cukup luas, kampung ini terletak tidak terlalu jauh dari lautan.

Karenanya, kalau terjadi karhutla dan angin kencang bertiup risiko yang dihadapi masyarakat sangat besar. Selain kabut asap akan menutupi pemukiman masyarakat, risiko penyakitpun datang mengintai seluruh warga kampung.

Tidak hanya itu, keberadaan Taman Nasional (TN) Danau Zamrud juga terancam. Mengapa? Karena taman nasional itu bersempadan langsung dengan Kampung RMJ. Jika ini terjadi, kerugian yang diderita tidak hanya warga akan tetapi Indonesia sangat besar sekali. Ancaman terhadap ekosistem Danau Zamrud menjadi terancam jika karhutla menjamah Kampung RMJ.

Risau dengan ancaman itu, sekelompok anak-akan watan kampung itu akhirnya bersepakat membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA). Banyak onak dan duri yang harus mereka alami saat membentuk MPA tersebut. Tidak banyak masyarakat yang bisa menerima niat baik dari anak-anak muda tersebut.

‘’Bahkan ada masyarakat yang menyebut apa yang kami buat itu kejo gilo (kerja gila, red),’’ ujar Ketua MPA RMJ, Setiono kepada Riau Pos.

Cibiran dan pandangan sinis masyarakat terhadap keinginan mereka itu tak dipedulikan. Bak kata pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Bersama lima rekannya, akhirnya MPA RMJ terbentuk dan mulai melakukan berbagai aktivitas terutama terkait pencegahan terhadap karhutla.

‘’Bagi kami pencegahan sangat penting, terlebih aktivitas masyarakat yang berada di kampung ini kebanyakan berkaitan dengan pengolahan lahan. Karenanya kami selalu mewanti-wanti masyarakat untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Mengapa, karena risiko membuat lahan dengan membakar ini tidak sebanding dengan hasil yang akan didapat,’’ ujarnya lagi.

Memang, membuka lahan dengan cara membakar tidak mengeluarkan biaya yang besar. Namun, risiko yang ditimbulkan cukup besar. Tidak hanya kepada lingkungan tetapi kepada masyarakat yang bermukim di kawasan itu maupun masyarakat yang bermukim di daerah lain.

‘‘’Kita (masyarakat Riau, red) sudah merasakan bagaimana dampak munculnya asap akibat karhutla. Aktivitas pendidikan terhenti dan yang lebih parah lagi aktivitas ekonomi masyarakatpun terkena dampaknya. Karenya pencegahan terhadap karhutla ini penting disampaikan kepada masyarakat,’’ ujarnya lagi.

Kini cibiran tak pernah lagi dilontarkan masyarakat kepada MPA RMJ. Gantinya, pujian dan sanjungan diapreasikan kepada mereka. Betapa tidak, dari kemauan keras kelompok inilah akhirnya kampung ini bisa selamat dari kepungan karhutla dan asap.

Setiap hari, anggota MPA selalu melakukan patroli. Saat patroli dilakukan mereka dibagi dalam tiga tim, masing-masing tim ada yang berjalan kaki, menggunakan sepeda motor maupun menggunakan kapal pompong.

‘’Luasan kawasan yang kami patroli mencapai 16.800 hektare. Hanya lebih kurang 1.000 hektare saja kawasan itu yang memiliki tanah liat. Karenanya, tim MPA setiap hari siaga dan melakukan patroli. Minimal patroli yang dilakukan tim selama tiga jam,’’ ujarnya

Begitu juga saat pandemi Covid-19 saat ini, tim tetap melakukan patroli dan melakukan sosialisasi ke masyarakat baik tentang dampak karhutla maupun tentang bahaya virus corona. ‘’Dalam setiap patroli, tim tetap menjaga protokol kesehaan, menjaga jarak dan sebagainya. Ini sangat penting bagi kami, karena bahaya Covid-19 senantiasa mengintai,’’ ujarnya.

Bagi MPA RMJ, tambahnya walaupun Covid-19 selalu mengintai, akan tetapi patroli menjadi kewajiban yang harus senantiasa dilakukan. Mengapa, karena dampak karhutla ini juga sangat besar, terlebih saat cuaca panas. Jika karhutla terjadi akan menimbulkan asap. Asap sendiri sama-sama diketahui bisa mengganggu sistem pernafasan manusia.

Memelihara Kelulut dan Tanaman Hutan
Jika dulu masyarakat memandang kerja yang dilakukan MPA ini kerja gila, sekarang masyarakat mendukung penuh kegiatan mereka. Sejalan dengan itu jumlah tim MPA juga terus bertambah. Awal pertama terbentuk jumlahnya hanya lima orang kini sudah 23 orang.

Semangat anggota MPA RMJ dalam menjaga kampungnya dari karhutla tidak pernah surut walaupun tidak dibayar. Panggilan hati nurani menjaga kampung dan lingkungan agar terhindar dari dampak karhutla menjadi motivasi lebih yang selalu dipegang setiap anggota.

‘’Ada biaya bantuan operasional dari perusahaan, namun hanya untuk lima orang anggota saja, padahal anggota kami 23 orang. Terlebih di tengah pandemi saat ini, sangat berat sekali. Anggota punya isteri dan anak-anak, tentu mereka juga perlu makan dan biaya pendidikan,’’ tambah Setiono lagi.

Guna menutupi kekurangan biaya operasional untuk anggota lainnya, merekapun punya ide yang cukup kreatif dengan beternak lebah kelulut dan menjual bibit kayu hutan. ‘’Walaupun belum bisa menutupi biaya operasional 100 persen, namun lumayanlah. Jika tidak ada lebah kelulut dan penjualan bibit kayu hutan ini mungkin sangat berat bagi kami melakukan patroli,’’ ujarnya.

Bayangkan, dalam setiap kali patroli tim memerlukan anggaran mencapai Rp120.000 per tim. Biaya itu dikeluarkan untuk pembelian minyak motor, minyak kapal pompong, makan dan minum serta lainnya. Sementara MPA hanya mengandalkan biaya swadaya anggota. ‘’Tidak cukup. Kalau tidak mengingat untuk kepentingan masyarakat mungkin sudah banyak yang mundur,’’ ujarnya.

MPA sendiri, tambahnya saat ini sudah memiliki 30 koloni lebah kelulut, namun yang baru menghasilkan madu baru sekitar 10 koloni. ‘’Iya baru 10 koloni yang menghasilkan madu, namun lumayan sudah membantu MPA terlebih saat pandemi seperti sekarang. Kami yakin suatu saat nanti MPA RMJ bisa mandiri dalam menjalankan aktivitas menjaga alam di kampung ini,’’ ujarnya.

Untuk mandiri, tambahnya MPA memerlukan sedikit 50 koloni kelulut dan setiap anggota memiliki ternak kelulut masing-masing minimal lima koloni. ‘’Itu hitung-hitungan kami, minimal anggota juga harus memiliki ternak lebah kelulut. Ini memang sudah kami rencanakan, Insya Allah ke depan akan kami wujudkan,’’ ujarnya.

Mengapa MPA perlu mandiri, tambahnya lagi karena memang harus demikian. MPA tidak harus bergantung dari pihak manapun, sebab jika tergantung dari berbagai pihak ke depannya akan sulit untuk bergerak, terlebih perputaran ekonomi sekarang tidak menentu.

Katakanlah, perusahaan A membantu karena kondisi perusahaannya lagi bagus. Ke depannya kan belum tentu kondisi perusahaan bagus dan belum tentu semua pemimpin perusahaan itu peduli pada hal-hal seperti ini. Karenanya apapun yang terjadi ke depan MPA harus bisa mandiri, membiaya roda organisasi dan melaksanakan patroli dengan biaya dari usaha sendiri.

Menjawab dari mana ide awalnya sehingga MPA beternak kelulut dan pembibitan tanaman hutan, Setiono mengatakan itu semua berawal ketika dirinya melihat peternakan lebah kelulut milik temannya. Saat dia berkunjung ke tempat temannya tersebut, Setiono melihat prospek lebah madu kelulut yang cukup besar.

‘’Ide awalnya mengapa kami beternak kelulut dan menjual bibit-bibit tanaman hutan untuk operasional MPA, berawal ketika saya melihat prospek madu kelulut yang begitu besar, sementara potensi lebah kelulut itu ada di kampung RMJ begitu juga dengan sumber pakan lebah itu juga ada. Saya berpikir mengapa ini tidak dikembangkan,’’ katanya.

Walaupun pada awalnya, dirinya maupun anggota MPA yang lain belum memahami seluk beluk beternak lebah kelulut ini, namun setelah mempelajari dan melakukan studi banding hingga ke daerah Kuok Kabupaten Kampar akhirnya mereka bisa memahami bagaimana beternak lebah kelulut ini.

‘’Penjualan madunya kami pasarkan di seputaran Kabupaten Siak. Sementara untuk bibit tanaman selain kami pasarkan ke masyarakat awam juga ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintahan maupun ke perusahaan-perusahaan yang memerlukan bibit tanaman hutan,’’ ujarnya.

Inilah masa depan MPA dan Kampung RMJ agar terhindar dari Karhutla, dari lebah kelulut ini kelak laskar-laskar MPA dengan gagah berani memburu setiap titik api yang terpantau di kampung itu. ‘’Doakan peternakan kelulut kami berkembang sehingga MPA tetap eksis menjaga kampung halaman maupun Taman Nasional Danau Zamrud,’’ tutup Setiono.

Setiono (dua kanan) bersama timnya saat melakukan monitoring dan patroli di kawasan hutan guna mngecek keberadaan titik api di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak beberapa waktu lalu.(MPA RMJ FOR RIAUPOS.CO)

Semua Bisa Kreatif
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning (Unilak) Prama Widayat SE MM AAAIK memandang, kreativitas masyarakat dalam mengembangkan ekonominya patut diapresiasi. Artinya, walau dalam ekonomi sulit namun masyarakat tidak mau bergantung kepada pihak manapun untuk meningkatkan taraf hidup maupun ekonomi keluarganya.

‘’Ini patut diapresiasi. Di kondisi ekonomi yang susah ini, masyarakat tidak mau berdiam diri dan mengandalkan bantuan dari pemerintah, masyarakat berupaya memenuhi pendapatan ekonominya secara mandiri. Semangat ini harus dipertahankan walaupun kelak pandemi Covid-19 ini berakhir. Dengan kondisi ini semua masyarakat bisa kreatif hanya tinggal mau atau tidak saja,’’ ujarnya.

Sekarang, lanjutnya untuk menimbulkan ide kreatif di tengah masyarakat atau kelompok-kelompok di tengah masyarakat harus berasal dari diri sendiri. Sebab jika tidak demikian, masyarakat akan susah sendiri untuk menjalankan kreativitas atau ide-ide yang dilontarkan pihak lain.

Menjawab apakah ide-ide kreatif masyarakat yang muncul di tengah pandemi ini karena terpaksa atau seperti apa, Prama mengatakan ada beberapa faktor penyebab. Bisa karena keterpaksaan karena harus tetap eksis dan bertahan hidup di tengah sulitnya ekonomi juga bisa dikarenakan diri mereka (masyarakat, red) memang sudah punya rencana untuk mengembangkan ide-ide kreatif tersebut.

‘’Namun, mungkin karena terbentur satu kondisi yang tidak bisa mereka hindari seperti karena kesibukannya sehingga ide-ide tersebut belum bisa dilaksanakan. Momen pandemi, di mana masyarakat diharuskan work from home mereka akhirnya punya banyak waktu dan akhirnya ide-ide yang pernah mereka angan-angankan akhirnya diwujudkan,’’ tuturnya lagi.

Kepada mahasiswa dan mahasiswi dia menyarankan untuk turut kreatif dan memanfaatkan pandemi Covid-19 ini untuk mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jangan hanya duduk diam di rumah saja, sebab jika tidak ada ide kreatif yang dikeluarkan waktu akan terbuang percuma. 

Banyak ide-ide kreatif yang bisa dibuat mahasiswa. Untuk penjualannya juga tidak susah, sebab mahasiswa bisa memanfaatkan penjualan secara online. ‘’Sekarang, penjualan online tengah naik daun, pekerjaannya pun tidak susah, kita tinggal posting dan menunggu. Sekali lagi, sekarang ini mau atau tidak mau kita memanfaatkan peluang yang ada,’’ tuturnya.

Yang pasti, tambahnya semua masyarakat dan mahasiswa bisa kreatif dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya masing-masing. ‘’Jangan hanya duduk diam menunggu. Orang sudah jauh melangkah, kita jangan mau tertinggal. Kembangkan potensi yang ada diri kita masing-masing dan yakinlah kita pasti bisa,’’ tutupnya.*****









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook