Tangannya begitu cekatan membuang plastik yang menempel di botol minuman bekas yang menumpuk di sekitarnya dengan menggunakan pisau cutter. Kuku-kukunya penuh kotoran yang menempel, keringat mengucur membasahi tubuhnya. Sesekali dia melapnya menggunakan baju lusuh yang dikenakannya.
Laporan Henny Elyati, Pekanbaru
Dia tersenyum saat disambangi Riau Pos, Ahad (30/5). "Inilah yang aku lakukan setiap hari. Pagi keliling mencari barang-barang bekas, sore baru membersihkannya sekaligus memilahnya," ujar Rolin (45).
Ibu satu anak ini menghidupi keluarganya dengan mengumpulkan barang-barang bekas. Pekerjaan ini digelutinya sudah 7 tahun. "Hasilnya memang tidak seberapa tapi cukup untuk makan sehari-hari," katanya lagi.
Barang-barang bekas yang dikumpulkannya dijual sekali seminggu hasilnya bisa Rp45.000 sampai Rp60.000. “Ngak tentulah hasilnya," katanya sambil membakar plastik dari botol minuman yang dibersihkannya tadi.
Barang-barang bekas yang dikumpulkan dimasukkan ke karung sesuai jenisnya dan disusun rapi di ruangan berukuran 3x2 meter yang dulunya kamar dijadikan gudang penyimpanan barang-barang bekas siap jual. Rumah papan berukuran 8x6 meter ini kini hanya memiliki satu kamar tidur, dapur dan ruang tamu. Tak ada perabotan di ruang tamu, di dapur hanya terdapat kompor gas berikut tabung gas 3 kilogram dan tungku kayu api, peralatan masak dan meja makan reot. Dapurnya menghitam karena Rolin lebih banyak menggunakan kayu api untuk memasak daripada gas. Kamar mandi terpisah sekitar tujuh meter dari rumah. Rolin menuang air panas dari termos. "Hanya ada kopi," tawarnya pada Riau Pos. Di dinding ruang tamu terdapat dua figura foto keluarga. "Suami meninggal tujuh tahun lalu," getarnya. Matanya berkaca-kaca saat mengenang almarhum Langai. Keluarga yang lain tinggal cukup jauh dari rumah Rolin, di Desa Batin Solapan. Rolin ikut suami usai menikah dan tinggal jauh dari pemukiman warga dan memilih hidup berkebun. “Suami tak punya keahlian apa-apa, makanya berladang," katanya.
Sejak ditinggal pergi suami, Rolin terpaksa bekerja mencari barang-barang bekas sebagai pekerjaan sampingan. Di saat senggang, Rolin banyak menghabiskan waktu di kebun belakang rumahnya.
Rolin kemudian mengajak Riau Pos ke belakang rumahnya. Ternyata di sana ada sembilan pohon kopi coklat. Buah coklat inilah yang membantu ekonomi keluarga. Satu pohon bisa menghasilkan 5-7 buah sekali panen."Biasanya aku panen sekali empat hari," jelasnya sambil memetik buah kopi coklat.
Dari sembilan pohon coklat ini seminggu bisa menghasilkan 1,5 kilogram. Kalau harga sekilonya antara Rp23 ribu hingga Rp25 ribu jika kering. Sambil mengupas buah coklat, lulusan STM ini tidak menampik dirinya marah-marah di BRI Cabang Duri dan menutup rekeningnya.
"Bagaimana tidak, berharap uang bertambah menabung di bank, malah uang yang berkurang," katanya dengan tawa getir. "Memang sudah lama tak menabung jadi tidak tahu perkembangan saldo di dalamnya," katanya sambil menarik nafas.
Tatapan matanya menerawang, dia bercerita awal mula membuka rekening di bank. Sebelum menjadi nasabah, Rolin menyimpan uangnya di bawah kasur. Sebelum menikah, Rolin sudah sering menabung, namun menyimpannya di bawah kasur. "Sering hilang, entah siapa yang mengambilnya. Maklum kami keluarga besar, delapan bersaudara," katanya tertawa.
Rolin merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dan hanya Rolin yang dapat menyelesaikan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah. "Yang lain berhenti di tengah jalan," tuturnya. Saudara-saudaranya yang lain berhenti sekolah karena tidak memiliki uang. "Ada juga yang memang tak mau sekolah," katanya.
Setelah menikah, Rolin menyimpan uangnya di dalam kaleng dan ditimbun di dalam tanah karena sebelumnya pernah menyimpan uang di bawah kasur ternyata tidak aman. "Yang penting ingat dimana posisi menyimpannya dan hanya kita yang tahu jadi aman," terang wanita yang sudah tujuh tahun menjanda ini.
Tapi sayang, karena terlalu lama menyimpan uang di kaleng, uang tersebut menjadi rusak. Ada beberapa lembar uang Rp100 ribu yang robek, bolong di makan rayap. "Rasanya sedih sekali, sudah susah payah menyisihkan uang setiap bulannya," imbuh wanita tomboi yang selalu menggunakan topi ini.
Mengingat uangnya banyak yang rusak, Rolin pun mengikuti saran teman dan saudaranya agar menyimpan uang di bank. Ada beberapa lembar uang yang rusak masih bisa diterima asalkan nomor seri dan angka nominal uang tidak hilang. Tapi beberapa lembar tak bisa dipakai dan terpaksa terbuang. "Uang logam semuanya diterima walaupun sangat kusam," tawa Rolin. Tanggannya membuka topi yang menutupi kepala, rambutnya lepas dari ikatan. Saat topi dibuka ternyata rambut Rolin panjang hingga pinggangnya.
Dia pun bercerita. Saat membuka rekening, Rolin sudah diberitahu soal biaya administrasi yang akan dipotong dari rekeningnya termasuk biaya ATM. Saat itu Rolin sudah menolak agar tidak menggunakan ATM namun pihak bank mengatakan itu sudah aturan bank. "Wajib, katanya. Padahal ATM ini tidak pernah aku gunakan," jelasnya.
Lima tahun menabung, Rolin sama sekali belum pernah mengambil uang tabungannya. "Itu untuk biaya sekolah anak. Karena pendidikan itu mahal," katanya.
Karena ada keperluan mendesak sementara tak ada uang disimpan, Rolin pun mendatangi bank di mana dia menabung. Sesuai catatan yang dimilikinya uang di dalam tabungan lebih dari Rp6 juta ditambah bunga bank pasti uang tersebut diperkirakannya mencapai Rp7 juta, karena setiap memasukkan uang ke rekening Rolin selalu mencatatnya. "Aku cuma mau ambil Rp1 juta," katanya. Tapi saat selesai transaksi dia melihat nilai tabungannya kurang dari Rp5 juta. Rolin pun langsung protes ke teller. Namun teller nyuruh Rolin ke customer service untuk melihat transaksi di rekening.