"Sahurnya waktu itu (saat kuliah di Belanda, red) sesuai matahari terbit itu pukul 9. Dan sudah buka saat masih ada kelas, sekitar pukul 4 sore," ulas Malikah yang menyelesaikan kuliah di jurusan Management of Agro-ecological Knowledge and Social Change- Wageningen University of Research (WUR)-Belanda pada 2003 silam.
Seiring waktu, sang suami diungkapkan Malikah sudah dapat menerima kebiasaan berpuasa dan menjalankan rukun Islam secara bertahap. Bahkan, Ciro menurutnya lebih semangat ketika bulan puasa datang karena tetap beraktivitas seperti biasa.
"Malah dia berpikir, ternyata manusia makan lebih banyak dari keperluan tubuhnya," tawanya menyampaikan.
Anak pasangan Amril Noor dan Zaitun Amril ini menghabiskan masa kecilnya di Pekanbaru. Sekolah di SD Pasar Senapelan atau sekolah dasar di sebelah Pasar Kodim, Jalan Teratai, Pekanbaru. Kemudian masa SMP dihabiskan di SMPN 1 Pekanbaru dan melanjutkan sekolah di MAN 1 Pekanbaru, Jalan Bandeng. Sementara itu, masa-masa kuliah, dihabiskan Malikah di Panam, dengan mengambil jurusan Agronomi di Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Dengan kerendahan hati, ia mengaku tak ada yang luar biasa terhadap dirinya. Namun, Riau Pos berminat mengulas sedikit tentang perjalanan hidup anak kelima Amril Noor ini. Bukan karena anak Wakil Komisaris Utama Riau Pos, namun karena ada semangat dan pesan penting bagi generasi muda Riau untuk terus mengejar mimpi dengan upaya dan perjuangan sendiri.
Setama kuliah, Malikah sempat bekerja di perusahaan raksasa bubur kertas terbesar di Asia Tenggara, RAPP. Menyelesaikan sarjana 4,5 tahun dengan nilai rata-rata, tentu bukan halangan baginya untuk terus bekerja. Karena sejak di kampus, ia sudah membangun jaringan dengan rekan-rekan lewat aktif di himpunan mahasiswa jurusan dan kerap koordinasi dan membantu dosen di laboratorium.
"Sebenarnya semua yang saya lalui hingga kini, atas networking (jaringan) yang dibangun. Dan di mana serta apapun profesi kita, memang networking salah satu yang penting," sebut pencinta kucing yang kerap berbagi di blog pribadinya ini.
Lebih lanjut, dikatakan Malikah, tak lama bekerja di RAPP, ia mendapat beasiswa di Belanda. Juga bukan merupakan suatu yang mudah, karena di saat itu, teknologi informasi belum seterbuka dan secepat sekarang ini. Sehingga untuk mencari tahu perihal adanya beasiswa di luar negeri, memang harus berusaha tanya ke sana ke mari.
"Saya beranikan ambil (beasiswa, red). Kursus singkat bahasa Belanda di Jakarta dan alhamdulillah selesai 1,5 tahun," jelasnya yang ketika 2005 usai kuliah kembali pulang ke Pekanbaru.
Setibanya di Pekanbaru, Malikah kembali diminta bergabung dengan perusahaan bubur kertas. Namun dengan networking yang juga sudah terbangun selama kuliah di Belanda. Ia pun setahun kemudian pindah ke Banda Aceh dengan bergabung sebuah NGO asing.
Ia mengenang, ketika itu, dua tahun pascatsunami Aceh, atau 2006, ia tergerak bergabung dengan Flora Fauna Internasional yang memiliki misi kemanusiaan di Aceh. Di mana NGO dimaksud bergerak di bidang konservasi hutan dan alam, pemulihan lingkungan pascatsunami.
"Ketika itu saya ingat, 80-90 persen mangrove di Aceh itu hancur, restorasi pun dilakukan dan memang bukan suatu hal yang gampang karena pascabencana ya," katanya yang ketika itu berkantor di Inggris.
Dalam perjalanannya, Malikah menemukan tugas-tugas yang sesuai menurut hatinya. Setahun setelah pemulihan lingkungan di Aceh, ia pun mendapat kesempatan bergabung dengan United Nations Development Programme atau Badan Program Pembangunan PBB. Adalah organisasi multilateral yang paling besar memberi bantuan teknis dan pembangunan di dunia yang berpusat di New York dan juga sebagai organisasi terbesar dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ketika bergabung dengan UNDP, juga terkait pemulihan lingkungan Malikah kembali memulai karir di Aceh dengan bendera berbeda. Dalam konteks pemulihan bencana di UNDP ia didapuk sebagai project manager, dan 2008 pindah ke Kantor UNDP di Jakarta. Di mana mengharuskan Malikah berkoordinasi dengan pejabat negara melalui kementerian terkait. Sebut saja Bappenas, Kementerian LHK dan kementerian lainnya.
"2008 hingga 2015 di UNDP, sempat 1,5 tahun sebagai program officer, kemudian program manager dan saya berhenti dari UNDP," jelasnya.
Singkat cerita, ketika sedang tidak terikat pekerjaan, Malikah melakukan solo travelling. Salah satu tujuannya adalah Tokyo, Jepang. Di Tokyo inilah, ia bertemu lelaki pujaan hati dan selang dua tahun kemudian menikah di Jakarta bersama Ciro. Atas pengalaman bekerja di luar negeri, bahasa Inggris memang sudah fasih diucapkan Malikah sejak kuliah S1 dulu. Di mana ia rutin mengikuti les bahasa Inggris di salah satu lembaga di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru.
"Pagi kuliah, siang les bahasa Inggris. Dan 2016, saya juga intens les bahasa Prancis, Spanyol dan Italia setelah sebelumnya les bahasa Belanda," bebernya.
Alhasil, dengan tekun mengikuti les bahasa, sekarang sedikitnya lima bahasa asing dikuasai Malikah. Minatnya belajar bahasa asing termotivasi karena selain suami yang berkebangsaan Italia, juga karena bahasa kedua di PBB setelah Inggris adalah bahasa Prancis. Disinggung kunci sehingga fasih berbahasa asing, dijelaskan Malikah memang dalam setiap kehidupan, belajar tanpa henti harus dilakukan.
"Dan belajar itu memang harus intensif, sebagai bagian kerja keras kita dalam hidup, termasuk belajar," akunya.
Jarak Bern dengan Jenewa sekitar hampir 2 jam perjalanan darat. Guna menempuh 160-an kilometer jauhnya. Rutinitas Malikah sekarang menempuh jarak tersebut. Setelah usai menikah, ia mengikuti suami yang bekerja di salah satu perusahaan di Swiss.
Malikah dan suami pindah ke Swiss awal 2017, melalui jaringan yang dimilikinya, enam bulan pertama ia bekerja dengan LSM di Swiss, di mana salah satu projeknya ketika itu pemulihan gempa di Nepal. Kemudian 2018 pertengahan ia kerja dengan palang merah internasional di Indonesia yang mengharuskan bolak balik Jakarta-Swiss.
"Termasuk ikut pemilihan gempa di Lombok, dan tsunami di Sulawesi ketika itu," ungkapnya.
Kemudian pada 2019, Malikah bergabung kembali dengan salah satu badan organisasi dunia, PBB. Kali ini ia bersama United Nations Environment Programme (UNEP), yang bertindak mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas dunia sekitar Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan membantu negara-negara dijadikan bertambah sempurna menerapkan kebijakan mengenai dunia dan menggalakkan sustainable development di dunia.
"Sampai sekarang di UNEP, lebih fokus di bidang lingkungan dan berkantor di Jenewa. Masih terkait pengurangan bencana, lebih ke ekosistem, mencegah banjir di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia," ujar Field Project Coordinator UNEP itu.
Sedikit mengenai rutinitas sekarang, Malikah juga harus mengunjungi beberapa negara dalam upaya pengurangan bencana dan pemulihan ekosistem. Seperti Afganistan, India, Haiti juga Indonesia dan negara yang sedang berkonflik lainnya di dunia di mana perlu dilakukan sentuhan PBB untuk pemulihannya.
"Bekerja dengan UN seolah sesuatu yang wah, luar biasa. Tapi sebenarnya ada perjalanan berbahaya. Makanya kita perlu sense of purpose dalam hidup, jadi bangun tidur itu kita sebenarnya punya tujuan hidup apa sih? Dan memang untuk melakukan ini (rutinitas) perlu dari hati. Termasuk semua profesi tentu ya," bebernya.
Masih diungkapkan Malikah, sebenarnya setiap manusia bisa menjadi apa saja yang dikehendaki. Selama memiliki niat baik, bekerja keras dan gigih serta terus berperspektif yang positif.
"Thats the key (itu kuncinya), jadi kuasailah ilmu-ilmu soft skill. Mulai attitude, cara dan sikap misalnya berbicara, kerendahan hati dan kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, artikulasi dan sisi kemanusiaan. Karena sepertinya dunia terus berubah, dan ketika memilih dunia diplomasi internasional, memang soft skill akan terus diperlukan dunia," jelas Malikah.
Malikah juga mengaku siap berbagi dengan almamater yang ingin bertanya perihal diplomasi internasional dan lainnya sembari menitipkan alamat email kepada Riau Pos, di amril.malikah@gmail.com.
"Jangan bandingkan hidup dan kesuksesan kita dengan orang lain berdasarkan media sosial. Tapi berkompetisilah dengan diri sendiri saja, usahakan diri kita lebih baik dari hari kemarin dan bulan lalu misalnya," tutur Malikah yang ingin berakhir pekan diindahnya cuaca Bern jelang musim dingin 2021 ini.***