Garda terdepan dalam penanggulangan Covid-19 yang rentan terpapar bukan hanya dari tenaga medis. Namun petugas yang mengontrol kebersihan tempat isolasi pasien Covid-19 juga demikian. Bahkan persoalan limbah pasien juga menjadi tanggungjawabnya. Hal inilah yang dialami Yogi Permana. Jiwa kemanusiaannya meronta hingga rela mengabdikan diri menjadi relawan Covid-19 di Bumi Lancang Kuning.
Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Pekanbaru)
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Suasana sepi dan hening pada siang hari di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Provinsi Riau menemani langkah Yogi Permana yang sehari-hari bertugas dalam mengontrol kebersihan di kawasan itu. Menjelang sore itu, keceriaan terpancar jelas dari raut wajah lelaki 30 tahun tersebut. Dengan mengenakan baju khas Melayu berwarna merah lengkap dengan songket yang melilit di pinggang, dia berjalan tegap seolah tanpa beban.
Padahal Yogi adalah salah satu petugas kebersihan yang memiliki tanggung jawab berat untuk membersihkan seluruh lokasi karantina pasien orang tanpa gejala (OTG) Covid-19 tersebut. Tugasnya mulai dari membersihkan lingkungan, ruangan pasien, hingga penanganan limbah infeksisus sebelum diangkut petugas berwenang lainnya. Bagi Yogi, profesi yang dijalani ini merupakan panggilan jiwa
"Sesuatu yang saya lihat ini awalnya adalah sebuah pekerjaan yang saya pikir menakutkan. Tapi ketika kita terjun dan merasakan, pengalaman justru berbeda. Ini demi kemanusiaan, nurani kita sebagai manusia, sebagai relawan terpanggil untuk ikut membantu," kata Yogi, mengawali perbincangan dengan Riau Pos, Jumat (21/11) di Pekanbaru.
Baginya, terjun ke persoalan-persoalan kemanusiaan seperti ini sudah menjadi rutinitasnya sejak dahulu, bahkan sejak duduk di bangku kuliah. Sebelum menjadi relawan Covid-19 di Riau, Yogi adalah salah satu orang yang menduduki posisi penting di Pemerintahan Kerajaan Negeri Malaka Malaysia. Tugasnya yaitu mengurusi persoalan hubungan Indonesia-Malaysia sejak 2013 lalu.
Menurut Yogi, terjun ke persoalan penanganan pasien OTG Covid-19 di Riau ini menjadi pengalaman baru dan sangat berharga. Walaupun hanya sebagai petugas kebersihan sekalipun. Dia bercerita, awalnya rasa cemas dan takut dalam memulai profesi ini dilalui Yogi dengan berat. Namun lama kelamaan, rasa takut itu pun sirna seiring berjalannya waktu dan keteguhan niat.
"Rasa cemas dan takut tentu ada. Tapi ketika kita yakin dengan Allah SWT dan niat yang mulia. Rasa takut dan kecemasan itu sirna. Jadi kita niatkan juga bukan hanya mengejar materi, tapi juga menjadi ladang mencari pahala," ujarnya.
Dalam tugasnya sehari-hari, APD lengkap menemani langkah Yogi dan tiga orang lainnya yang bertugas sama sebagai tenaga kebersihan di lokasi karantina Bapelkes Riau tersebut. Menjalani profesi baru ini, dirinya juga turut didukung oleh keluarga dan lingkungannya, sehingga tidak ada rasa berat sedikit pun dalam setiap langkah untuk berjuang demi kemanusiaan.
"Hati kecil saya berbicara, ini membantu sesama tapi di bidang yang berbahaya sekali. Tapi alhamdulillah keluarga besar mendukung. Mereka tak memiliki rasa ketakutan dan kecemasan sehingga timbul semangat," kata Yogi.
Pun demikian, setelah lepas tugas sebagai relawan sejak pukul 07.00 WIB hingga 14.00 WIB, alumni Hubungan Internasional Universitas Riau ini bergegas untuk membersihkan diri dan pulang ke rumah dalam keadaan steril. Sehingga keluarga dan lingkungannya tidak terdampak virus yang bisa jadi menempel di pakaian kerjanya tersebut. "Sanitasi dan protokol kesehatan di rumah itu kita terapkan dan itu sangat penting juga," tuturnya.
Termotivasi Pasien OTG yang Superrajin
Bagi Yogi, menjalani profesi di bidang kebersihan ini tentu pernah menemui titik jenuh juga. Namun ada kisah-kisah menarik yang dirasakannya selama menjalani profesi mulia tersebut. Hal itu adalah, saat salah satu pasien OTG inisial M warga Kecamatan Tampan Pekanbaru di isolasi di tempat karantina Bapelkes tersebut.
Saat itu, selama 10 hari beliau diisolasi, menimbulkan semangat dan motivasi bagi para tenaga kebersihan dan medis. Namun bukan hanya petugas, para pasien OTG lain yang seangkatannya juga mencontoh hal baik yang ditularkan pria setengah baya berusia 58 tahun tersebut. "Dia tak hanya memanfaatkan fasilitas untuk tidur, ternyata orang tua ini sangat bijak. Dia menginspirasi yang lain, termasuk kami," kata Yogi
Sehari-hari selama di karantina tersebut, pasien M tersebut turut ikut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat isolasi. Mulai dari mencabuti rumput, menyapu halaman, bahkan memotivasi pasien lain untuk bergerak aktif. "Bapak tersebut ibarat emas di padang pasir. Kami ter-support, dan kami bantu support beliau juga. Seringlah dia berbagi pengalaman dengan kami," ungkapnya.
Ketika ditanya Yogi, apa motivasi pasien tersebut untuk ikut membantu petugas kebersihan?Justru jawaban penggugah semangat didapat, yaitu bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah langkah berterima kasih bahwa telah diberikan tempat menginap dan fasilitas. "Jadi bapak itu juga orang lumayan, tapi beliau mau aktif dan membantu kami," paparnya.
Sejak masa karantina pasien M tersebut habis, Yogi dan kawan-kawan sempat merasa kehilangan. Lantaran sudah tidak ada sumber inspirasi lagi bagi mereka. Namun demikian, jiwa semangat dari pasien tersebut tetap terpatri dalam sanubari para relawan Covid-19 di lokasi tersebut.
Sebagai seorang relawan yang sehari-hari melihat langsung pasien yang terpapar Covid-19. Yogi berharap kepada masyarakat yang masih sehat untuk selalu menerapkan pola hidup sehat dan menjalani kebiasaan 4-M. "Yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan," pesannya.(das)