Raungan itu menggelegar. Histeris. Benar-benar raungan panjang seakan tak berujung. Keras. Berkali-kali. Membuat gentar. Sejumlah mahasiswa dan pelajar pun tegang menyaksikan dan mendengar gelegar raungan itu. Apa yang telah terjadi? Dan apa yang akan terjadi? Apakah akan ada yang mengamuk? Semua menunggu dalam waswas.
(RIAUPOS.CO) - Tidak terjadi apa-apa setelah itu. Para remaja dari SMKN 1 Ukui dan beberapa mahasiswa yang turut menyaksikan adegan itu awalnya gelisah dan khawatir. Tapi kemudian mereka lega karena tak terjadi apa-apa.
"Sempat cemas juga. Jangan-jangan gajahnya ngamuk," ujar Deni, salah seorang siswa. Para pelajar dan mahasiswa ini memang mendatangi gajah-gajah jinak di Camp Flying Squad Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Ahad (8/8) untuk mengikuti ekowisata.
Beberapa menyangka raungan panjang itu adalah suara gajah dewasa. Yang lain berspekulasi, suara itu panggilan untuk gajah liar. Maklum, daerah itu, kendati berupa camp, merupakan daerah lintasan gajah liar. Tak jarang gajah liar mendekati gajah-gajah jinak Flying Squad TNTN. Bahkan kawin dengan dua gajah betina dewasa di sana.
Raungan itu ternyata berasal dari Rimbani, seekor anak gajah. Rimbani masih muda. Umurnya baru enam tahun. Tapi raungannya sungguh dahsyat. Menggelegar bak monster. Panjang pula. Seakan tak mau berhenti. Momen itu termasuk langka. Rimbani ternyata rindu kepada Lisa, induknya. Lima bulan sudah, anak gajah itu dipisahkan dari induknya setelah kelahiran adiknya Riyu, tujuh bulan lalu.
"Itu biasa. Jadi tak perlu khawatir. Rimbani sudah lima bulan tak jumpa induknya. Jadi dia senang sekali. Begitu caranya berekspresi," ujar mahout senior Flying Squad TNTN, Erwin Daulay.
Setelah Riyu lahir, Rimbani masih bersama Lisa, gajah betina berusia 36 tahun. Tapi setelah Riyu berusia dua bulan, Rimbani dipisahkan dari sang induk. Rimbani mulai disiapkan untuk dilatih oleh Flying Squad TNTN untuk menjadi anggota tim ini bersama gajah jinak lainnya. Sejak saat itu, Rimbani terpisah dari induknya. Lisa fokus mengasuh bayinya Riyu.
Momen langka itu pun akhirnya terjadi. Di area pelatihan yang dibatasi pagar kayu seluas setengah lapangan bola, Rimbani datang terlebih dahulu. Gajah setinggi lebih kurang 180 cm itu sudah bisa dinaiki mahout. Tubuhnya sudah cukup kuat ditunggangi. Rimbani tampak sudah akrab dengan manusia, termasuk beberapa wartawan, siswa dan mahasiswa. Interaksinya baik. Mau diajak berfoto. Bahkan kadang berperilaku nakal dan menggoda pengunjung dengan belalainya. Rimbani datang hampir bersamaan dengan Harmoni Rimba, anak gajah jantan berusia empat tahun. Harmoni Rimba merupakan anak dari gajah betina lainnya di camp ini bernama Ria, yang berusia 42 tahun. Kendati lebih muda, Harmoni Rimba sudah memiliki gading, pertanda ia gajah jantan. Panjangnya sekitar 30 cm. Beda dengan Rimbani yang tak bergading sama sekali. Ia memang gajah betina. Calingnya pun tak tampak.
Sejurus kemudian, Lisa didatangkan ke camp itu. Lisa dan bayinya Riyu mandi terlebih dahulu di sebuah telaga seukuran lapangan voli di sisi barat Camp Flying Squad TNTN ini. Ada jalan setapak menurun menuju telaga ini. Setelah mandi bersama mahoutnya, Tengku Asril, Lisa diiringi sang anak Riyu mendatangi camp. Sebagai catatan, gajah-gajah ini memang harus dimandikan setiap hari. Mereka tidak memiliki pori-pori untuk mengeluarkan keringat. Mandi merupakan keharusan tiap hari bagi gajah untuk menjaga metabolisme tubuhnya.
Saat datang ke camp itulah Rimbani melihat Lisa. Tiba-tiba saja Rimbani yang kelihatan akrab dengan manusia jadi gelisah. Suaranya tiba-tiba menggelegar. Para mahout sudah tahu ini. Tapi tidak dengan pengunjung yang ketika itu cukup banyak. Tak kurang dari tujuh puluh orang. Rimbani terlihat panik. Ia bergerak gelisah begitu melihat sang induk. Tanpa diperintah, pengunjung menjauh. Memang gajah-gajah ini dipertemukan di area pelatihan yang dibatasi pagar kayu dan pepohonan. Jadi relatif aman.
Rimbani seperti berusaha merebut kembali perhatian induknya Lisa. Tapi Lisa sudah memiliki bayi, Riyu, yang masih menyusu. Beberapa kali ia terlihat menyusu ke induknya. Hal ini membuat Rimbani makin gelisah. Kaki Rimbani memang diikat rantai besi. Ia tak lagi dinaiki mahout ketika momen pertemuan dengan induknya itu. Jadi dia bisa mengekspresikan semua kehendaknya tanpa kendali sang mahout. Ketika itulah terdapat momen lainnya ketika Rimbani terlihat menyerang adiknya Riyu. Lisa tentu saja berusaha melindungi bayinya dibanding anaknya yang beranjak besar. Bahkan terdapat momen ketika Lisa membantingkan kepalanya. Mahout Lisa, Tengku Asril terlihat terguncang keras di atas leher Lisa. Bak rodeo di atas banteng yang terhempas ke sana ke mari. Dengan sigap ia mengendalikan keadaan. Ia menenangkan Lisa. Tak cukup tali kekang di leher, tapi juga dengan gancu, sebuah alat dari besi yang digunakan sewaktu-waktu ketika gajah mulai tak patuh. Dalam kondisi biasa, mahout cukup menggunakan tali kekang. Tapi dalam kondisi tertentu, mahout bisa menggunakan gancu yang memang selalu dibawa.
Beberapa kali Tengku Asril membawa Lisa menjauh dari Rimbani. Tak terlalu jauh. Anak gajah itu tak bisa menjangkau karena rantai di kakinya terbatas. Maksimal rantai besi dipasang dengan panjang 30 meter. Tujuannya agar asupan makanan sang gajah berupa rumput dan berbagai dedaunan hingga pohon bisa dimakan sang gajah untuk asupan makanannya seharian. Setelah menjauh beberapa saat dan Rimbani cukup tenang, Lisa dibawa kembali ke anaknya itu. Mereka kembali berkumpul dekat. Raungan Rimbani memang beberapa kali masih terdengar. Tapi ia sudah relatif tenang.
Momen itu memang tidak lama, antara lima hingga sepuluh menit, tapi sangat menakjubkan. Banyak pengunjung yang bertanya-tanya tentang momen itu.
"Ini biasa," ujar Erwin Daulay.
Anak Gajah Liar
Baik Rimbani maupun Riyu memiliki induk jantan (bapak) dari gajah liar. Tidak diketahui apakah gajah jantan yang sama yang mengawini Lisa. Tapi menurut Eko, panggilan akrab Erwin Daulay, gajah memiliki ingatan yang kuat dan selalu datang ke pasangannya kembali. Sang jantan selalu ingin melihat kembali juga anaknya. Eko sendiri melihat dari kejauhan proses kawin Lisa dengan gajah jantan liar. Lisa ditambatkan di pohon dengan ikatan rantai di kaki. Panjangnya 30 meter. Serombongan gajah liar kemudian datang. Di antaranya ada satu gajah jantan dewasa yang kemudian mengawini Lisa.
"Kami menyaksikan hanya dari kejauhan. Sebab gajah jantan sangat agresif ketika itu. Berbahaya kalau berada dekat," ujarnya.